Padang, Padangkita.com - Balai Bahasa Sumatra Barat (Sumbar) segera menerbitkan Kamus Bahasa Minangkabau dan Mentawai sebagai upaya melestarikan dan mencegah kepunahan kosa kata bahasa daerah tersebut.
"Kamus bahasa Minangkabau merupakan edisi ketiga, sedangkan kamus bahasa Mentawai baru edisi pertama," kata Kepala Balai Bahasa Sumbar Aminulatif ketika berbincang dengan Padangkita.com, Senin (21/2/2022).
Dua kamus tersebut, kata dia, dalam proses percetakan dan akan diterbitkan dalam waktu dekat.
Aminulatif merinci, kamus bahasa Minangkabau memuat sebanyak 29.289 entri. Ada tambahan 9.655 entri dibandingkan edisi sebelumnya yang terbit tahun 2012.
Adapun kamus bahasa Mentawai yang masih edisi pertama memiliki 5.263 entri yang merangkum dialek Sipora Pagai.
"Pemilihan dialek Sipora Pagai karena sebaran geografisnya paling luas dan paling banyak jumlah penuturnya. Kita akan kembangkan ke depan agar bisa merangkum dua dialek lainnya, yakni dialek Siberut Utara dan Siberut Selatan," ujar dia.
Aminulatif mengatakan, banyak kosa kata, frasa, dan idiom bahasa daerah dari Minangkabau dan Mentawai yang tidak terpakai lagi dan berangsur lenyap.
"Bahasa Minangkabau, misalnya, memiliki banyak ungkapan yang sarat metafora, seperti petatah-petitih saat penyambutan tamu. Kekayaan bahasa seperti ini, kebanyakan generasi muda Minangkabau sekarang tidak mengerti lagi," ujarnya.
Baca juga: Dinilai Badan Bahasa, Padangkita.com Paling Baik dalam Penggunaan Bahasa Indonesia di Sumatra
Selain membuat kamus, Balai Bahasa Sumbar juga aktif mengusulkan kosa kata bahasa Minangkabau dan Mentawai untuk pemerkayaan kosa kata Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
"Setiap tahun kita mengusulkan 500 kosa kata, meskipun tidak semuanya dapat dimasukkan ke dalam KBBI karena ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi," tuturnya.
Pihaknya berharap, pemertahanan bahasa daerah mendapat dukungan tokoh agama dan tokoh masyarakat melalui berbagai medium pembelajaran.
Baca juga: Eulogi untuk Dua Pakar Neurolinguistik: Gusdi Sastra dan Totok Suhardijanto
"Pembelajaran itu bisa dibuat non-formal, seperti bengkel bahasa dan sastra yang muatannya kearifan lokal. Hasilnya dipublikasikan dalam bentuk digital. Kami siap mendukung," lanjutnya. [den/pkt]