Padang, Padangkita.com – Kepolisian Daerah Sumatra Barat (Polda Sumbar) telah berdiri sepanjang usia republik ini. Bermula dengan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, oleh Soekarno-Hatta atas nama rakyat Indonesia.
Ketika itu, Sumbar yang masih dalam cengkeraman Jepang, belum dapat menerima informasi tentang kemerdekaan Indonesia. Adrin Kahar dalam tulisannya di Haluan, 25 Juni 1995 yang dimuat poldasumbar.wordpress.com menjelaskan, di Kota Padang dan sekitarnya pada waktu itu terdapat beberapa unit kepolisian.
Yakni, Kepolisian Keresidenan Sumatra Barat (Nishi Kaiganshu Keimubu), Kantor Polisi Kota Padang (Padang Si Keisatususho), Kantor Polisi Padang Luar Kota (Padang Si-gai Keisat susho) dan Pasukan Istimewa Polisi (Tokubetsu Keisat sutai).
Kantor Polisi Kota Padang terletak di pusat kota yang sekarang menjadi Markas Pollresta Padang, di Jl. Moh. Yamin. Kemudian, Kantor Polisi Padang Luar Kota berada di Jl. Jati yang sekarang jadi kompleks Rumah Sakit Polri Polda Sumbar dan Pasukan Istimewa Polisi (Tokubetsu-tai) bermarkas di kompleks Seminari Katolik di Belantung, yang sekarang jadi kompleks Yos Soedarso, di Jl. Sudirman.
Baca juga: Daftar Nama Kapolda Sumatra Barat dari Masa ke Masa dan Perubahan Pangkatnya
Ketika itu, sebagaimana ditulis Adrin Kahar, semua unit-unit kepolisian tersebut berada di bawah pimpinan orang-orang Jepang. Kecuali Polisi Padang Luar Kota yang mempunyai pemimpinan orang Indonesia, yakni Keishi Kaharuddin Dt. Rangkayo Basa.
Pada tanggal 21 Agustus 1945, empat orang perwira polisi yang berpangkat Keishi (Komisaris Polisi) di Sumatra Barat (Sumbar) dipanggil oleh Keimubucho (Kepala Polisi Sumatra Barat) dan diberi tahu bahwa Perang Asia Timur Raya telah berhenti. Sehingga, Kepala Polisi Jepang itu meminta supaya semua senjata-senjata polisi dikumpulkan.
Permintaan Keimubu-cho itu ditolak oleh perwira-perwira polisi. Bahkan, mereka yang terdiri dari empat perwira menuntut supaya pihak Jepang segera menyerahkan pimpinan kantor-kantor Polisi kepada orang Indonesia. Empat perwira polisi Indonesia itu adalah Raden Soelaiman, Ahmadin Dt. Berbangso, Kaharuddin Dt. Rangkayo Basa dan Soelaiman Effendi.
Pada tanggal 28 Agustus 1945 malam, diadakan lagi perundingan antara pihak Indonesia yang diwakili Ahmadin, Kaharuddin dan Soelaiman Effendi dengan pihak Jepang (Keimubu/Kepolisian dan Honbu/Pemerintahan) di Jalan Mawar, gedung bekas Konsulat Inggris, di sebelah Hotel Muara/Truntum sekarang.
Dalam pertemuan itu, pihak Jepang tidak akan menyerahkan kantor-kantor pemerintahan dan kepolisian kepada pihak Indonesia tanpa ada ketentuan oleh Pimpinan Tertinggi Tentara Sekutu di Singapura.
Sebelum pertemuan diakhiri, pihak Indonesia memberikan pernyataan pula: “Besok kami akan mengibarkan bendera merah putih, janganlah pihak Jepang menghalanginya!” Menjelang pukul 22.00, tiga orang perwira polisi tersebut meninggalkan tempat berunding yang dikawal oleh Kenpeitai (Polisi Tentara Jepang).