SETARA Institute Desak Pemerintah Pulangkan Anak-Anak WNI Eks-ISIS

Berita terbaru. SETARA Institue. SETARA Institute Desak Pemerintah Pulangkan Anak-Anak WNI Eks-ISIS ke Indonesia. Baca Padangkita.com

SETARA Institute (Foto: Ist)

Padang, Padangkita.com - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memang telah menyatakan menolak memulangkan sekitar 660 WNI eks-ISIS ke tanah air. Namun, beberapa kemungkinan lain seperti pemulangan sebagian atau kebijakan lain dapat dilaksanakan. Sebab, masalah itu akan diputuskan melalui rapat terbatas (Ratas) dengan kementerian dan lembaga.

Sementara, wacana pemulangan WNI eks-ISiS hingga kini terus menjadi polemik. Opini publik yang "mainstream" di media sosial cenderung khawatir, bahkan menolak pemulangan warga Indonesia eks-ISIS terkait dengan potensi ancaman radikalisme bahkan idelogi ekstremisme kekerasan (violent extremism) yang akan ditularkan mereka ke dalam negeri.

Sedangkan pemerintah belum satu sikap. Menteri Agama cenderung menginginkan pemulangan, sementara Menkopolhukam dan Presiden sejauh ini cenderung menahan diri dan buying time dalam isu tersebut. Berkenaan dengan isu ini, SETARA Institute menyampaikan sejumlah pendapat sebagaimana diterima Padangkita.com secara tertulis, Jumat (7/2/2020).

Pertama, SETARA Institute mendesak Pemerintah merancang dan mengambil kebijakan komprehensif yang presisi sehubungan dengan keberadaan sejumlah anggota dan simpatisan ISIS asal Indonesia yang berada di kamp tahanan di Suriah di bawah otoritas Kurdi. Kekhawatiran publik di dalam negeri sangat beralasan, karena itu, kehati-hatian diperlukan, sebab menyangkut keamanan nasional.

Baca juga: Setara Institute Minta Kapolri Turun Tangan Bebaskan Sudarto

"Ketergesa-gesaan dalam masalah ini jelas merupakan pendekatan yang tidak tepat, apalagi disinyalir beberapa di antara mereka adalah eks-kombatan yang pernah bertempur sebagai tantara ISIS dan secara ideologis berwatak keras," kata Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos,

Meskipun sejauh ini belum ada kesepakatan internasional mengenai bagaimana memperlakukan eks-anggota dan simpatisan ISIS, pemerintah harus realistis dan cepat atau lambat, mesti mengambil sikap.

Pemerintah harus segera menyusun rencana kontiggensi (contingency plan) dan strategi yang menyeluruh mengenai keberadaan eks-anggota dan simpatan ISIS asal Indonesia.

Indonesia Harus Memprakarsai

SETARA mengusulkan agar Indonesia memprakarsai dan menggalang kesepakatan internasional tentang nasib eks-anggota, kombatan, dan simpatisan ISIS.

Kerja sama internasional dibutuhkan karena ISIS dan ekstremisme-kekerasan serupa ISIS merupakan ancaman global. Apalagi di tingkat domestik, begitu banyak negara, tak terkecuali Indonesia, menghadapi ancaman kelompok ekstrem yang hingga kini masih eksis.

Di sisi lain, otoritas Kurdi yang membawahi kamp tahanan eks-ISIS di Suriah, sudah sejak lama mendesak negara-negara untuk mengambil dan memulangkan orang-orang yang berasal dari negara masing-masing.

Otoritas Kurdi menyatakan bahwa keberadaan mereka hanya menjadi beban bagi mereka, bukan hanya sosial-ekonomi, tapi juga keamanan. Namun, belum ada respons memadai dari dunia internasional.

"Meski begitu, sejumlah negara sudah mengambil tindakan secara parsial. Jerman dan Australia sudah mengambil inisiatif tersendiri untuk memulangkan sejumlah anak-anak, tanpa orang tuanya. Sedangkan USA mengambil sejumlah orang untuk diadili karena berkaitan dengan kasus teror yang berjalan di pengadilan," terang Bonar.

Dalam pandangan SETARA, pemerintah Indonesia harus realistis bahwa pada akhirnya, mau tidak mau, Indonesia harus mengambil tanggung jawab terhadap orang-orang asal Indonesia yang pernah menjadi anggota dan simpatisan ISIS. "Kita pada saatnya tidak bisa menolak keberadaan dan kembalinya mereka ke Indonesia," lanjut Bonar.

Alasan bahwa sebagian mereka telah membuang paspor dan menyatakan bukan warga Indonesia serta pernah bertempur menjadi tentara asing pada saatnya tidak akan relevan. Isu kemanusiaan dan statelessness akan menjadi concern utama dunia internasional. Apalagi ISIS meskipun pada masa kejayaannya memiliki struktur dan teritori seperti negara tidak pernah diakui oleh entitas internasional manapun sebagai negara.

Dalam pandangan SETARA, tindakan yang cukup mendesak untuk diambil adalah pemulangan anak-anak Indonesia, terutama yang berada di bawah usia 9 tahun.

Semakin lama anak-anak itu tinggal di kamp tahanan, atmosfer yang buruk di kamp akan berdampak pada mereka, baik secara fisik maupun psikis. Semakin lama mereka disana, justru akan semakin terpapar oleh paham ekstrem ISIS dan dampak buruk situasi ekstrem di sana.

