Tanggapan untuk Disbud Sumbar: Perbaiki Kosakata dalam Festival Itu

Opini Holy Adib

Holy Adib. [Foto: Dokumentasi Pribadi]

Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menanggapi kritik saya tentang nama festival film yang mereka selenggarakan, yakni Dokumenter Film Festival (Dokufes). Sayangnya, tanggapan tersebut tidak menyelesaikan persoalan.

Dalam berita “Penjelasan Disbud Sumbar Soal Pemakaian Bahasa Asing Dalam Dokufes” (Padangkita.com, 21 Maret 2021) Kepala Bidang Kesenian dan Diplomasi Budaya Disbud Provinsi Sumbar, Ilfitra, mengatakan bahwa Dokufes hanya nama kegiatan. Penamaan tersebut hanya sebagai jargon, bukan dimaksudkan sebagai frasa dalam sebuah kalimat. Menurutnya, nama Dokufes mestinya dilihat sebagai kreasi. Katanya lagi, “Ada berbagai macam nama kegiatan festival film. Kebetulan nama Dokufes belum ada, jadi kita memakainya karena lebih singkat dan mudah diingat.”

Jawaban tersebut saya anggap tidak menyelesaikan persoalan karena persoalannya ialah nama kegiatan itu tidak jelas, antara memakai bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Saya sudah menjelaskan hal itu dengan lengkap dalam esai saya “Dokumenter Film Festival: Sebuah Kecerobohan Berbahasa” (Padangkita.com, 21 Maret 2021). Kalau Disbud Provinsi Sumbar masih tidak mengerti, saya ulangi lagi penjelasan itu secara singkat (silakan baca versi lengkapnya pada esai saya tersebut). Persoalannya sederhana: Jangan memakai kosakata campur aduk dalam nama kegiatan. Kalau penyelenggara acara itu mau menggunakan bahasa Inggris, tulis saja Documentary Film Festival, sedangkan jika ingin memakai bahasa Indonesia, tulis saja Festival Film Dokumenter. Persoalannya, penyelenggara acara itu memilih kosakata campur aduk, yakni dokumenter, film, festival. Kata dokumenter itu kata bahasa Indonesia. Sementara itu, kata film dan festival dan frasa Dokumenter Film Festival adalah kata bahasa Inggris karena berada dalam struktur frasa bahasa Inggris, yakni struktur menerangkan-diterangkan. Dalam bahasa Indonesia pada umumnya dipakai struktur diterangkan-menerangkan. Kesimpulannya, saya tidak mempersoalkan nama festival itu, tetapi mempermasalahkan kata dokumenter yang dipakai dalam nama tersebut jika nama acara tersebut memakai (struktur) bahasa Inggris. Kalau kata dokumenter itu diganti dengan kata documentary, supaya semua kata dalam nama festival itu memakai bahasa Inggris dan sesuai pula dengan struktur frasa bahasa Inggris, persoalannya selesai. Tidak ada lagi masalah setelah itu. Apa susahnya bagi penyelenggara acara mengganti kata itu agar benar?

Komentar yang ingin saya tanggapi selanjutnya ialah komentar penamaan tersebut hanya sebagai jargon, bukan dimaksudkan sebagai frasa dalam sebuah kalimat. Jika yang dimaksud jargon dalam komentar itu ialah slogan, slogan bisa berupa frasa, dan memang slogan lazim berupa frasa jika nama acara itu Dokumenter Film Festival—Dokufes merupakan akronim nama tersebut. Dokumenter Film Festival itu merupakan slogan yang berbentuk frasa. Jadi, kata slogan dan frasa itu tidak perlu dibenturkan. Karena itu, saya tidak salah menyebut Dokumenter Film Festival sebagai frasa dalam tulisan esai saya sebelumnya itu. Akan tetapi, jika yang dimaksud nama festival itu ialah Dokufes, perlu dijelaskan dulu apakah Dokufes itu akronim atau kata tersendiri? Kalau akronim, Dokufes tentu dibentuk dari Dokumenter Film Festival, tidak mungkin dari Documentary Film Festival, yang jika diakronimkan menjadi Docufes. Apabila bukan akronim, nama Dokufes sah-sah saja. Namun, penjelasan tentang Dokufes itu tetap harus diperbaiki, dari Dokumenter Film Festival menjadi Documentary Film Festival. Saya lihat hari ini penjelasan Dokufes di akun Instagram @Dokufes sudah diubah menjadi Festival Film Dokumenter. Penjelasannya Dokufes sebagai nama acara sudah diganti menjadi frasa bahasa Indonesia, tetapi kata-kata lain dalam poster itu masih memakai kata bahasa Inggris dan frasa campur aduk bahasa Indonesia dan Inggris, yakni YOUR IDENTITY, YOUR GLORY, COMING SOON, Join to Roadshow, Entry to Workshop, Submission, Enjoy the Award, MENUJU ROADSHOW, DOKUMENTER FILM FESTIVAL 2021. Untuk apa kata-kata bahasa Inggris ini dipakai jika deskripsi Dokufes itu sudah diubah menjadi bahasa Indonesia (Festival Film Dokumenter). Siapa peserta dan penonton yang dituju dengan menggunakan kata-kata bahasa Inggris itu? Seperti yang saya ingatkan sebelumnya, sebelum memilih bahasa yang akan dipakai, ingatlah bahwa berbahasa merupakan tindakan yang punya sasaran. Sesuaikanlah pilihan bahasa dan diksi dengan sasaran dari tindakan berbahasa tersebut.

