SIRINE meraung memecah gerimis yang membasahi pagi di pusat Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Bagi warga Kota Arang, nama lain Sawahlunto, sirine ini menjadi ciri khas kota tambang yang menandakan dimulainya aktivitas para pekerja tambang Ombilin. Tambang batu bara yang dibuka sejak tahun 1891.
Tambang besar di Sawah Lunto ini memiliki sejarah sendiri. Dan saya pun tertarik untuk menyusurinya lebih dalam. Tentang bagaimana perjalanan tambang ini.
Saat masih dikuasai Belanda, tambang ini banyak mempekerjakan orang-orang China dan Singapura. “Karena tambang yang dalam, mereka digantikan buruh tahun 1894, dengan alasan upah,” ujar petugas Museum Goedang Ransoem, Amitri, di sela-sela perhelatan ‘Tour de Singkarak 2012’.
Sejumlah tahanan kolonial, di Sawahlunto yang dikenal dengan sebutan orang rantai pun dipekerjakan di tambang dalam dengan upah 25 sen serta tanggungan asuransi.
Tambang dalam ini merupakan tambang tertua di Indonesia. Pada saat dibuka pada tahun 1896, pekerja tambang belum dilengkapi dengan safety procedure yang memadai. Ini yang membuat banyak pekerja mengalami kecelakaan saat menjalankan tugasnya.
Salah satu lubang tambang dalam yang kini dijadikan sebagai objek wisata adalah Lubang Mbah Soero. Lubang tambang dalam pertama di Sawahlunto.
Nama ini diampil dari nama seorang mandor saat itu. Baru pada tahun 2007, lubang ini kembali dibuka intuk tujuan wisata. Diperkirakan, tambang dalam ini memiliki panjang hingga belasan kilometer. Namun, baru 186 meter yang dioperasikan untuk kegiatan wisata.
“Sejak 1930, tambang dalam ini ditutup karena rembesan Batang Lunto yang menutupi lubang,” ujar pemandu Lubang Mbah Soero, Sudarsono.
Sudarsono sendiri ikut membangun kembali konstruksi lubang tambang dalam dengan lebar sekitar 2 meter dan ketinggian 2,5 meter ini. Rel untuk mengangkut batubara diganti dengan anak tangga. Sejumlah tiang penyangga beton dibangun disejumlah titik untuk memperkuat konstruksi lubang yang sebagian besar dindingnya masih menyisakan batu bara kualitas tinggi.
“Saat dibuka kembali, lubang ini dipenuhi air, sehingga butuh 23 hari untuk menyedot airnya,” katanya. Suhu lembab dan tetesan air yang merembes terasa menyergap saat melalui lorong-lorong tambang yang juga memiliki banyak cabang.
Salah satu cabang lorong yang mengarah ke menara Masjid Agung Nurul Islam, dahulu digunakan sebagai cerobong asap PLTU. Dari sini, pengunjung bisa langsung naik ke atas melewati jalur keluar yang berada tepat di seberang jalan depan gedung Info Box, museum
Lubang Mbah Soero.
Tempat Aman
Mungkin museum ini masih terasa aneh, tapi Anda tidak perlu khawatir, pengelola sudah melengkapinya dengan CCTV yang terpasang disetiap sudut. Dan juga Blower berukuran besar. Anda tidak perlu mencemaskan oksigen di sini.
Blower ini juga berfungsi untuk menetralisir gas methan yang dihasilkan dari dalam lubang tambang. Sejumlah lampu dipasang untuk menerangi lorong. Kini, Lubang Mbah Suro beralih fungsi menjadi objek wisata unggulan di Sawahlunto. Tambang dalam ini diyakini masih memiliki kandungan batu bara terbaik yang mencapai jutaan ton.