Batusangkar, Padangkita.com - Menjadi seorang bidan di daerah terpencil dan terpinggir tidaklah gampang. Tidak hanya berkorban waktu dan tenaga serta materi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Namun lebih dari itu, bidan benar-benar dituntut untuk totalitas, termasuk mental yang harus kuat.
Demikian dialami oleh seorang bidan desa bernama Yunita Putri, 28 tahun, yang bertugas di Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat (Sumbar).
Jalanan kecil selebar dua meter menuju Jorong Mawar I maupun Jorong Mawar II di Nagari Lubuk Jantan dipenuhi tanjakan dan turunan tajam dengan tebing dan jurang di sisi jalan. Meski jalanan sudah beraspal, namun sudah banyak yang rusak dan berlubang serta licin. Ada yang ditambal dengan semen, namun di sisinya malah berlubang dan kasar.
Jalanan itulah yang saban hari selalu dilewati oleh warga untuk keluar masuk menuju kampung lain atau ke pusat pemerintahan nagari.
Kawasan perkampungan di Jorong Mawar sejatinya berada dalam kawasan Pegunungan Seribu, dengan kontur ketinggian dan lembah.
Pada umumnya, permukiman warga banyak yang berada di atas perbukitan dan jauh dari jalan utama. Bahkan ada beberapa kampung permukiman yang hingga saat ini masih ada jalan tanah bebatuan. Jika hujan lebat turun, jalanan itu tidak bisa ditempuh oleh kendaraan.
Di sanalah Yunita Putri bertugas menjadi bidan desa sejak 2020 lalu hingga sekarang. Artinya, sudah memasuki tahun ketiga dirinya mengabdi melayani kesehatan warga untuk Jorong Mawar I maupun Jorong Mawar II.
Tidak sedikit rintangan dalam bertugas yang dijalaninya, terutama dalam keterbatasan fasilitas kesehatan yang dimiliki tidak memadai.
Dim ana dirinya tidak hanya bertindak sebagai bidan untuk pelayanan kesehatan ibu hamil dan balita namun perannya terkadang sudah merangkap menjadi dokter maupun perawat.
Menjadi bidan di daerah itu, dirinya tidak semata-mata fokus dalam pelayanan kesehatan untuk ibu hamil, bayi maupun balita. Namun, semua penyakit yang diderita warga pertama kali akan diadukan kepadanya. Baik itu pasien laki-laki maupun wanita.
Bertugas sendirian di daerah terpencil dengan luas daerah yang menyebar serta susah ditempuh, membuat Yuni--sapaan akrabnya--kewalahan juga. Namun, dirinya tetap gigih dalam menekuni tugasnya.
Beruntungnya, Yuni merupakan warga setempat yang kebetulan ditugaskan di sana. Hingga dengan sepenuh hati memberikan pelayanan kesehatan untuk warga di jorongnya itu. Sedangkan bidan-bidan yang pernah bertugas di sana selalu tidak bertahan lama karena tidak sanggup dan merengek minta pindah ke daerah yang lebih baik.
Sejak bertugas pada 2020 lalu, dengan status pegawai kontrak, Yuni mulai bertugas pada masa Covid-19 melanda. Bertugas di daerah terpencil itu tidak segampang bertugas di daerah lain yang kesadaran warga mulai tinggi. Namun, di Jorong Mawar baik Mawar satu maupun dua, kesadaran warga masih minim.
Warga setempat lebih memiliki keyakinan berobat kampung dari pada medis. Meski berbagai sosialisasi telah digencarkan, namun tidak gampang merubah pendirian warga yang selama ini minim mengenyam pendidikan.
Pada saat pemberian vaksinasi Covid-19, warga setempat banyak yang tidak mau divaksin, termasuk ibu hamil. Bahkan, warga melarikan diri ke kebun untuk menghindari vaksinasi. Meski sudah dijemput petugas, tetap saja warga bersikukuh untuk menolak.
Dengan kondisi tersebut, sebagai tenaga medis satu-satunya bagi dua jorong, Yuni hanya bisa bersabar dan terus berupaya memberikan kesadaran kepada warga, termasuk berkolaborasi dengan para kader posyandu, kader KB, wali jorong dan pemerintahan nagari setempat.
Kesulitan lain terutama terhadap kesehatan ibu hamil tetap diprioritaskan, jika di daerah lain ibu hamil datang ke puskesmas atau rumah sakit maupun pusat kesehatan lain datang memeriksakan kesehatan kehamilan, namun di Mawar, bidan lah yang mendatangi rumah ibu hamil.
Hal itu dilakukan agar kesehatan ibu hamil dapat dipantau secara berkala demi menjaga kondisi ibu hamil. Dalam melaksanakan tugasnya, Yuni harus menempuh jarak yang jauh dengan kondisi jalan yang buruk.
Bahkan pernah di dusun Puangan, yang merupakan perkampungan paling jauh di Jorong Mawar dengan kondisi jalan tanah, Yuni sempat kehujanan dan terpaksa harus berjalan kaki pulang, sedangkan kendaraan roda duanya terpaksa ditinggalkan dan baru dijemput keesokan harinya.
"Makanya kalo sekarang ingin pergi melakukan pemeriksaan, saya mengajak teman, ataupun suami, atau minta tolong pada pak jorong untuk membawa kendaraan," ujar Yuni, saat ditemui di kediaman Kepala Jorong Mawar I, Gamal Abdul Naser.
