Virus Corona membuat para perawat kehilangan kesempatan menghibur pasien yang tengah berjuang melawan hidup, bahkan untuk tersenyum lebar pun mereka tak bisa.
New York, Padangkita.com - Amerika Serikat telah menjadi negara dengan kasus virus corona tertinggi di dunia. Hingga hari ini Minggu (12/4/2020), lebih dari 500 ribu kasus positif terinfeksi corona telah terkonfirmasi dari negara Paman Sam itu.
Tim medis menjadi garda terdepan dalam penanganan corona, mereka bahkan dijuluki 'pahlawan' yang berjasa selama pandemi virus corona menjangkit di seluruh dunia, termasuk AS.
Demi melindungi diri dari penularan saat menjalankan tugas mulianya, para tim medis harus bersedia mengenakan berlapis alat pelindung diri (APD) setiap hari, bahkan sepanjang hari.
Namun, banyak yang tidak menyadari betapa berlapis APD itu menyimpan banyak kisah bersama tim medis dalam peperangannya melawan virus corona dalam tubuh sang pasien.
Para perawat di Amerika Serikat (AS) misalnya, upaya mereka untuk menghibur pasien yang tengah berusaha keras melawan corona sirna terhalang APD yang dikenakannya.
Seorang perawat rumah sakit di Kota New York bernama Sam menceritakan bahwa ia tidak bisa lagi tersenyum pada pasien. Hal tersebut berawal dari niatnya yang ingin membantu seorang pasien Covid-19 yang gugup.
Pasien tersebut melakukan sejenis lelucon dan untuk menghiburnya, Sam pun ikut tertawa. Namun, Sam menyadari bahwa ia merasakan ada udara di matanya.
Senyum lebar itu telah membuat masker respirator N95 milik Sam terangkat dan membuat udara bocor menembus wajahnya.
Sam tahu betul betapa menyeramkan hal tersebut, ia sadar bahwa covid-19, penyakit saluran pernapasan mematikan itu dapat ditularkan melalui udara.
"Itu adalah saat yang suram," katanya, dilansir dari Reuters, Sabtu (11/4/2020).
Kisah lain datang dari seorang perawat di Rumah Sakit Mt. Sinai di Manhattan, Peggy Desiderio, ia menyebut hatinya tersayat saat dia harus membatasi diri dan waktunya dengan pasien yang menurutnya sangat membutuhkan teman untuk bicara.
Saat seorang pasien lanjut usia memanggilnya, bukannya langsung mengunjungi, sang perawat harus berlari memasang berlapis APD seperti masker, sarung tangan dan hazmat terlebih dahulu.
Dan saat telah menemui pasien tersebut, Desiderio pun harus menegaskan bahwa waktunya tidak banyak.
"Saya harus mengatakan 'tunggu sebentar,' lalu pakai APD saya," kata Desiderio,
"Lalu aku merasa bersalah karena aku harus memburunya. Dia benar-benar membutuhkan teman, suara manusia,” tambahnya.
Ikatan melalui mata
Berlapis APD yang dikenakan tim medis dalam menangani kasus corona sebagai upaya perlindungan diri agar tidak tertular, membuat para tim medis kehilangan kesempatan untuk menghibur pasien yang tengah berjuang melawan hidup, bahkan untuk tersenyum lebar pun mereka tak bisa.
Menyikapi hal tersebut, dokter di AS pun mencoba menemukan cara lain untuk membuat ikatan dengan pasiennya.
Seorang psikolog dan instruktur di Harvard Medical School, Jacqueline Sperling menyebutkan bahwa senyum tidak hanya ditampilkan melalui bibir, menurutnya, matapun dapat melakukannya.
Dengan kondisi berlapis APD itu, dia yakin senyum melalui mata telah berhasil membuat ikatan dengan pasiennya, yang membuat pasiennya terhibur.
"Seseorang kadang-kadang dapat menentukan emosi seseorang berkomunikasi hanya dengan melihat mata," ujar Sperling.
Seorang dokter residen rehabilitasi dan pengobatan fisik di Metropolitan Hospital Center di Manhattan, Dr. Sonika Randev, pun punya cara yang unik untuk membuat ikatan dengan pasiennya.
Dokter muda berusia 35 tahun itu memperlihatkan foto dirinya kepada pasien dengan harapan sang pasien dapat mengenali bagaimana wajahnya dan merasa lebih aman. [*/try]