Padangkita.com – Sejumlah masyarakat yang terdampak rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di kawasan Gunung Talang Bukit Kili, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok mengaku pernah mengalami tindakan intimidasi. Intimidasi dilakukan oleh pejabat daerah ataupun aparat keamanan kepada masyarakat yang menolak kehadiran pembangkit listrik geothermal itu.
Perwakilan dari Nagari Batu Banyak Afrilni mengatakan bahwa dirinya masyarakat lainnya sempat mendapatkan intimidasi dari salah seorang perangkat desa saat rapat Program Keluarga Harapan (PKH) beberapa waktu lalu. Para penerima PKH diancam akan dicoret namanya bila terlibat dalam demo penolakan pembangunan pembangkit listrik geothermal tersebut.
Baca juga:
PT Hitay Daya Energy Bawa Aparat Bersenjata, LBH Padang: Itu Bentuk Intimidasi ke Masyarakat
Terkait Pengadangan terhadap PT Hitay Daya Energy, Masyarakat: Tidak Ada Penyanderaan
“Memang setelah itu pimpinan dari perangkat desa tersebut meminta maaf dan mengaku khilaf, tapi dampaknya banyak masyarakat tidak jadi ikut demo. Mereka takut,” kata Afrilni, dalam konferensi pers di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Padang (LBH), Kamis (23/11/2017).
Intimidasi juga pernah dialami oleh Gusfitriyenti, perwakilan masyarakat dari Nagari Batu Bajanjang. Ia mengaku pernah dipaksa oleh walinagari dan ninik mamak untuk menjual satu setengah hektar lahan miliknya untuk dijadikan jalan dan lokasi perkantoran perusahaan. Jika tidak mau menjual, ia diancam akan dijerat dengan undang-undang No. 21 Tahun 2014 dengan ancaman tiga tahun penjara dan denda Rp 70 juta.
“Saya diancam dengan undang-undang itu karena dianggap telah menentang keputusan negara dalam melakukan pembangunan,” kata perempuan yang akrab dipanggil Gus ini.
Selain diancam, Gus juga diiming-imingi dengan uang Rp 150 juta untuk melepaskan lahannya. Walinagari dan ninik mamak bahkan rela berangkat ke Padang untuk membujuk Gus. Namun, tawaran tersebut ditolaknya mengingat banyaknya masyarakat yang akan terdampak oleh proyek tersebut.
Upaya intimidasi tidak hanya dilakukan oleh pimpinan desa, tetapi juga oleh aparat keamanan. Hal itu diakui oleh Yasmulyaldi, perwakilan Nagari Batu Bajanjang. Yas mengatakan, masyarakat yang menyebarkan leaflet yang berisi informasi soal risiko dari pembangkit listrik geothermal pernah dipanggil pihak kepolisian. Mereka dinilai telah mencemarkan nama baik pemerintah dan perusahaan.
“Padahal informasi yang ada di leaflet tersebut kami ambil dari dokumen UKL-UPL perusahaan,” ujar Yas.
Tidak hanya itu, keikutsertaan beberapa anggota TNI dalam rombongan PT Hitay Daya Energy dalam kericuhan di Batu Bajanjang, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Senin (20/11/2017) lalu juga membuat masyarakat merasa terintimidasi. Asmir Umar, perwakilan dari Nagari Selayo Tanang, mengatakan, kehadiran militer tersebut cukup membuat masyarakat merasa tertekan, meskipun mereka tidak melakukan apa-apa.
Baca juga:
Beberapa Dampak yang Ditimbulkan Pembangkit Listrik Geothermal
Walhi Sumbar Rekomendasi Hentikan Proyek Pembangunan Geothermal
Keikutsertaan militer bersenjata lengkap dalam rombongan perusahaan turut dikritik oleh Direktur LBH Padang Era Purnama Sari. Dirinya memandang keikutsertaan militer adalah bentuk intimidasi kepada masyarakat. Jika tujuan kedatangan hanya untuk meninjau lokasi, perusahaan tidak perlu membawa aparat bersenjata. Secara psikologi sosial, hal demikian membuat situasi tidak kondusif dan menimbulkan kericuhan.
“Kehadiran militer hanya diperlukan untuk mengamankan aset vital negara. Bukan mengamankan proyek swasta,” ujarnya.
Sebelumnya, satu unit mobil dari PT Hitay Daya Energy dibakar oleh massa yang mengatasnamakan dari masyarakat Salingka Gunung Talang, Kabupaten Solok. Saat itu, perwakilan dari PT Hitay Daya Energy meninjau lokas eksplorasi untuk proyek energi panas bumi (geothermal) di Batu Bajanjang, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Senin sore (20/11/2017).
Warga yang marah memaksa seluruh rombongan pimpinan PT Hitay yang terdiri Senior Project Manager Novianto dan Heri untuk turun dari mobilnya. Beberapa anggota TNI yang berada di mobil kedua, tak mampu berbuat banyak ketika massa yang mulai marah mulai melempari mobil dengan batu.