Selanjutnya saya ingin menanggapi komentar, “Nama Dokufes mestinya dilihat sebagai kreasi. Ada berbagai macam nama kegiatan festival film. Kebetulan nama Dokufes belum ada, jadi kita memakainya karena lebih singkat dan mudah diingat.” Jika yang dimaksud kreasi pada komentar itu ialah kosakata campur aduk dalam frasa Dokumenter Film Festival, saya turut prihatin dengan pemahaman pemberi komentar itu akan selera kreasinya. Sementara itu, kalau yang dimaksud kreasi pada komentar itu ialah penamaan Dokumenter Film Festival, yang singkat dengan tujuan mudah diingat, apa salahnya mengganti kata dokumenter dengan documentary pada nama itu karena sama-sama singkat dan mudah diingat. Mengubah kata dokumenter dengan documentary tidak akan membuat nama festival itu menjadi panjang dan susah diingat. Jika sudah diubah, Documentary Film Festival pun bisa diakronimkan menjadi Docufes atau Docufest. Jadi, persoalannya tinggal pada penyelenggara acara itu, apakah mau mengubah kata dokumenter dengan documentary. Saya sudah memberikan semua argumen agar kata itu diubah. Adapun jika benar bahwa yang dimaksud dengan kreasi, lebih singkat, dan mudah diingat itu nama Dokufes, itu bukanlah kreasi baru. Sudah ada nama festival film yang seperti itu, yakni Dokufest: International Documentary & Short Film Festival (diadakan di Kosovo).

Baca Juga: Dokumenter Film Festival: Sebuah Kecerobohan Berbahasa

Jangan kira melalui kedua esai ini saya ingin mengubah nama festival film itu karena tidak ada yang berubah pada nama kegiatan tersebut. Jangan pula menyangka bahwa saya menolak acara itu. Saya hanya ingin kegiatan yang diselenggarakan oleh Disbud Sumbar, yang tentu saja memakai uang pemerintah daerah untuk mengadakan acara besar, digelar dengan sebaik-baiknya, seperti menggunakan riset, dimulai dari riset menamai festival dan deskripsi nama festival. Jika festival ini diadakan dengan baik, semua pihak tentu harus mendukungnya.


Holy Adib
Esais Bahasa

Baca Juga

Indonesia Vs Arab Saudi: Duel Seru di Lapangan, Sampah Plastik Jadi 'PR' Kita Semua
Indonesia Vs Arab Saudi: Duel Seru di Lapangan, Sampah Plastik Jadi 'PR' Kita Semua
Media Sosial dan "Fluid Identity"
Media Sosial dan "Fluid Identity"
Populisme Islam Digital di Sumatera Barat
Populisme Islam Digital di Sumatera Barat
Pembangunan Sumbar Era Prabowo dari Perspektif Kolaborasi Politik: 'Manjuluak' dan 'Maelo'
Pembangunan Sumbar Era Prabowo dari Perspektif Kolaborasi Politik: 'Manjuluak' dan 'Maelo'
"Trash Talking": Ejekan di Game Online
"Trash Talking": Ejekan di Game Online
Gubernur Mahyeldi Dorong Petani Sumbar Manfaatkan Perhutanan Sosial untuk Tingkatkan Kesejahteraan
Gubernur Mahyeldi Dorong Petani Sumbar Manfaatkan Perhutanan Sosial untuk Tingkatkan Kesejahteraan