TANPA diduga, jelang siang, Kamis (24/8/2017), saya menerima pesan WhatsApp dari Yose, pegiat penyu dari Jambak Turtle Camp, dengan pesan, “Beko sore ado kunjungan setmil presiden pak. Sekalian pelepasan penyu jam 3-4 sore”.
Seketika angsung saya jawab WhatsApp Yose; ok insaallah pak datang yose mantap.
Itulah obralan singkat dengan WhatsApp sebuah teknologi informasi yang begitu cepat melalui smartphone berbasis android.
Dalam hati, saya bertanya, apa gerangan Setmil Presiden datang ke sebuah perkampungan nelayan pesisir, Pasie Nan Tigo. Lokasi konservasi penyu berbasis masyarakat ini, memiliki luas kawasan yang relatif kecil.
Akses ke sana pun saat ini terganggu oleh putusnya jembatan penghubung untuk menuju lokasi konservasi penyu yang dikelola oleh Yose secara swadaya, swadana.
Yose dan kawan-kawan juga dibina dan didampingi oleh DKP Kota Padang dengan bemberikan bantuan sarana dan prasaran pendukung konservasi penyu dan pendanaan pembinaan terkait dengan konservasi penyu dan kawasan.
Selain itu, lokasi Jambak Turtle Camp ini juga didampingi oleh KKPN TWP Pieh, karena wilayahnya bersebelahan dengan kawasan TWP Pieh, serta bantuan dan penyelengaraan iven kegiatan oleh BPSPL Padang dalam bentuk kegiatan sosialisasi, pelatihan, pertemuan serta berbagai cenderamata dengan ikon penyu.
Dari banyak kegiatan tersebut diharapkan Jambak Turtle Camp dapat dikenal dan tamu yang akan datang berkunjung semakin meningkat. Sedangkan Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sumatera Barat juga berkonstribusi mempromosikan dengan mengajak Yose ikut berpartisipasi di beberapa iven pameran, bantuan ekspos dan publikasi melalui kawan-kawan media cetak dan on line untuk lebih mengenalkan lokasi dan kegiatan yang dilakukan Yose dan kawan-kawan pegiat konservasi penyu, yang tergabung dalam komunitas Pokmaswas Samudera, Pasir Jambak Turtle Camp, Kota Padang.
Waktu berlalu begitu cepat, tepat pukul 15.30 saya meluncur dari kampus pinggir pantai Universitas Bung Hatta ditemani oleh seorang sahabat lama. Sahabat di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan masa kuliah dulu. Ia juga adik tingkat saya yang sudah jadi orang hebat sakarang.
Menjadi salah satu dari sekian orang peneliti terumbu karang di Indonesia. Ofri Johan namanya. Ia adalah alumni Fakultas Perikanan yang menguasai bidang ilmu spesifik yaitu “terumbu karang” semenjak pendidikan S1, S2 dan S3. Bahkan ia pun pernah dapat penghargaan Anugerah Terumbu Karang.
Tetap setia di jalur yang ia tekuni, bahkan tidak hanya menyelam di kawasan ekosistem terumbu karang Indonesia saja, ia juga lulus seleksi untuk ekspedisi menyelam ke Antartika. Karena sesuatu hal, akhirnya di alihkan kegiatannya penelitian di kantor Australian Antarctic Devision.
Sampainya kami di lokasi Yose, pas masuk simpang arah ke laut. Saya lihat dua mobil kijang inova plat merah. Saya bertanya sama Ofri Jo, itu dia mobilnya Ofri ?. Lalu saya lihat jam ditangan, tepat pulau 16.00 WIB, kurang 2-3 menit. Berarti kami tidak terlambat datang ke lokasi Yose.
Setelah parkir kami pun turun bersamaan dengan rombongan. Dalam mobil pertama turun Kadis DKP Propinsi Sumatera Barat sebagai pendamping tamu dari pusat Pak Ir, Yosmeri dan didamping oleh buk Resi Suriati,S.Pi, M.Si.
Sedangkan tim penilai dari pusat Pak Budiano Subambang, Direktur Kawasan Perkotaan dan Batas Negara dari Kementerian Dalam Negeri, Pak Erwan Hartono dari Sekreteriat Militer Presiden (Setmilpres) Sekreteriat Negara, Kepresidenan Republik Indonesia serta dua orang pendamping Ilma Yenis dan Hengki Ade Putra dari Kemandagri,
Kami berdua dikenalkan oleh Pak Ir. Yosmeri, saya sebagai peneliti penyu dari Universitas Bung Hatta. Lalu saya juga memperkenalkan teman saya Dr. Ofri Johan dari Litbang KKP-RI yang datang ke Sumatera Barat sebagai seorang peneliti terumbu karang, dalam rangka pembersihan Acanthaster plancii di dalam Kawasan Konservasi Perairan Nasional, Taman Wisata Laut Pulau Pieh dan Laut Sekitarnya di Sumatera Barat.
