Lubuk Basung, Padangkita.com – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Agam melakukan patroli lapangan dan memasang tiga unit kamera trap untuk memantau pergerakan Harimau Sumatra di kawasan Cagar Alam Maninjau, tepatnya di Nagari Sungai Pua, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam.
Tindakan itu merupakan salah satu upaya mencegah terjadinya konflik satwa liar bernama latin Panthera tigris sumatrae dengan warga di Sungai Pua. Catatan BKSDA Resor Agam, antara permukiman warga Sungai Pua dengan kawasan Cagar Alam Maninjau hanya berjarak dua kilometer.
Menurut Kepala BKSDA Resor Agam Ade Putra, permukiman warga yang sangat dekat dengan habitat asli Harimau Sumatra, tidak menutup kemungkinan konflik akan berkepanjangan.
“Maka dari itu, selama tiga hari ke depan, sesuai dengan prosedur penanganan konflik, kita akan terus memantau pergerakan Harimau Sumatra tersebut. Selain patroli langsung ke lapangan, juga dibantu dengan kamera trap yang dipasang di tiga titik berbeda,” kata Ade, Kamis (25/6/2020).
Selain itu, pihaknya juga melakukan pengusiran dengan menggunakan bunyi-bunyian dari meriam bambu dan meriam buatan lainnya.
Baca juga: Harimau Sumatra Diduga Serang Hewan Ternak Warga di Agam
“Kita juga melakukan pengusiran. Harapannya, Harimau Sumatra itu kembali masuk ke dalam hutan. Cagar Alam Maninjau adalah salah satu habitat aslinya. Itu terus kita jaga,” ujar Ade.
Ia menjelaskan, sebelumnya telah terjadi konflik sebagaimana yang dilaporkan Wali Nagari Sungai Pua pada Selasa (23/6/2020). Dua ekor kerbau milik warga Sungai Pua mengalami luka yang tidak wajar. Luka tersebut seperti terkena cakaran dan gigitan hewan buas.
Setelah diindentifikasi, dua ekor kerbau (satu dewasa satu anak) itu disimpulkan diserang Harimau Sumatra. Luka-luka yang ditemukan pada bagian kaki belakang, bagian leher dan pundak, adalah bekas cakaran dan gigitan Harimau Sumatra.
“Luka itu kita simpulkan akibat cakaran dan gigitan Harimau Sumatra. Untuk kerbau dewasa, mengingat lukanya parah, sudah dijual pemilik kepada toke kerbau, sedangkan anak kerbau sudah diobati oleh mantri kesehatan hewan,” ujar Ade.
Dugaan kerbau milik warga itu diserang si raja rimba, lanjut Ade, juga diperkuat dengan temuan tanda-tanda keberadaan berupa jejak dengan ukuran 11 centimeter. Bahkan, saat monitoring lapangan pada Rabu (24/6/2020) pagi, ditemukan jejak baru yang masih basah.
“Diperkirakan, jejak baru yang ditemukan itu baru dilalui sekitar satu jam sebelum kami tiba di lokasi. Kami imbau warga untuk tidak berbuat di luar ketentuan yang ada. Tentunya, tetap harus waspada dan menjaga ternak-ternak peliharaan. Jangan tempatkan ternak itu di pinggir hutan,” ingat Ade. [and/pkt]