Berita Padang, berita Sumbar terbaru dan berita Demo Omnibus Law UU Cipta Kerja Padang: BEM se-Sumbar membantah adanya massa bayaran saat demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Padang.
Padang, Padangkita.com - Badan Eksekutif Mahasiswa se-Sumatra Barat (BEM SB) menyayangkan respons pemerintah yang menyebut unjuk rasa penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang dilakukan oleh BEM dan sejumlah aliansi mahasiswa, serta beberapa ormas, ditunggangi dan dibiayai oleh sejumlah oknum.
Dalam konferensi pers di kampus Pasca-Sarjana FISIP Unand, Rabu (14/10/2020), BEM SB juga mengkritik keras pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut adanya disinformasi atau hoaks terkait Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, sehingga timbul gejolak penolakan dari masyarakat berupa aksi unjuk rasa.
"Kami mewakili 30 kampus di Sumbar yang tergabung dalam BEM SB meluruskan dan menegaskan, kami tidak pernah ditunggangi siapapun, dan kami tidak pernah menerima uang dari siapapun untuk melakukan aksi unjuk rasa ini," ujar salah Iqhsan Guciano, Koordinator Pusat BEM SB.
Dia menegaskan, mahasiswa yang tergabung dalam aliansi BEM SB berunjuk rasa menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja pada 7 Oktober 2020, murni atas gerakan mahasiswa dalam membela hak dan kepentingan rakyat.
Aliansi BEM SB mengecam keras pernyataan-pernyataan para elite pemerintah terkait tuduhan yang tidak berdasar kepada para mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa. Terutama kepada Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyebut gerakan aksi penolakan UU Cipta Kerja dibiayai oleh oknum tertentu.
"Kita memang ditunggangi, tapi ditunggangi oleh kepentingan masyarakat, orang-orang yang haknya ditindas oleh pemerintah," tegas Iqhsan.
BEM SB menilai, tuduhan-tuduhan tak berdasar itu hanyalah pengalihan isu yang dilakukan oleh pemerintah agar penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja bisa reda. Sejak awal aksi unjuk rasa mahasiswa beberapa bulan lalu, pemerintah selalu mengeluarkan komentar seperti itu. Namun tidak ada pembuktian yang jelas.
"Sudah delapan kali sama yang kemarin kami melakukan aksi, pemerintah selalu menuding kami ditunggangi dan dibiayai oleh oknum tertentu, tapi mana buktinya? Tentu pemerintah tak bisa membuktikannya," tutur Iqhsan.
Terkait pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut adanya hoaks yang beredar soal Omnibus Law, BEM SB menilai, sebagai seorang Presiden harusnya menyampaikan secara jelas dan sesuai dengan undang-undang, soal bagian mana saja yang merupakan hoaks.
"Bagaimana bisa dikatakan hoaks sementara draf final Undang-Undang Cipta Kerja saja belum ada," ucap Iqhsan.
Di sisi lain, kata Iqhsan, secara tidak langsung Presiden Joko Widodo telah menunjukkan kegagalan dalam mengelola negara dengan berbagai instrumen. Sehingga terjadi hoaks dan disinformasi, khususnya terkait UU Cipta Kerja yang menimbulkan kerancuan di tengah-tengah masyarakat.
"Kami menolak berdasarkan kepada berbagai draf Undang-Undang Cipta Kerja yang telah beredar. Ada lima draf yang kami dapat dan pada semua draf tersebut memang ada pasal-pasal yang sangat merugikan kepentingan masyarakat, terutama buruh," kata Iqhsan.
Aliansi BEM SB, lanjut dia, tetap berkomitmen dan menuntut agar Presiden Jokowi segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkan Omnibus Law. "Jika tidak, kami akan terus melakukan gerakan aksi penolakan secara kolektif," pungkasnya.
Sementara itu, perwakilan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumbar, Dedi yang juga hadir dalam kesempatan itu, menyatakan menolak Omnibus Law berdasarkan 10 pasal yang sangat merugikan kaum buruh.
Pada 10 pasal itu, kata dia, berkaitan dengan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) bersyarat dan UMSK (Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota) dihilangkan, nilai pesangon yang berkurang, PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau karyawan kontrak seumur hidup, PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), outsourcing seumur hidup, dan waktu kerja eksploitatif.
Baca juga: Tuduhan Pelajar dan Remaja Dibayar untuk Rusuh saat Demo Tolak Omnibus Law di Padang Tidak Benar
"Selain itu, sanksi pidana bagi pengusaha dihapus, tenaga kerja asing (TKA), cuti dan hak upah atas cuti hilang, dan tidak ada jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi pekerja kontrak dan outsourcing seumur hidup," ujar dia. [pkt]