SELAMA masa kampanye Pilkada Kabupaten Limapuluh Kota tahun 2024, begitu banyak hasil survei terkait dengan elektabilitas pasangan calon yang dirilis media massa dan dibagikan di media sosial oleh tim sukses, tim pemenangan, maupun relawan. Pertanyaannya, apakah lembaga-lembaga survei tersebut, sudah dapat legitimasi dari KPU dalam melaksanakan survei atau jajak pendapat?
Kita sama tahu. Bahwa sesuai Keputusan KPU Nomor 9 Tahun 2023, untuk mendapatkan legitimasi dalam melaksanakan kegiatan survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat hasil Pemilu, lembaga survei atau jajak pendapat dan lembaga hitung cepat, wajib memenuhi sejumput ketentuan.
Itu diatur dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2022 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
Dalam Pasal 10 Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022 memang dituliskan, bahwa masyarakat dapat melakukan kegiatan partisipasi dalam bentuk sosialisasi, pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jajak pendapat, dan/atau penghitungan cepat.
Namun, dalam Pasal 16 peraturan yang sama ditegaskan, bahwa survei atau jajak pendapat itu harus dilakukan lembaga survei yang berbadan hukum di Indonesia; bersifat independen; mempunyai sumber dana yang jelas; dan terdaftar di KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota, sesuai dengan cakupan wilayah kegiatan survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat.
Pertanyaan kita, apakah lembaga-lembaga atau pihak-pihak yang sudah terlanjur merilis hasil survei Pilkada Limapuluh Kota pada masa kampanye Pilkada 2024, sudah memenuhi ketentuan yang diatur dalam PKPU 9/2022?
Termasuk, ketentuan soal harus mendaftar di KPU Limapuluh Kota, paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara. Saat mendaftar itu, lembaga survei atau jajak pendapat, mesti melampirkan pernyataan tidak melakukan keberpihakan, menggunakan metode penelitian ilmiah, dan melaporkan metodologi, sumber dana, jumlah responden, tanggal, dan tempat pelaksanaan survei.
Bila lembaga-lembaga survai atau pihak-pihak yang terlanjur merilis hasil survei Pilkada Limapuluh Kota 2024, betul-betul sudah terdaftar di KPU, maka lembaga-lembaga tersebut, setelah melakukan dan menyampaikan hasil surveinya, wajib pula mkembuat laporan kepada KPU. Dimana, laporan itu mesti memuat sumber dana yang dibuktikan dengan laporan hasil audit oleh akuntan publik, sebagaimana diatur oleh undang-undang mengenai akuntan publik.
Sekarang, pertanyaan kita, apakah lembaga-lembaga yang melakukan survei Pilkada Limapuluh Kota dan terlanjut merilis hasil surveinya, sudah terdaftar di KPU Limapuluh Kota. Kalau belum terdaftar, kok sudah berani merilis hasil survei, melalui media online dan dibagikan di media sosial? Di mana peran Bawaslu?
Sebaliknya, kalau lembaga survei ini sudah mendaftar untuk melakukan survei, maka perlu juga ditanyakan, apakah sudah membuat laporan hasil survei kepada KPU, dengan mencantumkan dari mana sumber dana surveinya?
Untuk ini, Bawaslu bersama KPU Limapuluh Kota, harus bertegas-tegas dan berjelas-jelas soal aturan mengenai survei Pilkada. Apalagi, KPU dan Bawaslu sudah mendapatkan dana hibah sebesar Rp37 miliar untuk pelaksanaan Pilkada, termasuk hibah dari Pemkab Limapuluh Kota, dengan persetujuan dari lembaga DPRD. Jangan sampai, dana hibah Pilkada buat Bawaslu dan KPU yang jumlahnya lebih dari seperempat jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Limapuluh Kota tahun 2024, tidak dibarengi peningkatan kualitas demokrasi.
Sejauh ini, kita sangat menghargai dan mengapresiasi, kinerja KPU dan Bawaslu Limapuluh Kota bersama jajaran, termasuk PPK, Panwascam, PPS, KPPS, Panwas Lapangan, dan Linmas sebagai tenaga PAM TPS nantinya. Namun, kita tetap minta Bawaslu dan KPU, agar bisa bertindak tegas dan bisa transparan, soal aturan survei dan jajak pendapat Pilkada. Jangan sampai, hasil survei yang dirilis tanpa mematuhi aturan, membuat gaduh suasana Pilkada yang sudah dikawal Polri dan TNI sekondusif mungkin.
Pada bagian lain, kita juga menghargai, Bawaslu Limapuluh Kota yang sudah mengingatkan soal cuti dan izin kampanye bagi anggota DPRD. Tentu ini bukan karena ada conflict of interest. Tetapi, karena amanat Pasal 53 PKPU 13 Tahun 2024. Walau begitu, kita minta Bawaslu tak hanya garang ke DPRD.
Baca juga: KPU Sumbar Perbarui Tata Cara Pemungutan Suara Pilkada 2024, Pengawasan Lebih Efektif
Bawaslu dan juga KPU, harus mengingatkan semua pihak, soal semua aturan Pillkada. Terlebih soal aturan survei Pilkada, seperti diatur dalam Keputusan KPU Nomor Nomor 1035 Tahun 2023 dan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022. Semoga saja.
[*]
Penulis: M. Fajar Rillah Vesky, Anggota DPRD Kabupaten Limapuluh Kota