Meskipun memiliki tantangan terberat seperti jarak maupun kondisi jalan, namun berkat kegigihannya memberikan pendampingan dan pemeriksaan berkala itu kepada ibu hamil, tidak pernah terjadi sesuatu yang diluar kendali, seperti kasus kematian ibu ataupun anak.
"Hanya saja kadang ada yang ingin melahirkan pada malam hari, tentu saja kami dampingi ke puskesmas atau rumah sakit, dengan memakai mobil warga, kadang memakai sepeda motor," terangnya.
Tidak hanya menjadi bidan bagi ibu hamil, keberadaan Yuni sendiri sebagai tenaga medis yang meliputi Jorong Mawar satu dan Dua, menjadi tempat utama bagi warga lainnya, seperti bagi warga yang terluka, mengalami kecelakaan, jatuh, dan berbagai kejadian lainnya.
"Untuk saat ini yang menjadi pantauan kita ada dua orang ibu hamil di Mawar I, dan lima orang ibu hamil di Mawar II," ujarnya.
Setidaknya pemeriksaan bagi ibu hamil dilakukan Yuni dengan mendatangi rumah mereka minimal enam kali sampai melahirkan.
Meski Yuni merupakan warga setempat, namun Yuni yang sudah bersuami dan memiliki satu anak, menempati bangunan Polindes di Mawar I. Bangunan itu saat ini juga sudah tidak layak huni karena sudah banyak yang rusak serta atapnya juga bocor.
"Kita juga tidak memiliki peralatan, obat-obatan yang lengkap terutama seperti oksigen tidak kita miliki. Jika ada warga yang butuh oksigen terpaksa dilarikan ke Puskesmas Lubuk Jantan, yang jaraknya lumayan jauh," bebernya.
Beruntung untuk Posyandu, Yuni dibantu oleh 25 kader Posyandu dan lima orang kader KB. Meski begitu, tetap dibutuhkan waktu untuk memberikan kesadaran kepada warga untuk menggunakan KB.
"Karena pada umumnya warga kita jarang yang ber KB, jadi angka kehamilan cukup tinggi. Sekarang masih mendingan, kalau sebelumnya bahkan ada warga yang memiliki anak hingga belasan," katanya.
Bersama para kader, penyuluhan dan sosialisasi kesehatan tetap diimbaukan kepada warga setempat akan pentingnya kesehatan terutama kepada kaum ibu. Karena pada dasarnya sejak dahulu banyak remaja menjadi ibu muda atau menikah dini di daerah tersebut.
"Selain itu banyak warga kita yang masih percaya pada obat kampung, untuk merubah keyakinan itu tidak gampang karena sudah turun temurun dari generasi sebelumnya," ujarnya.
Biasanya, jika ada warga yang akan melahirkan, pihak keluarga akan segera menghubungi Yuni. Parahnya kadang karena di lokasi kekurangan sinyal, terpaksa terkadang Yuni dijemput oleh pihak keluarga.
Kadang kala, saat Yuni mendampingi pasien ke puskesmas, ada warga lain yang membutuhkan pertolongan medis, Yuni harus kelabakan. Selama ini masih bisa ditangani dengan cara dihubungi dan dicarikan jalan keluar.
"Sewajarnya minimal ada dua bidan desa untuk dua jorong ini. Namun, saat ini hanya saya sendiri," ujar istri Arito Putra tersebut.
Selama ini Yuni sebagai pegawai kontrak tidak jarang memakai uang pribadinya untuk membeli obat bagi warga.
"Karena obat-obatan kita terbatas, jadi kadang kita memakai uang pribadi untuk membelikan obat," ujar ibu dari Alfendra Iskian Arriny itu.
Beruntung pada akhir tahun lalu, Yuni diangkat menjadi pegawai P3K. Meski begitu tetap saja banyak kendala dan rintangan yang dihadapinya.
Sementara itu Kepala Jorong Mawar I, Gamal Abdul Naser mengungkapkan, setidaknya saat ini sangat dibutuhkan tenaga medis lainnya, karena memang lokasi yang luas serta warga yang cukup banyak.
Saat ini, setidaknya di Mawar I terdapat 1.369 jiwa atau 405 Kepala Keluarga (KK) yang membutuhkan pelayanan kesehatan kapanpun, sedangkan di Mawar II terdapat 279 KK atau hampir seribuan jiwa.
"Kadang bidan kita kesulitan untuk transportasi, kita selalu berupaya membantu semaksimal mungkin. Dan juga kita tegaskan kepada bidan, dalam keadaan bagaimanapun tetap berikan pelayanan bagi warga, baik mereka memiliki uang atau tidak," ujar Gamal.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Tanah Datar Yesrita Zedrianis mengatakan, saat ini memang masih banyak tenaga bidan yang dalam status kontrak.
"Pada tahun lalu ada 90 orang bidan kita yang diangkat menjadi pegawai P3K, dan saat ini masih ada 40 bidan lagi yang dalam status kontrak," ujarnya.
Kendalanya sebut Yesrita saat ini adanya aturan yang mengatur soal tenaga honor, kemudian juga minimnya anggaran.
Khusus untuk kondisi seperti di Jorong Mawar sebutnya, memang masih minim namun pihaknya berupaya memaksimalkan dalam memberdayakan tenaga yang ada saat ini.
"Untuk kendaraan atau transportasi, nanti bisa pihak nagari mengusulkan pada saat Musrembang, dan juga dari pihak kita usulkan, jadi bisa bersama-sama. Dan tentunya butuh uluran tangan semua pihak memberikan kesadaran kepada warga akan pentingnya kesehatan," tukasnya. [djp]