Apalagi dari sejumlah pemberitaan internasional, para perempuan yang masih keras ideologisnya berusaha mempertahankan pengaruhnya dan menekan perempuan lainnya yang berusaha moderat untuk tetap bertahan pada paham keagamaan dan politik ekstremnya. Sejalan dengan pemulangan anak-anak tersebut, dibutuhkan identifikasi keluarga besar mereka serta perancangan peran mereka dan para ahli rehabilitasi medis dan psikologis.

Berkaitan dengan hal itu, SETARA juga mendesak pemerintah RI untuk membentuk Tim Advance dan mengirim mereka ke Suriah guna identifikasi orang-orang asal Indonesia yang berada di kamp dan mungkin juga di penjara—sebab sebagian kombatan asing (foreign fighter) yang ditangkap dalam pertempuran dijebloskan penjara.

Keberadaan Tim dan tugas identifikasi ini bukan hanya sekedar untuk mendapatkan informasi siapa identitas mereka, akan tetapi juga profiling secara utuh atas mereka, termasuk sejauh mana kaitan, kedalaman interaksi, dan keterlibatan mereka dalam jaringan ISIS. Tim Advance inilah yang perlu dimandatkan tugas untuk mewakili Indonesia dalam hubungan dan kerjasama dengan otoritas Kurdi dan kerjasama intelijen dengan negara lain yang memiliki keterkaitan isu dengan ISIS.

Keenam, setelah kerja Tim Advance paripurna dan kesepakatan internasional diambil serta kelak eks-anggota dan simpatisan itu kembali ke Indonesia, pemerintah harus menggunakan pendekatan hukum yang tepat dan adil. Pada saatnya, Pemerintah tentu sudah mengidentifikasi sejauh mana keterlibatan mereka dalam ISIS. Mereka yang terlibat dalam berbagai bentuk kegiatan ISIS sudah sepatutnya dimintai pertanggungjawaban hukum dan diadili, sedangkan mereka yang sekedar simpatisan ISIS perlu mengikuti proses deradikalisasi dan disengagement. Selain itu, penanganan returnist tersebut harus dilakukan dengan pendekatan inklusif agar reasimilasi berjalan baik bagi kepentingan seluruh pihak, dengan mengedepankan paradigma jaminan hak konstitusional bagi seluruh warga negara.

Ketujuh, SETARA Institute juga mendesak pemerintah untuk mengintensifkan perhatian pada pencegahan dan penanganan ekstremisme keagamaan di dalam negeri, agar kerumitan isu ISIS dan keterlibatan warga kita dalam gerakan serupa ISIS di masa-masa yang akan datang. Dalam konteks itu, SETARA juga akan selalu mengingatkan pemerintah bahwa intoleransi adalah anak tangga pertama menuju radikalisme dan ekstremisme-terorisme. Oleh karena itu, mengabaikan penanganan kasus-kasus intoleransi yang marak di tanah air berarti sebenarnya sedang menyiram dan menyuburkan bibit-bibit ekstremisme.

Berkaitan dengan isu eks-ISIS di Suriah ini, SETARA ingin mengingatkan isu pengungsian warga negara Indonesia dari komunitas Syiah di Sidoarjo Jawa Timur dan Ahmadiyah di Mataram Nusa Tenggara Barat. Jemaat Ahmadiyah sudah satu setengah dekade (tiga periode kepresidenan!) terusir dari kampung halaman mereka dan menjadi pengungsi di negeri sendiri. Sudah 8 (delapan) tahun, warga Syiah Sampang mengalami nasib serupa. Maka, pendekatan cepat dan penanganan komprehensif sangat dibutuhkan untuk pemulihan hak-hak konstitusional mereka sebagai warga negara.

SETARA mendesak para politisi untuk tidak menggunakan pertimbangan partisan kelompoknya dalam isu pemulangan warga eks-ISIS ke Indonesia. Pendekatan kepentingan kelompok, apalagi sekedar untuk insentif elektoral pada hajatan-hajatan Pemilu ke depan, sama sekali tidak relevan untuk digunakan. Kenegarawanan seluruh elit sangat dibutuhkan untuk mencermati dan mendekati kerumitan isu pemulangan eks-ISIS ini. (*/pk)

Baca Juga

Gubernur Mahyeldi Laporkan Bencana yang Terjadi di Ranah Minang kepada Presiden Jokowi
Gubernur Mahyeldi Laporkan Bencana yang Terjadi di Ranah Minang kepada Presiden Jokowi
2 Ruas Tol JTTS Berbiaya Rp4,73 Triliun Diresmikan, Tingkatkan Wisatawan ke Danau Toba
2 Ruas Tol JTTS Berbiaya Rp4,73 Triliun Diresmikan, Tingkatkan Wisatawan ke Danau Toba
Pengamat: Keresahan Kampus Bisa Kikis Kepercayaan Publik ke Jokowi
Pengamat: Keresahan Kampus Bisa Kikis Kepercayaan Publik ke Jokowi
Ini Masjid Negara yang tengah Dibangun di IKN Nusantara, Representasikan Kemajemukan
Ini Masjid Negara yang tengah Dibangun di IKN Nusantara, Representasikan Kemajemukan
Diam-diam, Ternyata Terminal Anak Air Padang telah Diresmikan Presiden Jokowi di Jawa Tengah
Diam-diam, Ternyata Terminal Anak Air Padang telah Diresmikan Presiden Jokowi di Jawa Tengah
Andre Rosiade: Kementerian PUPR Setujui Prakarsa HK untuk Flyover Sitinjau Lauik
Andre Rosiade: Kementerian PUPR Setujui Prakarsa HK untuk Flyover Sitinjau Lauik