Padangkita.com – Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Herman Suryatman menegaskan pegawai negeri sipil (PNS) laki-laki tak harus mengambil cuti hingga sebulan untuk mendampingi istri melahirkan. Hal itu disampaikannya untuk meluruskan pandangan mengenai lama waktu cuti yang bisa diambil PNS saat mendampingi istri melahirkan.
Herman mengingatkan, sesuai Pasal 310 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil ada tujuh jenis cuti untuk PNS, yaitu cuti tahunan, cuti besar, cuti sakit, cuti melahirkan, cuti karena alasan penting, cuti bersama, dan cuti di luar tanggungan negara. Cuti mendampingi istri melahirkan termasuk ke dalam jenis cuti karena alasan penting.
“Jadi cuti bagi PNS laki-laki yang mendampingi istrinya melahirkan bukanlah cuti tersendiri semata-mata karena istri melahirkan, tetapi cuti karena alasan penting, yang antara lain dapat diambil untuk mendampingi istri apabila proses kelahirannya betul-betul membutuhkan pendampingan, seperti operasi caesar atau membutuhkan perawatan khusus,” terang Herman, Rabu (14/03/2018), dikutip dari setkab.go.id.
Mengutip Peraturan Kepala (Perka) Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 24 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Cuti Pegawai Negeri Sipil, Herman menjelaskan bahwa pemberian cuti karena alasan penting terdiri atas 15 poin. Poin ketiga Perka BKN tersebut berbunyi: “PNS laki-laki yang istrinya melahirkan/operasi sesar dapat diberikan cuti karena alasan penting dengan melampirkan surat keterangan rawat inap dari Unit Pelayanan Kesehatan.”
“Jadi tidak benar bahwa PNS laki-laki bisa begitu saja mengambil cuti sampai satu bulan apabila istrinya melahirkan, tetapi ada ketentuan yang ketat yakni harus melampirkan surat keterangan rawat inap dari Unit Pelayanan Kesehatan,” terang Herman.
Ia juga menjelaskan bahwa lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan durasi paling lama 1 (satu) bulan dengan mengajukan permintaan secara tertulis. Pengertian satu bulan itu, kata dia, merupakan waktu paling lama.
Dengan demikian, cuti yang bisa diambil tidak selalu satu bulan, tetapi bisa kurang, disesuaikan dengan kondisi objektif dan alasan yang akuntabel. Apalagi dengan perkembangan teknologi kedokteran belakangan ini, memungkinkan orang yang melahirkan dengan operasi sesar untuk sembuh dalam waktu yang lebih cepat.
“Jadi cuti sampai satu bulan itu hanya untuk kasus-kasus tertentu saja, yang memang betul-betul membutuhkan pendampingan suami,” ujarnya.