Mengapa Petani Harus Beroganisasi dan Berkoperasi?

Virtuous Setyaka: Perubahan Struktural Pertanian

Virtuous Setyaka. (Foto: Dokumentasi pribadi)

Virtuous Setyaka
Dosen HI FISIP Unand, Direktur SANGKAKALA, Aktivis MDM, Mentor GSC Indonesia.

Investasi tanpa perubahan struktur kelas dan sistem pertanian secara menyeluruh bukanlah solusi atas kemiskinan petani dan keluarga mereka.

Kemiskinan Keluarga Petani di Indonesia?

Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah tenaga kerja di sektor pertanian pada 2018 adalah 38,7 juta orang, dan dalam lima tahun terakhir terus menurun.

BPS mencatat jumlah penduduk miskin 25,95 juta orang per Maret 2018, meski persentase tingkat kemiskinan Indonesia untuk pertama kali berada di level single digit 9,82%. Kemiskinan terutama ada di desa, dan para petanilah yang paling miskin.

Tahun 2019, BPS mengumumkan upah riil harian buruh tani pada Oktober 2019 naik 0,12 % dibandingkan bulan sebelumnya. Upah nominal buruh tani sesungguhnya Rp54.515/hari, dikurangi inflasi perdesaan, maka nilai riilnya menjadi Rp38.278/hari. Buruh tani bekerja 30 hari sebulan tanpa libur akan menerima Rp1.148.340. Buruh tani yang berumah tangga, dengan asumsi satu keluarga empat orang, pendapatan keluarga buruh tani itu Rp287.085/kapita/bulan, artinya di bawah garis kemiskinan.

Investasi adalah Solusi?

Dalam perspektif ekonomi makro modern termasuk ala Organisasi Pangan Dunia (FAO) yang berjudul Policy to Fully Exploit and Develop the Agricultural Potential, solusi yang ditawarkan adalah sektor pertanian harus menerima kebijakan memadai, adopsi teknologi, infrastruktur, serta akses pasar. Ujungnya adalah membutuhkan waktu dan investasi jangka panjang.

Faktanya, Januari-September 2019, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat lima sektor terbesar penerima investasi di Indonesia adalah transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi; listrik, gas, dan air; konstruksi; perumahan, kawasan industri, dan gedung perkantoran; serta pertambangan; tidak ada pertanian.

Kalaupun saran FAO tentang investasi jangka panjang itu mampu didapatkan, apakah kemiskinan (buruh) tani dan keluarganya bisa dituntaskan?

Tentu saja tidak, sebab tidak terjadi perubahan struktur kelas sama sekali dalam konteks kepemilikan modal/kapital dengan pembagian kerja yang tetap ada dalam relasi investor dan pekerja atau pengusaha dan buruh.

Singkatnya, investasi tanpa perubahan struktur kelas dan sistem pertanian secara menyeluruh bukanlah solusi atas kemiskinan petani dan keluarga mereka.

Penyakit Petani dalam Produksi?

Di sisi lain, ada "penyakit" petani dalam berproduksi. Bisa jadi ini juga karena pengaruh kemiskinan yang sudah mengakar akibat struktur kelas dan sistem pertanian modern yang kapitalistik itu tidak berubah. Sehingga menciptakan kesalahan dalam manajemen produksi yang disebut "penyakit" tadi.

Bercampurnya pengelolaan keuangan untuk pembiayaan produksi pertanian dengan keuangan untuk pembiayaan rumah tangga petani adalah "penyakit" yang dimaksud.

Perlu perbaikan manajemen dalam produksi yakni pertama, manajemen keuangan untuk pembiayaan produksi pertanian dan pembiayaan rumah tangga petani, lebih tegasnya adalah harus ada pemisahan dalam pengelolaan keuangan di dua ranah tersebut.

Kedua, pemisahan lahan-lahan, yakni lahan yang hasilnya difungsikan untuk pemenuhan kebutuhan produksi pertanian (sebagai bentuk akumulasi kapital) para petani, dan lahan yang hasilnya difungsikan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga petani.

Ketiga, ketika secara teknis tidak memungkinkan pemisahan lahan ini, maka pemisahan adalah pada tanaman yang dibudidayakan: untuk pemenuhan akumulasi kapital dan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Tanaman-tanaman itu bisa dalam satu lahan, dulu ada konsep "tumpangsari", dan kini ada konsep "multikultur". Ada juga agroforestry atau wanatani yang memperhatikan aspek lingkungan juga, disebut agroekologi.

Organisasi dan Koperasi Tani?

Untuk memudahkan pemisahan lahan-lahan sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut, dibutuhkan kelompok tani atau organisasi tani, lebih spesifiknya adalah koperasi tani.

Dalam organisasi tani, di luar fungsi koperasi tani, selain membangun kekuatan bersama dalam budi daya pertanian maupun politik pertanian, ada juga perlunya memperhatikan dan melestarikan arisan kerja pertanian yang harus dikelola bersama oleh para petani.

Koperasi tani berfungsi untuk mengelola lahan-lahan dan keuangan para petani, mulai dari pembiayaan produksi sampai dengan akumulasi kapital para petani anggotanya. Maka dengan adanya organisasi dan koperasi tani tersebut juga mengejawantahkan gotong royong dalam semangat Pancasila sebagai ideologi negara-bangsa Indonesia. (*)

Tag:

Baca Juga

Gubernur Mahyeldi Sebut Kontribusi Alumni FPUA Terbukti Tingkatkan Produksi Pertanian Sumbar
Gubernur Mahyeldi Sebut Kontribusi Alumni FPUA Terbukti Tingkatkan Produksi Pertanian Sumbar
Daniel Johan Dorong Pemerintah Beri Insentif Petani yang Gagal Panen Akibat Kemarau
Daniel Johan Dorong Pemerintah Beri Insentif Petani yang Gagal Panen Akibat Kemarau
Dukung Kedaulatan Pangan, Rezka Oktoberia Resmikan P3TGAI di Balai Panjang 
Dukung Kedaulatan Pangan, Rezka Oktoberia Resmikan P3TGAI di Balai Panjang 
DPR Dukung Biosaka Diteliti untuk Diproduksi Massal Gantikan Pupuk Kimia
DPR Dukung Biosaka Diteliti untuk Diproduksi Massal Gantikan Pupuk Kimia
Kuota Pupuk Bersubsidi di Tanah Datar Meningkat Hampir 50 Persen
Kuota Pupuk Bersubsidi di Tanah Datar Meningkat Hampir 50 Persen
UNIDHA Kembangkan Teknologi Tepat Guna untuk Petani Pariaman
UNIDHA Kembangkan Teknologi Tepat Guna untuk Petani Pariaman