Melacak Jejak Pasukan Elite Polri di Kaki Gunung Singgalang, dari Polisi Istimewa, BIP, Mobrig hingga Brimob

Melacak Jejak Pasukan Elite Polri di Kaki Gunung Singgalang, dari Polisi Istimewa, BIP, Mobrig hingga Brimob

Sejumlah personil Brimob berpatroli rutin di Dusun Gantinadi, Desa Tangkura, Poso Pesisir, Poso Selatan, Sulawesi Tengah, Sabtu (14/3). Selain melakukan partroli, personil Brimob juga melakukan pengawalan bagi sejumlah warga yang beraktivitas kebun karena merasa terancam, menyusul tewasnya tiga warga setempat akibat diserang kelompok sipil bersenjata yang selama ini beraksi di Poso dan sekitarnya. ANTARA FOTO/Zainuddin MN/ss/nz/15

Padang, Padangkita.com - Di kaki Gunung Singgalang, Sumatra Barat (Sumbar), tepatnya di Nagari Sungai Tanang, Kabupaten Agam, yang berjarak hanya 8,6 Kilometer dari pusat Kota Bukittinggi, pernah terdapat asrama Brimob Polri. Konon, inilah asrama Brimob pertama di Provinsi Sumatra Tengah yang kini meliputi Sumbar, Riau, Jambi.

Ihwal adanya asrama Brimob Polri di kaki Gunung Singgalang, terkuak dalam buku "Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Minangkabau 1945-1950 Jilid I". Dalam buku yang ditulis langsung oleh para pelaku sejarah ini diketahui, Kepolisian bukanlah barang baru di Sumbar dan Riau. Sebab, polisi sudah ada sejak zaman Belanda dan Jepang.

Hanya saja, khusus untuk Korps Brigade Mobile yang kini lebih dikenal sebagai Brimob Polri, baru dibentuk di Sumbar setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, awal dibentuk, namanya bukan langsung Brimob, melainkan "Polisi Istimewa".

Rekrutmen "Polisi Istimewa" di Sumbar dimulai pada April 1946. Sebulan setelah rekrutmen, langsung digelar latihan pertama di Bukittinggi dengan peserta 150 orang. Pelatihan dimulai sejak Mei dan berakhir Agustus 1946. Pelatihan menghasilkan 6 Pembantu Inspektur, 10 Komandan Polisi, dan 130 Agen Polisi Satu.

Komandan pelatihan "Polisi Istimewa" ini adalah Kompol Kaharudin Datuk Rangkayo Basa yang kelak menjadi Kepala Kepolisian Sumatra Tengah dan Gubernur Sumbar. Sedangkan guru atau instrukturnya, antara lain, Komisaris Polisi Djojodirjo, Bermawi St Raja Emas, Gafar Djambek, dan beberapa perwira tentara.

Dalam buku "Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Minangkabau 1945-1950 Jilid I" disebutkan, keistimewaan latihan ini bukan karena keahlian dalam ilmu kepolisian jika dibandingkan dengan kepolisian waktu penjajahan. Namun, latihan dititikberatkan kepada cara melakukan tugas dan tindakan kepolisian dalam masa pergolakan di waktu itu.

Kemudian, pelatihan "Polisi Istimewa" ini juga bertujuan mengurangi sentimen umum yang masih banyak menganggap dan memandang polisi seperti alat pemerintahan jajahan. Tujuan ini, nampaknya memang tercapai. Sebab, pada saat itu, lulusan pelatihan pertama "Polisi Istimewa"  yang ditempatkan di Kota Padang, lebih mudah dalam menghadapi khalayak ramai.

Suksesnya pelatihan "Polisi Istimewa" di  Bukittinggi juga terungkap  dalam buku  "Brigjen Polisi Kaharoeddin Dt Rangkayo Basa, Gubernur di Tengah Pergolakan".  Buku biografi ini ditulis oleh duo wartawan senior Sumbar, yakni Hasril Chaniago dan Khairul Jasmi.

Dalam buku ini diketahui,  Kaharudin Datuk Rangkayo Basa menjadi Direktur "Sekolah Polisi Istimewa" di Bukittinggi, sejak sekolah itu berdiri pada 18 Mei 1946. Lulusan "Sekolah Polisi Istimewa" ini,  banyak yang bergabung ke dalam "Barisan Istimewa Polisi" atau BIP Sumatra Barat.

