
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho memaparkan kinerja tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Convention Hall Unand, Selasa (20/02/2018). (Foto: Mohamad Arya)
Padangkita.com – Tak dimungkiri angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan selama tiga tahun masa pemerintahan Jokowi-JK. Saat pertama kali menjabat pada September 2014, angka kemiskinan sekitar 10,96 persen. Angka tersebut turun sekitar 0,32 persen pada Maret 2017 menjadi 10,64 persen. Meski angka kemiskinan mengalami penurunan, pemerintah diminta terus berbenah.
Guru besar sosiologi Universitas Andalas Afrizal mengapresiasi kinerja pemerintah yang telah berhasil menurunkan angka kemiskinan. Namun, menurutnya, persoalan kemiskinan tidak bisa hanya dilihat dari kacamata nasional.
Afrizal mengatakan, secara nasional angka kemiskinan memang mengalami penurunan. Namun, jika dilihat di lapangan, faktanya masih ada desa atau nagari yang tetap menjadi kantong-kantong kemiskinan dan belum belum tersentuh.
“Butuh terobosan baru untuk menjangkau daerah yang ekonominya di bawah rata-rata. Disparitas masih ada di tingkat desa atau nagari,” kata Afrizal sebagai penanggap dalam sosialisasi Capaian Tiga Tahun Jokowi-JK di Aula Pertemuan Universitas Andalas Padang yang diadakan Kantor Staf Presiden, Selasa (21/02/2018).
Salah satu penyebab masih terjadinya disaparitas di sejumlah lokasi di daerah, kata Afrizal, yaitu adanya persekongkolan elit di tingkat desa. Persekongkolan tersebut menyebabkan pembangunan di desa tidak merata.
“Kalau kita serius menggunakan konsep pembangunan berkeadilan, permasalahan ini bisa dientaskan,” sambungnya.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Padang Ekspres Heri Sugiarto sebagai penanggap lainnya mengatakan hal yang senada. Di tingkat desa masih terjadi permasalahan-permasalahan yang menghambat pembangunan di tingkat nagari/desa. Salah satunya adalah tidak sinkronnya aturan pusat dengan aturan daerah mengenai penggunaan dana desa. Permasalahan birokrasi ini menyulitkan masyarakat dalam mengelola dana desa untuk memajukan nagarinya.
“Harus ada sinkronisasi aturan pusat dan daerah. Persoalan ini banyak dikeluhkan masyarakat di nagari,” ujar Heri.
Persoalan akses kesehatan bagi masyarakat miskin juga disinggung Heri dalam kesempatan itu. Ia mengapresiasi keberadaan BPJS sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Akan tetapi, di lapangan, masih banyak masyarakat miskin yang terkendala soal biaya hidup dan transportasi ketika menjaga keluarganya yang dirawat di rumah sakit.
“Ada pula masyarakat, umumnya pengguna BPJS kelas III, yang mengeluh ditolak rumah sakit dengan alasan kamar penuh. Semoga pemerintah bisa menambah alokasi kamar untuk pengguna BPJS kelas III,” tambahnya.
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho sebagai pembicara utama mengakui kinerja pemerintah memang masih belum sempurna. Ia pun mengimbau masyarakat untuk ikut berpartisipasi memberikan masukan terkait pemerintah dan persoalan sosial yang ada di lingkungan sekitar.
“Pemerintah sudah bekerja keras dalam melaksanakan tugas. Meski demikian, tentu masih ada kekurangan. Oleh sebab itu, masukan dari masyarakat sangat dibutuhkan. Kalau ada masukan mengenai pemerintahan dan kondisi sosial sekitar, masyarakat bisa melapor melalui laman lapor.go.id,” ujarnya.