Padangkita.com - Jelang berakhirnya tahun 2017, Bank Indonesia menekankan pentingnya penguatan momentum dalam mendukung perbaikan ekonomi Indonesia.
Di tengah berbagai tantangan, Bank Indonesia melihat tidak dapat mengedepankan kepentingan sektoral, namun perlu menyamakan pandangan dan terus bersinergi menyatukan gerak langkah ke depan.
Dengan begitu, BI memprakirakan bahwa ekonomi Sumatera Barat dapat tumbuh 5,1 - 5,5% (yoy) pada 2018, ditopang oleh permintaan domestik yaitu perbaikan investasi dan pengeluaran pemerintah.
Dari sisi lapangan usaha, akan ditopang oleh perbaikan kinerja pertanian, industri pengolahan, dan transportasi pergudangan.
Sementara laju inflasi tahun 2018 diprakirakan dalam rentang 3,1 – 3,6% (yoy).
Ekspektasi inflasi diperkirakan masih tetap terjaga sejalan dengan dukungan kebijakan dan koordinasi yang kuat antara berbagai pemangku kepentingan khususnya dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah di tingkat Provinsi maupun kota/kabupaten.
Namun masih terdapat beberapa risiko yang berpotensi memberikan tekanan inflasi yaitu prakiraan kenaikan harga minyak internasional yang akan ditransmisikan ke harga BBM domestik sehingga dapat memberi tekanan inflasi pada kelompok volatile food dan kelompok inti melalui jalur kenaikan biaya transportasi dan ekspektasi inflasi.
Selain itu, gejolak harga juga berpotensi muncul akibat faktor pergeseran pola tanam, gangguan pada jalur distribusi bahan pokok, dan perubahan iklim.
Dalam paparannya pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat “ Memperkuat Momentum“, Kamis (21/12/2017), Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat, Endy Dwi Tjahjono, menekankan ekonomi global tengah mengalami pemulihan sepanjang 2017 dengan pertumbuhan lebih tinggi dan lebih merata.
Secara keseluruhan risiko eksternal 2017 membaik sehingga ketidakpastian pasar keuangan global menurun. Demikian pula dengan ekonomi Indonesia yang mencatat penguatan.
Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia tetap terjaga pada tahun 2017 yang ditopang oleh kebijakan yang kredibel. Pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan 5,1% dengan inflasi yang terjaga selama tiga tahun terakhir.
Hal ini mendapat tanggapan positif dari berbagai lembaga, antara lain lembaga pemeringkat Standard & Poor’s yang menaikkan rating kredit Indonesia menjadi investment grade.
Daya saing ekonomi Indonesia juga mengalami peningkatan yang tercermin dari Peringkat Global Competitiveness Index Indonesia meningkat dari 41 ke 36 dari 137 negara dan membaiknya peringkat “ease of doing business” di Indonesia dari posisi 91 menjadi 72 untuk tahun 2018.
Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat diselenggarakan rutin setiap akhir tahun untuk menyampaikan pandangan Bank Indonesia mengenai kondisi perekonomian terkini, tantangan dan prospek ke depan, serta arah kebijakan Bank Indonesia secara nasional maupun dalam lingkup Provinsi Sumatera Barat.
Pertemuan tahunan ini dihadiri oleh Gubernur, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Sumatera Barat, Bupati/Walikota se Sumatera Barat, Pimpinan Instansi Vertikal, SKPD, Perbankan korporasi nonbank, dan akademisi dengan tema "Memperkuat Momentum".
Meskipun demikian, ekonomi Indonesia masih mengalami tantangan, baik global maupun domestik. Dari sisi global, tantangan berupa tren pengetatan kebijakan moneter di beberapa negara maju, terutama kenaikan suku bunga kebijakan the Fed dan pengurangan aset neraca The Fed.
Secara domestik, perekonomian belum cukup responsif terhadap membaiknya ekonomi global pada tahun 2017 dan struktur pertumbuhan ekonomi masih belum cukup solid seperti konsumsi rumah tangga.
Dalam menyikapi tantangan ini, semua pemangku kebijakan telah melakukan langkah-langkah pembenahan, namun masih terdapat ruang untuk mengoptimalkan kebijakan yakni institusi, sumber daya manusia, dan inovasi.
Bauran kebijakan BI akan tetap berfokus menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Di bidang moneter, penyempurnaan kebijakan antara lain ditempuh melalui perluasan implementasi GWM Rata-rata, mencakup GWM Rupiah dan GWM valas bagi bank konvensional maupun syariah.
Selain itu, BI juga akan terus mengembangkan swap lindung nilai non-dolar AS dengan memperluas jenis mata uang yang dapat ditransaksikan, serta melakukan berbagai penguatan lainnya.
Dalam rangka penguatan kebijakan makroprudensial, BI berfokus pada upaya meningkatkan resiliensi sistem keuangan terhadap potensi risiko sistemik di tengah tantangan dan kompleksitas dinamika sistem keuangan yang ada.
BI juga akan terus melakukan pengembangan UMKM yang diselaraskan dengan pengendalian inflasi dari sisi suplai, serta mendorong pengembangan ekonomi syariah melalui implementasi blueprint ekonomi dan keuangan syariah.