Sejarah Barisan Istimewa Polisi

"Barisan Istimewa Polisi" atau BIP Sumatra Barat dibentuk di Bukitinggi pada September 1946. Setelah dibentuk, anggota BIP langsung diasramakan dan dilatih memakai senjata. Pelatihnya adalah Inspektur Polisi Amir Machmud, Inspektur Polisi L Effendy Dt Majo Bosa, dan Inspektur Polisi Syafei Siregar.

Setelah dilatih, anggota BIP ditugaskan menjaga perbatasan sekaligus mengawasi keluar masuk barang-barang tertentu dari dan luar daerah. Mereka ditempatkan di Sijunjung, Pariaman, Painan, Tanjung Simalidu (kini masuk Kabupaten  Tebo, Provinsi Jambi), serta Danau Bingkuang dan Bangkinang (kini masuk Riau).

Selain itu, juga ada 80 anggota BIP yang dikirim dari Bukittinggi ke Padang. Mereka dikirim ke Padang untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, setelah Perjanjian Linggarjati yang terkenal itu ditandatangani pemerintah Indonesia dan Belanda pada 15 November 1946.

Menariknya, BIP di Sumbar, ternyata berbeda dengan BIP di Pulau Jawa. Jika di Pulau Jawa, seluruh  BIP, Polisi Istimewa, dan Pasukan Polisi Istimewa dilebur menjadi Mobil Brigade (Mobrig) atau Brigade Mobil (Brimob) sejak 14 November 1946, maka di Sumbar, proses peleburan itu baru terjadi pada Juli 1947.

Namun, sejarah di Sumbar tidak menggunakan istilah peleburan, melainkan pelantikan dan pembentukan BIP menjadi Mobrig. Di mana, anggota Mobrig ini di Sumbar, selain berasal dari  BIP, juga ada polisi umum yang muda-muda, sehat, dan kuat. Selain itu, juga ada pemuda pejuang dan barisan rakyat.

Sejarah Mobrig di Ranah Minang

Sejak dibentuk pada Juli 1947, Mobile Brigade (Mobrig) Polisi di Sumbar yang kini dikenal sebagai Brimob Polri, dibekali dengan senjata lebih lengkap dari bagian kepolisian lainnya. Semua anggota Mobrig juga diasramakan untuk memudahkan gerak cepat mereka.

Awal dibentuk, Mobrig di Sumbar terdiri dari kesatuan-kesatuan berupa Kompi dan Brigade-Brigade. Komando semua kesatuan ini langsung di bawah Kepala Kepolisian Keresidenan Sumbar, Jambi, dan Riau.

Namun, garis komando Mobrig ini sempat bergeser. Menyusul terjadinya reorganisasi Kepolisian di Sumatera, ditandai dengan pergantian nama Kepolisian Sumatra menjadi Cabang Jawatan Kepolisian untuk Sumatra.

Reorganisasi Kepolisian ini juga terjadi karena dibentuknya tiga provinsi di Pulau Sumatra. Yakni, Sumatra Selatan, Sumatra Tengah, dan Sumatra Utara. Di tiap-tiap provinsi, ada satu Kepala Kepolisian Provinsi. Lalu, di bawah Kepala Kepolisian Provinsi, ada pula Kepala Kepolisian Keresidenan.

Khusus di Provinsi Sumatra Tengah yang saat itu berpusat di Bukittinggi, jabatan Kepala Kepolisian Provinsi setelah terjadi reorganisasi, diemban oleh Komisaris Besar Raden Ating Natakasumah yang kemudian digantikan oleh AKBP Sulaiman Efendi dan Kaharudin Dt Rangkayo Basa. Sebelumnya, Kepolisian di wilayah ini dipimpin antara lain oleh Kombes Raden Efendi dan Kombes Darwin Karim.

Sementara itu, jabatan Kepala Kepolisian Keresidenan Sumatra Barat atau Kepala Polisi Sumatra Barat setelah terjadi reorganisasi Kepolisian, diemban oleh Kompol I R Abdul Rachman. Sedangkan jabatan Kepala Polisi Riau setelah terjadi reorganisasi Kepolisian, diemban oleh Kompol I Kaharudin Dt Rangkayo Basa (sebelum Kaharudin naik pangkat).

