Padangkita.com - 20 organisasi dari 15 provinsi yang tergabung dalam Jaringan Anti Korupsi dari seluruh Indonesia mendesak Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Setya Novanto (Setnov) mundur dari jabatannya.
Desakan itu disampaikan menyikapi penetapan Setnov sebagai tersangka kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk (KTP ) Elektronik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut mereka, selain penetapan tersangka Setnov langkah maju dalam upaya membongkar mega korupsi E-KTP, juga kabar buruk yang mencoreng marwah DPR.
“ Setnov menambah daftar panjang wakil rakyat terjerat kasus korupsi. Dengan statusnya sebagai Ketua DPR aktif, membuat kepercayaan publik terhadap DPR makin tergerus “ ujar Koordinator Lembaga Anti Korupsi Integritas, Arief Paderi yang masuk dalam jaringan, dalam siaran persnya.
Selain Integritas dari Sumatera Barat, juga tergabung MaTA (Aceh), Sahdar (Sumatera Utara), Fitra (Riau), GGW (Jawa Barat), Banten Bersih (Banten), KRPK (Jawa Timur), FH Trunojoyo (Jawa Timur), MCW (Jawa Timur), Pattiro (Jawa Tengah)Gemawan (Kalimantan Barat), CRPS (Kalimantan Timur), Puspaham (Sulawesi Tenggara), ACC (Sulawesi Selatan), Somasi (NTB), Bengkel APPek (NTT), Yappika (Jakarta), Polling Center (Jakarta), Indonesia Bussiness Links (Jakarta) dan Indonesia Corruption Watch (Jakarta).
Di sisi lain, Jaringan Anti Korupsi tersebut juga mengapresiasi keberanian KPK menetapkan Setnov yang juga Ketua Umum Partai Golkar sebagai tersangka. Setya Novanto disangka melakukan tindak pidana Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan ancaman pidana maksimal seumur hidup.
Menurut Arief Paderi, ini menunjukkan keseriusan lembaga anti rasuah itu mengusut kasus yang diduga banyak melibatkan politisi dan partai politik.
“ Penetapan ini patut diapresiasi, terlebih lagi dilakukan ditengah tekanan politik “Hak Angket DPR” ungkap Arief.
Dengan penetapan Setnov sebagai tersangka E-KTP, Jaringan 15 Lembaga Anti Korupsi se - Indonesia menilai adanya kepentingan yang menguat dalam penggunaan Hak Angket KPK yang tengah digulirkan DPR RI. Mereka menyebut Hak Angket telah bermasalah secara hukum, mengganggu penanganan kasus korupsi E-KTP, dan kerja-kerja KPK lainnya.
Berdasarkan kajian dan analisis yang dilakukan, Jaringan Anti Korupsi menyampaikan tiga tuntutan, yaitu mendesak Setnov mundur sebagai Ketua DPR RI, mendesak DPR menarik penggunaan hak angket untuk menghormati penanganan kasus E-KTP, serta menghimbau publik menolak memilih parpol dan anggota DPR pendukung Hak Angket KPK di Pemilu Serentak 2019.
“ Apabila hak angket tetap dilanjutkan dengan mengabaikan masalah hukum dan kentalnya konflik kepentingan, khususnya dengan kasus E-KTP, kami mengajak publik untuk menjadikan hal ini sebagai bahan pertimbangan bagi publik dalam menentukan pilihan pada pemilu 2019 “ tegas Arif.
Tiga tuntutan yang disampaikan Jaringan Anti Korupsi itu juga disampaikan langsung dalam aksi di depan gedung DPR RI, Rabu (19/07/2017) siang. Mereka juga menggelar teatrikal dan memajang foto anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket di pagar gedung DPR.