Untuk menjaga stabilitas harga, kebijakan BI dalam mengembangkan UMKM akan diselaraskan dengan upaya pengendalian inflasi dari sisi suplai, antara lain komoditas bawang merah, cabai merah, dan daging sapi.
Sedangkan untuk melengkapi ekonomi konvensional di Indonesia, BI mendorong implemetasi blueprint ekonomi dan keuangan syariah melalui tiga pilar yaitu pendalaman pasar dan penguatan keuangan syariah; pemberdayaan ekonomi syariah; dan penguatan riset, asesmen serta edukasi.
Di bidang sistem pembayaran, BI akan terus mendukung efisiensi perekonomian dengan mendorong interkoneksi dan interoperabilitas instrumen, kanal, dan infrastruktur pembayaran ritel domestik dibawah payung Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).
Untuk mendukung berbagai program pemerintah, BI akan terus melakukan penguatan elektronifikasi sarana dan prasarana untuk meningkatkan efisiensi dan tata kelola yang baik.
Dan untuk mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian, menjaga persaingan usaha dan perlindungan konsumen pada teknologi finansial, BI akan berkolaborasi dengan OJK, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan otoritas terkait lainnya dalam mendata serta mengeluarkan aturan bagi pelaku teknologi finansial (Tekfin).
Pada area pengelolaan uang Rupiah, BI terus berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang layak edar dalam jumlah yang cukup dan pecahan yang sesuai, dan terdistribusi ke seluruh pelosok wilayah NKRI melalui Centralized Cash Network Planning (CCNP), serta melindungi masyarakat dari risiko uang palsu.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018, diyakini akan berada pada kisaran 5,1-5,5% yang didorong terutama oleh permintaan domestik. Sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi ini, dan komitmen Bank Indonesia untuk mencapai target inflasi secara konsisten, inflasi 2018 akan berada dalam kisaran targetnya sebesar 3,5±1%.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi pada periode 2019-2022 akan berada dalam lintasan yang meningkat, hingga mencapai kisaran 5,8-6,2% pada 2022. Dengan sisi suplai yang lebih kuat dalam mengakomodasi permintaan, inflasi akan terkendali dalam kisaran 3±1% pada 2022 dengan defisit transaksi berjalan akan menurun dan tetap berada pada level yang sehat di bawah 3% dari PDB.
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tahun 2017 mengalami penguatan pertumbuhan ekonomi setelah mengalami perlambatan ekonomi sejak tahun 2013.
Secara perlahan namun pasti, kinerja perekonomian Sumatera Barat terus menunjukkan perbaikan sejak triwulan I hingga triwulan III 2017. Bahkan pada triwulan III 2017, laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua di kawasan Sumatera, setelah Sumatera Selatan.
Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Barat tahun 2017 diperkirakan berada dalam rentang 5,1% - 5,5% (yoy) dengan sumber penopang pertumbuhan berasal dari meningkatnya konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan ekspor luar negeri.
Sedangkan dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh membaiknya pertumbuhan lapangan usaha pertanian dan perdagangan.
Laju inflasi yang rendah dan stabil di Sumatera Barat berdampak pada terjaganya daya beli masyarakat yang berimbas pada kinerja perekonomian. Inflasi tahunan Sumatera Barat pada bulan November 2017 mencapai 1,33% (yoy).
Akhir tahun 2017, BI memprakirakan inflasi Sumatera Barat masih berada di kisaran 2,2% - 2,6% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan tahun lalu sebesar 4,89%(yoy). Hal tersebut terjadi karena terjaganya pasokan kelompok volatile food yang memiliki andil cukup tinggi pada keranjang inflasi Sumatera Barat.
Meski demikian, inflasi akhir tahun 2017 dibayangi risiko kenaikan harga bahan makanan strategis (khususnya cabai merah) karena terganggunya produksi akibat meningkatnya intensitas curah hujan.
Tingginya komitmen Pemerintah Daerah dan kuatnya sinergi antar instansi menjadi faktor kunci keberhasilan pengendalian inflasi di Sumatera Barat. Hal tersebut dibuktikan dengan terpilihnya TPID Kota Padang sebagai TPID Terbaik Tingkat Kota di wilayah Sumatera pada tahun 2016 dan terpilihnya TPID Provinsi Sumatera Barat sebagai TPID Terbaik Tingkat Provinsi di wilayah Sumatera pada tahun 2017.
Ke depannya, jelas Endy, program unggulan TPID yang telah dilaksanakan akan lebih diintensifkan ditambah dengan program-program baru yang mengarah pada Kerja Sama Antar Daerah dan optimalisasi peran klaster binaan dalam menjaga stabilitas pasokan pangan di Sumatera Barat.
Dalam rangka mendukung agenda Gerakan Nasional Non Tunai di wilayah Sumatera Barat, BI sebagai otoritas sistem pembayaran telah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, seperti Pemerintah Daerah, pelaku usaha, dan perbankan dalam implementasi elektronifikasi di Sumatera Barat.
"Secara khusus, pada tanggal 6 Desember 2017 kami telah menandatangani kerja sama dengan Pertamina Sumbar dan Pemprov untuk mengimplementasikan transaksi non tunai di seluruh SPBU se-Sumatera Barat," tandasnya.