Jakarta, Padangkita.com – Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang terdiri dari Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) memutuskan memberhentikan dengan tidak hormat seorang Hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan berinisial MS.
Sidang di Gedung MA, Jakarta menyatakan MS terbukti menerima uang dari pihak yang sedang berperkara, melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim serta Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 - 02/PB/P.KY/09/2012.
“Majelis menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan hakim,” kata Ketua Sidang MKH sekaligus Wakil Ketua KY, Siti Nurdjanah dalam keterangan tertulis, Senin (12/5/2025).
Dalam pemeriksaan, MS terbukti melakukan pertemuan dengan seorang advokat dan menjanjikan bantuan untuk "mengatur" hasil 11 perkara, termasuk sejumlah perkara kasasi di MA.
MS juga mengakui menerima uang, namun berdalih yang tersebut merupakan pinjaman pribadi yang telah dikembalikan, disertai surat pernyataan dari pemberi uang.
Hanya, majelis menilai pembelaan tersebut tidak relevan. Sebab, MS ternyata juga pernah tersangkut masalah serupa dan dijatuhi sanksi oleh MA.
“Terlapor (MS) sudah pernah mendapat sanksi dari MA sebelumnya berupa teguran tertulis atas pelanggaran etik serupa. Artinya, pelanggaran ini bukan kali pertama,” tegas Siti Nurdjanah.
Pihak Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang melakukan pembelaan terhadap MS meminta majelis mempertimbangkan riwayat pengabdian MS selama 9 tahun sebagai hakim ad hoc serta kondisi keluarga. Namun majelis MKH tetap menolak semua pembelaan tersebut.
Majelis MKH terdiri dari unsur KY: Siti Nurdjanah, M. Taufiq HZ, Joko Sasmito, dan Mukti Fajar Nur Dewata. Sementara unsur MA diwakili oleh Hakim Agung Agus Subroto, Noor Edi Yono, dan Imron Rosyadi.
Baca juga: DPR RI dan Presiden Terpilih Prabowo Komitmen Sejahterakan Hakim se-Indonesia
Disebutkan, putusan tegas ini menjadi pengingat bahwa integritas adalah harga mati dalam dunia peradilan. Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi hakim yang menyalahgunakan kewenangan, terlebih dalam perkara yang menyangkut keadilan publik. [*/pkt]