Padang, Padangkita.com - Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatra Barat (Sumbar), Sayuti Datuk Rajo Pangulu membenarkan pernyataan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, bahwa orang Sumbar hari ini tidak sepopuler pada zaman dahulu.
Menurut Sayuti, pernyataan tersebut harus ditanggapi sebagai bentuk kerisauan Megawati yang juga merupakan tokoh yang diberi gelar Bundo Kandung di Ranah Minang. Suami Megawati, kata Sayuti, yaitu Taufik Kiemas, merupakan orang Minang yang telah diberi gelar datuk.
"Buk Megawati benar itu. Sebagai seorang Bundo Kandung yang telah diberi gelar di Sumbar, dia risau, mungkin sudah greget atau sangat marah karena tidak ada lagi tokoh (yang muncul di Sumbar). Dia rindu suaminya yang merupakan orang Minang," ujar Sayuti saat dihubungi Padangkita.com via telepon, Jumat (13/8/2021).
Dia juga membenarkan, bahwa tidak banyak tokoh-tokoh nasional pada hari ini yang yang lahir dari Minangkabau. Kondisi tersebut berbeda dengan zaman sebelum atau pasca-kemerdekaan Indonesia, di mana banyak tokoh lahir dari Sumbar, bukan hanya di bidang pergerakan, tapi juga di bidang lainnya.
Sayuti menyampaikan, hal tersebut disebabkan karena orang Minang sendiri yang sudah meninggalkan atau tidak lagi memahami adat dan ajaran agama dengan baik.
"Orang dulu, sebelum berangkat merantau, mereka belajar silat, mengaji, adat. Kalau kini orang merantau ndak bawa bekal. Tanya adat, tidak tahu. Tanya agama, tidak tahu. Tentu kita tidak jadi populer," ungkapnya.
Kondisi ini, jelas Sayuti, berbeda dengan orang Minang zaman dahulu. Orang Minang dulu jika merantau mereka akan belajar adat dan agama terlebih dahulu. Dia menyebutkan, tokoh nasional asal Minang zaman dahulu telah menjadi datuk dan paham agama sebelum mereka merantau.
"Agus Salim, seorang datuk, tahu adat, tahu agama. Bung Hatta, datuk, tahu adat, tahu agama. Hamka apo lai (apa lagi). Muhammad Natsir juga. Mereka belajar dulu di surau, dima-dima (dimana-mana), belajar adat, belajar pasambahan, belajar sopan santun," jelasnya.Sayuti menilai, penyebab orang Minang zaman kini tidak sepopuler orang Minang zaman dahulu, juga karena orang Minang zaman sekarang pergi merantau tidak membawa bekal atau kepandaian.
Hal tersebut berbeda dengan orang Minang dahulu yang kalau merantau harus memiliki sejumlah kepandaian terlebih dahulu.
"Kepandaian itu seperti pandai mengaji dan sembahyang (salat), pandai bakola dan silat, pandai menjahit dan memasak, pandai bertukang dan berdagang, pandai baparak dan baladang (berkebun). Itu diajarkan sebelum berangkat. Kalau kini, orang berangkat dengan baju dan sarawa sahalai (celana sehelai) se," paparnya.
Padahal, jelas Sayuti, dengan kepandaian itu, orang Minang bisa disegani di tempat dia merantau sehingga bisa menjadi tokoh tempat di mana dia tinggal.
Contoh sederhananya, katanya, ketika orang Minang pandai mengaji dan sembahyang, maka di tempat rantau, dia akan menjadi imam dan khatib di masjid atau musala sehingga jemaah pun akan mengenalnya. Alhasil, dia pun akan menjadi orang yang ditokohkan di tempat dia merantau.
Dia pun menerangkan, agar orang Minang bisa sepopuler zaman dahulu, maka mereka harus kembali belajar dan memahami adat dan agama dengan baik. Dia meminta orang Minang agar kembali ke surau dan menghidupkan kembali suasana surau.
Oleh karena itu, dia pun meminta pemerintah daerah untuk membuat program untuk melahirkan tokoh yang bisa mengerti adat dan agama, kemudian menyediakan anggaran terkait hal tersebut.
Dia juga meminta pemerintah daerah untuk melibatkan masyarakat untuk mewujudkan program tersebut. Kepala daerah juga harus melibatkan tigo tungku sajarangan yang terdiri atas ninik mamak, alim ulama, dan cerdik sebagai pemimpin informal.
"Orang ini harus bersatu menyiapkan generasi untuk menjadi seorang yang tangguh, terampil, dan ulet baik dia berada di dalam atau di luar Minang," ungkapnya.Sayuti menyampaikan, apa yang dibutuhkan niniak mamak dan alim ulama untuk menyiapkan generasi muda harusnya dibantu oleh pemerintah daerah melalui anggaran sebagai golongan cerdik pandai di Minang.
Dahulu, ucap Sayuti, LKAAM dan Bundo Kandung memperoleh anggaran dari pemerintah daerah mengajarkan adat kepada siswa dan mahasiswa dengan datang ke sekolah dan kampus secara langsung. Tapi sekarang tidak ada lagi.
"Sejak sepuluh tahun tidak ada lagi anggaran dari pemerintah daerah," uajarnya.
Sayuti menambahkan, pernyataan Megawati tentang orang Minang tidak sepopuler dulu merupakan kerisauan Megawati sebagai seorang Bundo Bandung di Ranah Minang dan memiliki suami seorang datuk yang juga Ketua MPR.
Diberitakan sebelumnya, Megawati mengatakan Sumbar tidak seperti yang dikenalnya dulu. Dia bertanya-tanya mengapa tokoh-tokoh Sumbar yang muncul sekarang tidak sepopuler dulu. Bahkan, katanya, Sumbar dari sebelum kemerdekaan sampai setelah merdeka memiliki tokoh-tokoh yang luar biasa.
Baca juga: Megawati: Sumatra Barat yang Dulu Saya Kenal, Sekarang Sudah Berbeda
Di antaranya, kata Megawati, yaitu Sutan Syahrir, Tan Malaka, Mohammad Yamin, KH Agus Salim, Rasuna Said, Hamka, M Natsir, Abdul Muis, Rohana Kudus, Bagindo Aziz Chan, Ilyas Ya’kub, dan sebagainya. [zfk]