A/a

A/a

Yusrizal KW. [Foto: dok.pribadi]

Orang Minang, kalau berkata, “Dek a paja tu?” maka, huruf “a” bisa bermakna sebagai kata, yang artinya, “apa”. Kalau “dek a paja tu” itu kita bahasa Indonesiakan, artinya kurang lebih begini: karena apa dia itu. Huruf “a”, setidaknya, bisa pula kita percaya kalau di Minang hal itu menjelaskan dirinya sebagai kata.

Misalnya, “A dek ang?” Pertanyaan ini, agak tajam, yang kalau diterjemahkan bebas ke bahasa Indonesia, “Mau apa kamu?” Huruf A dalam hal ini, bolehlah kita mengerti sebagai “mau apa”. Atau bisa menjadi “apa maumu”.

Bagi orang Minang “a” atau “A” yang disuarakan atau dilafazkan untuk kalimat tertentu atau jawaban sapaan tertentu, ternyata eh ternyata, bisa memberi penafsiran kepada kita, ternyata orang Minang itu, satu huruf “A”/”a” saja, bisa hadir sebagai sebuah kata, yang bisa dijelaskan keberadaan dirinya.

Perhatikan kalimat berikut ini, yang oleh orang Minang huruf a/A berdiri sendiri dan bisa menjelaskan kalimat yang diikutinya atau mengikuti. “A juo lai? (apa juga lagi?)”, “ka ba a juo lai (mau bagaimana juga lagi), “A a se tu diagiahnyo awak?” (apa-apa saja tu diberinya kita) dan tentu pembaca, terutama yang orang Minang, acap mendengar “a”/”A” tersebut oleh orang Minang, dalam percakapan sehari-hari.

Tekanan atau artikulasi atau irama suara dalam pengucapan kalimat yang ada “a” sebagai penentu maksud, juga akan menawarkan tafsir. Kalau dia mengucapkan pada kita, “A juo dek ang lai?”, biasanya, kalimat yang berarti “mau apa lagi kamu ini”, energi kalimat yang diungkapkan itu, bisa saja bernada marah. Tapi, kalau disampaikan dengan nada suara yang datar dan lembut, sambil tersenyum pula, tentulah, maksudnya menanyakan maunya kita apa, secara baik-baik pula. Pertanyaan ini, biasanya muncul dikarenakan, misal, ada sesuatu yang semula sudah dianggap selesai, terus ditanya-tanya juga lagi, diulang-ulang pula.

Sama halnya, “A nan kalamak dek angku”, yang kalau disampaikan dalam bahasa yang keras dan marah, ini artinya menantang, yang kalau diterjemah bebaskan ke bahasa Indonesia, bisa jadi begini, “Maumu, Apa?” Arti lainnya, yah, kalau sudah marah, emosi, ingin ngajak jotos, “Lu jual gua beli”.

Kalau ada kalimat “dek a paja ko?”, yang artinya kenapa sih anak ini, huruf a dalam kalimat tersebut, oleh kata “dek” di depannya, menjadi kenapa. Pertanyaan “dek a pajako?”, bisa berarti banyak oleh orang Minang. Tergantung konteks kalimat atau persoalan yang mengaitkan pertanyaan dengan realita yang dilihat.

Kalau misalnya, anak gadis kita, yang selama ini pendiam, tiba-tiba tersenyum-senyum sendiri, suka nyanyi sendiri, pertanyaan yang kerap muncul oleh keluarga atau abaknya, “dek a paja ko?” yang berarti kenapa sih anak ini, kok bawaannya tiba-tiba begitu. Kalau tiba-tiba pula misalnya, kita lagi enak-enak baca koran, tahu-tahu ada orang datang marah-marah, lalu pergi, kita bingung sambil berkata, “dek a paja tu?”.

Baca juga: Pakuak

Pertanyaan yang kena “a” tadi, jawabannya semacam penjelasan, bahwa ada sesuatu yang tiba-tiba dan perlu kita pertanyakan pula. Tapi, memang menarik, orang Minang itu, huruf “a” saja, bisa hidup kata dibuatnya, atau banyak menghidupkan kata. Huruf “a”, sesungguhnya penguatan, untuk mempertanyakan, untuk mendapat jawaban sesuatu. (*)


Penulis: Yusrizal KW, dikenal sebagai penulis cerita pendek dan telah melahirkan tiga buku kumpulan cerpen. Pernah menjabat Redaktur Budaya Harian Padang Ekspres 2005 – 2020.

Baca Juga

Pembangunan Sumbar Era Prabowo dari Perspektif Kolaborasi Politik: 'Manjuluak' dan 'Maelo'
Pembangunan Sumbar Era Prabowo dari Perspektif Kolaborasi Politik: 'Manjuluak' dan 'Maelo'
Nobar Film 'Sadang di Bawah', Mahyeldi Dukung Industri Kreatif Lokal Minang
Nobar Film 'Sadang di Bawah', Mahyeldi Dukung Industri Kreatif Lokal Minang
Roberia Apresiasi Seminar tentang Pendidikan Muatan Lokal Bahasa dan Sastra Minangkabau
Roberia Apresiasi Seminar tentang Pendidikan Muatan Lokal Bahasa dan Sastra Minangkabau
Pendaftaran Tanah Ulayat: Gubernur Mahyeldi  Terima Penghargaan dari Kementerian ATR/BPN
Pendaftaran Tanah Ulayat: Gubernur Mahyeldi Terima Penghargaan dari Kementerian ATR/BPN
Braditi Moulevey Terpilih jadi Ketua DPW IKM Jakarta, Andre Rosiade: Insya Allah lebih Baik
Braditi Moulevey Terpilih jadi Ketua DPW IKM Jakarta, Andre Rosiade: Insya Allah lebih Baik
Tradisi Marandang Perlu Diwariskan, Jangan Sampai Anak Muda Cuma Tahu Lezatnya saja
Tradisi Marandang Perlu Diwariskan, Jangan Sampai Anak Muda Cuma Tahu Lezatnya saja