Adrin Kahar menulis, menjelang April 1946, perjuangan rakyat di dalam Kota Padang dan sekitarnya makin meningkat dalam menentang kehadiran NICA yang membonceng bersama tentara Sekutu, yang tadinya akan bertugas untuk penyelesaian tawanan perang Jepang.
Sejak Kota Padang dan sekitarnya menjadi kancah perjuangan atau arena bentrokan antara pejuang Republik Indonesia dengan Sekutu/Belanda, Polri langsung mengambil sikap melindungi para pejuang kemerdekaan.
Pada awal tahun 1946, kedudukan pusat pemerintahan Sumatra Barat pindah ke Bukittinggi. Dalam masa peralihan itu, terjadi mutasi beberapa jabatan Kepolisian Sumatra Barat. Komisaris Polisi I Darwin Karim menjadi Kepala Kepolisian Keresidenan Sumatra Barat.
Dengan kepindahan para perwira senior polisi dari Padang ke Bukittinggi, Kaharuddin Dt. Rangkayo Basa mendapat tugas membina dan mengembangkan organisasi Polisi Istimewa.
Latihan bagi Polisi Istimewa dimulai tanggal 13 Mei 1946 hingga 17 Agustus 1946 di kompleks polisi, di Jl. Birugo Bukittinggi (sekarang kompleks SMA Negeri 2). Instruktur pada latihan Polisi Istimewa tersebut terdiri dari para perwira Polisi dan TRI dan pejabat pemerintahan sipil.
Selesainya latihan Polisi Istimewa di Bukittinggi diresmikan oleh Kepala Kepolisian Keresidenan Sumatra Barat. Sekaligus waktu itu berdiri Barisan Istimewa Polisi (BIP). Anggota-anggota BIP ini diambil dari para tamatan latihan Polisi Istimewa Bukittinggi dan pilihan dari anggota-anggota Polisi yang berpengalaman dalam perjuangan di front Padang.
Sebagai komandan untuk BIP Sumatra Barat diangkat Inspektur Polisi I Amir Mahmud terhitung mulai September 1946. Kemudian, dalam penyeragaman istilah kesatuan-kesatuan Polri, BIP Sumatra Barat menjelma menjadi Mobiele Brigade Sumatra Barat (Nama Mobiele Brigade/Mobbrig, dan kemudian menjadi Brigade Mobil/Brimob.
Mulai 3 Maret 1946, Johny Anwar mendapat tugas memangku jabatan Kepala Polisi RI Kota Padang dengan pangkat Komisaris Polisi II. Aksi Militer I Belanda di sekitar Padang didahului dengan penangkapan terhadap aparat Republik Indonesia, baik pegawai sipil maupun polisi, termasuk Komisaris Polisi II Johny Anwar.
Sejak Agresi Militer I Belanda dilancarkan, para pegawai sipil dan polisi yang republikein meninggalkan Kota Padang dan pindah ke wilayah RI di luar kota. Pada 27 Desember 1949, Penyerahan Kedaulatan Belanda kepada RIS (Republik Indonesia Serikat), diadakan pula penyerahan Pemerintahan Kota Padang dari Residen HTB (Hoofd Tijdelijk Bestuur) Van Straten kepada Gubernur Sumatra Tengah Mr. M. Nasroen.
Pada tanggal 17-8-1950 dengan resmi RIS dibubarkan dan kembalilah Republik Indonesia sebagai suatu negara kesatuan. Polisi Kota Padang yang berstatus polisi RIS dengan anggota orang Belanda dan ‘kaum cooperator’ mengadakan mutasi pimpinan.
Untuk mengganti jabatan-jabatan yang ditinggalkan ‘orang-orang Belanda’ itu, diangkatlah warga polisi orang Indonesia yang republikein.
Baca juga: Irjen Pol Suharyono Resmi Jadi Kapolda Sumbar, Ini Agenda Pertamanya di Ranah Minang
Kaharuddin Dt. Rangkayo Basa yang berpangkat Komisaris Polisi I diberi jabatan Kepala Polisi Kota Padang dan sekitarnya untuk membentuk struktur dan penempatan anggota yang sesuai dengan organisasi Polisi Republik Indonesia (Polri). [*/pkt]
*) BACA informasi pilihan lainnya dari Padangkita di Google News