Serangan Anak Pauh dan Koto Tangah Dibalik Hari Jadi Kota Padang

Serangan Anak Pauh dan Koto Tangah Dibalik Hari Jadi Kota Padang

Kawasan Pondok (Pecinan) Kota Padang di masa lalu. (http://media-kitlv.nl/)

Lampiran Gambar

Kawasan Pondok (Pecinan) Kota Padang di masa lalu. (http://media-kitlv.nl/)

Kali ini, Rusli menyampaikan argumentasi sejarah yang cukup menarik. Baginya, ketika singgasana Aceh berhasil dijungkirkan di sepanjang pantai barat, terutama Padang, yang kemudian menghangatnya hubungan antara VOC dengan Minangkabau (baca: kerajaan), tapi tidak bagi orang Pauh, Kuranji, dan Koto Tangah.

Mereka terus mengusik, bahkan menganggu stabilitas VOC di kawasan Muaro Batang Arau, yang menjadi bandar dagang.

Di sana loji-loji VOC berdiri gagah, dan semula terasa aman karena Aceh telah disingkirkan, dan ‘hati’ Kerajaan Minangkabau dapat direbut. Pihak Kerajaan Minangkabau luruh pada Belanda, karena merasa berjasa menyingkirkan Aceh yang selama ini menjajah secara ekonomi di pantai barat.

Kenyamanan yang dipandang bakal lama, nyatanya sirna, ketika puluhan kali rakyat Pauh dan Koto Tangah melakukan serangan ke loji Belanda.

Salah satu hari yang paling diingat Rusli adalah 7 Agustus 1669, ketika dua loji VOC yang menjadi simbol kekuasaan Belanda diserang dan dibakar hingga hanya bersisa nama dan cerita.

Menurut Rusli, serangan itu merugikan pihak Belanda sebesar 28.000 gulden.

“Seorang yang disebut bernama Berbangso Rajo dari Minangkabau sebagai otak penyerangan,” tulisnya.

Argumentasi lain yang dikemukakannya, penyerangan loji memperlihatkan kehendak rakyat tidak mau kebebasan dagangnya diganggu seperti zaman Aceh sebelumnya.

Dikatakannya, tahun serangan yakni 1669, jatuh di kala VOC mengakui resmi bahwa

kedaulatan atas kota-kota yang diduduki Belanda sepanjang pantai Minangkabau dipegang oleh Yang Dipatuan di Pagaruyung.

Sedangkan wakil VOC di Padang bertindak hanya sebagai pucuk pemerintahan saja.

Untuk usulan 7 Agustus 1669 ini, Rusli merujuk pada sumber seperti De Oost-Indische Compagnie op Sumatra in de 17e eeuw, karangan N. Mac Leod.

Freek Colimbijn dalam buku Paco-Paco (Kota) Padang, juga menuliskan, tanggal 7 Agustus 1669, sebagai hari kelahiran Kota Padang, bertepatan dengan peristiwa serangan orang Pauh dan Koto Tangah ke Bandar dagang VOC di Muaro Batang Arau.

Meski urusan niaga Belanda di Padang mendapat restu penuh dari Raja Minangkabau, namun berkali-kali orang-orang dari Koto Tangah dan Pauh, kadang dengan bantuan Aceh, menyerang pos perdagangan Belanda di kawasan pelabuhan Batang Arau.

“Terlepas dari kekuasaan Raja Minangkabau dan pedagang perantara yang berasal dari pesisir, secara de facto Padang tetap berada ditangan penjajah asing hingga kemerdekaan,” tulis Freek.

Tiap tahun telong-telong terus mewarnai Kota Padang. Semoga suluh yang diarak, menjadi pelita untuk memahami ihwal Padang, dan menerangi jalan Padang menuju kota yang dibanggakan semua orang.

Selamat Ulang Tahun ke 348 Kota Padang!

Halaman:

Baca Juga

Tembus Pasar Internasional, Perusahaan Lokal Pariaman Ekspor 140 Ton Pinang ke India
Tembus Pasar Internasional, Perusahaan Lokal Pariaman Ekspor 140 Ton Pinang ke India
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Survei Pilkada Limapuluh Kota
Survei Pilkada Limapuluh Kota
Vasko Ruseimy Kunjungi Rumah Gadang Mande Rubiah di Lunang Pesisir Selatan
Vasko Ruseimy Kunjungi Rumah Gadang Mande Rubiah di Lunang Pesisir Selatan
Media Sosial dan "Fluid Identity"
Media Sosial dan "Fluid Identity"