Kembali kepada Mobrig Polisi atau Brimob Polri di Sumatra Barat, dengan adanya reorganisasi Kepolisian pada zaman itu, maka struktur Mobrig juga ikut bergeser. Untuk tingkat Provinsi Sumatra Tengah, terdapat satu Mobrig Besar Polisi. Kemudian, di bawahnya juga ada Mobrig Sumatra Barat dan Mobrig Riau.

Jejak Mobrig Besar Sumatra Tengah

Mobrig Besar Polisi Sumatra Tengah terbilang luar biasa. Selain langsung di bawah garis komando Kepolisian Sumatra Tengah, Mobrig Besar ini juga punya asrama yang berada di Nagari Sungai Tanang, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam.

Mobrig Besar Kepolisian Sumatra Tengah yang berasrama di Sungai Tanang, awalnya terdiri dari dua Kompi. Pelatih sekaligus komandannya bernama Inspektur Polisi Raden Yusuf. Sebelum terjadi agresi Belanda kedua pada 1948, Mobrig Besar Sumatra Tengah yang punya kekuatan 210 orang, disatukan dengan Mobrig Sumatra Barat yang beranggotakan 234 orang.

Dengan total pasukan yang mencapai 444 orang, Mobrig Besar dirancang bertempur mempertahankan jalan besar Palupuah (antara Bukittingi dan Bonjol). Sebab, kawasan Palupuah saat itu merupakan daerah yang baik untuk peperangan gerilya. Persediaan makanan juga mencukupi dan tidak membebani rakyat.

Kondisi ini, membuat Palupuah sempat menjadi "markas" bagi anggota Mobrig Besar Sumatra Tengah. Tidak hanya sebelum Agresi kedua Belanda, tapi juga saat Agresi berlangsung.

Selain di Palupuah, Mobrig Polisi atau Brimob pada zaman perjuangan kemerdekaan juga pernah bermarkas di Sicincin  (Padang Pariaman), Tarusan (Pesisir Selatan), dan Air Sirah (batas Padang-Solok).

Waktu itu, anggota Brimob menjaga garis status quo, di Front Utara: Batang Tapakis-Ringan-Ringan-Sintuk-Toboh baru bermarkas di Sicincin. Di Front Selatan: Siguntur Tua-Ps. Sungai Pinang bermarkas di Tarusan. Di Front Timur: Kelok Beracun-Lubuk Gadang dengan bermarkas di Air Sirah.

Jejak yang panjang ini, menandakan Korps Brimob memang sudah punya nyali tempur sejak dulunya. Bahkan, sejarah mencatat, pasukan elite Polri ini ikut berkontribusi  dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Luar biasa! [pkt]

Tag:

Baca Juga

DPR Minta Kapolri Tindak Tegas Oknum Polisi Penyalahguna Fasilitas
DPR Minta Kapolri Tindak Tegas Oknum Polisi Penyalahguna Fasilitas
Sejarah Polda Sumatra Barat, Masa Jepang dan Sekutu hingga Kembali ke NKRI   
Sejarah Polda Sumatra Barat, Masa Jepang dan Sekutu hingga Kembali ke NKRI   
Kesempatan Baik Bagi yang Ingin Jadi Bintara Polri, Segera Daftar Sebelum Ditutup 11 April 2022
Kesempatan Baik Bagi yang Ingin Jadi Bintara Polri, Segera Daftar Sebelum Ditutup 11 April 2022
Dua Polisi yang Tembak Mati 5 Laskar FPI Divonis Bebas, Ini Langkah Kejagung
Dua Polisi yang Tembak Mati 5 Laskar FPI Divonis Bebas, Ini Langkah Kejagung
Oknum Polisi yang Digerebek Warga di Agam Belum Lunasi Denda, Mobil Masih Ditahan
Oknum Polisi yang Digerebek Warga di Agam Belum Lunasi Denda, Mobil Masih Ditahan
Berduaan di Rumah Pacar, Oknum Polisi Digerebek Warga di Agam lalu Didenda 100 Sak Semen
Berduaan di Rumah Pacar, Oknum Polisi Digerebek Warga di Agam lalu Didenda 100 Sak Semen