Dr. Orfi Johan datang untuk menyelam bersama, membersihkan hama terumbu karang dengan mengangkat hama tersebut ke permukaan. Terkumpulkan lebih kurang sebanyak 740 ekor dalam satu hari Acanthaster plancii (COT = corwn of thorns) atau bintang laut berduri, musuh bubuyutan pada ekosistem terumbu karang yang subur. COT dikumpulkan lalu dibuang dengan menimbun dalam tanah atau pasir. Agar COT tersebut mati dan tidak mencemari lingkungan sekitarnya
Kami berbincang hangat, diskusi penuh dengan kekeluarga ala Indonesia. Kemudian Yose pun menjelaskan bagaimana perjalanan panjang kegiatan konservasi yang dilakukan secara otodidak, mandiri yang dibiayai semuanya dari kantongnya sendiri.
Hal ini dilakukan oleh karena kecintaannya akan penyu dan dunia konservasi. Sehingga Yose pun, baru-baru ini terpilih sabagai salah seorang dari 11 tokoh masyarakat yang berpartisipasi aktif dalam bidang konservasi penyu di kawasan pesisir Pantai Pasir Jambak dalam rangka Hari Jadi Kota Padang ke 348 Agustus 2017, mendapat pingat Emas.
Setelah itu kami duduk di satu meja yang disiapkan oleh Yose dengan 10 buah kepala muda. Sambil menikmati kelapa muda kami juga menyampaikan. Adanya perhatian pemerintah, kebijakan terkait konservasi penyu oleh Gubernur Sumater Barat melalui dinas terkait DKP Kota Padang, DKP Propinsi, yang sangat mendukung dan mendorong tumbuhnya ikon baru di kawasan Pasir Jambak.
Kawasan Pasir Jambak, salah satu dari Pasie Nan Tigo. Dahulunya memang sebagai salah satu lokasi kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri negeri. Akan tetapi kunjungan tamunyapun sempat menurun, akibat oleh beberapa faktor.
Selain penyu kami juga menyampai dampak penting dari menjaga ekosistem terumbu karang yang menyedia sumber pakan bangi penyu. Sebelum penyu naik dan bertelur di pantai. Hal ini terkait dengan kondisi aktual terumbu karang Sumatera Barat, diulas lebih jauh oleh Orfi Johan kepada tamu dari pusat tersebut.
Kehadiran tim penilai dari Pusat ini adalah untuk melihat secara langsung ke lapangan. Karena Gubernur Sumatera Barat tahun ini masuk dalam monime salah seorang Gubernur yang akan dapat Penghargaan Tanda Kehormatan Setia Lencana Wirakarya 2017. Tim penilai dari pusat juga telah berkunjung sebelumnya ke kawasan konservasi penyu di Kota Pariaman dan Kawasan Wisata Terpadu Mandeh, Pesisir Selatan.
Setelah diskusi, minum kepala muda, tim berkeliling lokasi. Tak lupa kami ajak tim dan semua tamu lokal yang datang dilokasi ketika itu, untuk melepaskan tukik penyu sebanyak 10 ekor, secara simbolis sebagai bagian dari edukasi konservasi penyu terhadap masyarakat sekitar.
Kita berharap atas kunjungan tim dari pusat ke dua lokasi konservasi penyu Sumatera Barat ini memberikan dampak positif. Juga diharapkan jadi “trigger” meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke kawasan ekowisata konservasi penyu di Sumatera Barat.
Sehingga masyarakat disekitarnya kawasan juga dapat merasakan dampak ekonomi atas meningkatnya jumlah kunjungan tamu ke kawasan tersebut. Kami tunggu kunjungan kawan-teman lain, yang belum pernah ke lokasi ini. Tidak jauh dari pusat kota dan biayanpun tidak mahal. Sangat murah di ongkos, sangat sesuai dengan “tagline” urang awak ; MM alias “murah meriah”.
Salam konservasi !
*Harfiandri Damanhuri
Penulis adalah Dosen Universitas Bung Hatta, Padang