Padangkita.com - Koalisi Masyarakat Sipil menilai tim penasihat Hukum Gubernur Sumbar Irwan Prayitno (IP) berkelit menyebut laporan polisi yang dibuat oleh IP tidak untuk menyerang kebebasan pers atau memidanakan pers.
"Kami berpendapat bahwa yang disampaikan oleh Penasihat Hukum IP pada siaran persnya itu hanya upaya untuk berkelit, padahal muara dari laporan itu sudah dapat diduga ingin membungkam kebebasan pers, ujar Direktur LBH Pers Padang, Roni Saputra melalui keterangan tertulis yang diterima Padangkita.com, Sabtu (2/06/2018).
Roni mengatakan ada empat alasan bahwa bantahan tim penasihat hukum IP dianggap sebagai upaya berkelit. Pertama, katanya, Benni Okva adalah wartawan Harian Haluan, dan yang Ia posting pada akun facebooknya itu adalah capture halaman pertama Harian Haluan, dan tidak ada penambahan opini darinya.
"Yang Ia posting adalah karya jurnalistik dan produk Harian Haluan, Bukan tulisan atau informasi yang Ia produksi sendiri, Ia hanya mendistribusikan atau mentransmisikan informasi yang sudah menjadi konsumsi publik." Ujar Roni.
Mengenai tuduhan Benni Okva memposting berita Harian Haluan sebelum sampai ke tangan pembaca, Roni mengatakan itu adalah tuduhan yang keliru, karena katanya yang diposting oleh Benni Okva adalah produk Haluan dalam bentuk digital (e-paper).
"Selain berbentuk koran (cetak) Haluan juga memiliki produk digital berupa e-paper dan web portal," kata Roni.
Selain itu, menurut Roni, IP melalui tim penasihat hukumnya menunjukkan sikap yang tidak konsisten. Menurutnya, siaran pers IP diperoleh pada tanggal 1 Mei, yang berjudul "Berita Harian Haluan Sabtu, Tanggal 28 April 2018 Memfitnah, Menzalimi dan Mencemarkan Nama Baik Irwan Prayitno," sangat jelas mempersoalkan berita Harian Haluan.
Alasan kedua, menurut Roni, pada pemeriksaan yang dilakukan oleh Penyidik Ditreskrimsus Polda Sumbar terhadap Benni Okva pada Kamis (31/05/2018), terungkap bahwa IP dalam laporannya menggunakan Pasal 18 ayat (2) UU Pers.
Ia mengatakan Pasal 18 ayat (2) adalah ketentuan pidana terhadap pelanggaran pada Pasal 5 dan Pasal 13 UU Pers. Dan subjek hukum atau pihak yang ingin dituju pada ketentuan itu adalah Perusahaan Pers bukan pribadi. Artinya, dengan penggunaan Pasal 18 ayat (2) dapat disimpulkan, yang ingin disasar IP pada laporannya tersebut adalah Harian Haluan.
"Jika Tim Penasihat Hukum IP mengatakan yang ingin dipidanakan hanya Benni Okva, patut diduga itu hanyalah kamuflase saja, karena sebelum pembuktian terhadap kesalahan Benni Okva yang memposting berita Harian Haluan dilakukan, maka harus dibuktikan terlebih dahulu perbuatan Harian Haluan dalam berita yang diposting Benni Okva itu melanggar hukum pers atau tidak." Katanya.
Alasan Ketiga, menurut Roni, jika Tim Penasihat Hukum IP mengatakan hanya ingin memidanakan Benni Okva secara pribadi, Ia menilai IP terlalu represif selaku pejabat publik. Apalagi, apa yang dilakukan Benni Okva adalah bagian dari haknya terhadap informasi yang dijamin oleh negara sebagai hak asasi manusia, yakni menyebarkan informasi.
Ia mengatakan poin pentingnya adalah bahwa informasi yang diposting itu bukanlah dibuat oleh Benni Okva tapi Harian Haluan dan informasi itu terkait dengan kepentingan orang banyak, maka setiap orang harus tahu terhadap informasi itu. Selain itu, katanya, informasi yang diposting itu adalah informasi yang sifatnya terbuka dan komersil.
"Informasi itu, tanpa diposting oleh Benni Okva pun akan tersebar luas dan diketahui oleh publik," katanya.
Alasan keempat, kata Roni, Koalisi Masyarakat Sipil menilai laporan polisi IP patut diduga tidak hanya ingin membungkam kebebasan Pers, tapi juga mengancam partisipasi publik, terutama pers, dalam pemberantasan korupsi.
Menurutnya Harian Haluan adalah salah satu media di Sumatera Barat yang selama ini cukup fokus dan konsisten memberitakan kasus SPJ Fiktif.
Berdasarkan ke empat alasan itu, kata Roni, Koalisi Masyarakat Sipil mengecam laporan polisi IP terhadap Benni Okva. Ia meminta penyidik pada Polda Sumbar profesional dan proporsional dalam menindaklanjuti laporan polisi IP, dan mendesak dihentikannya proses hukum terhadap laporan tersebut.
Tergabung dalam koalisi masyarakat sipil adalah LBH Pers Jakarta, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Yayasan Perlindungan Insani Indonesia, LBH Pers Padang, Perkumpulan Integritas, Pusat Kajian Gerakan Bersama Anti Korupsi (PK Gebrak) Universitas Negeri Padang, Aliansi Komunitas Seni Indonesia (AKSI), Komunitas Anti Korupsi (KAPSI) Universitas Negeri Padang, Bung Hatta Antikorupsi (BHAKTI) Universitas Bung Hatta Padang, Badan Antikorupsi (Bako) Sumatera Barat, Lembaga Kajian Hukum dan Korupsi (LuHaK) Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM), Lembaga Advokasi Mahasiswa & Pengkajian Kemasyarakatan (LAM & PK) Fakultas Hukum Unand, Nurani Perempuan, Fitra Sulawesi Selatan, Walhi Sumatera Barat, dan PBHI Sumatera Barat.