Jakarta, Padangkita.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sontak menjadi sorotan usai mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja pada Senin (5/10/2020) lalu. Pasalnya, sejumlah pihak menilai bahwa DPR sudah jauh dari haluan kerja sebenarnya.
DPR sejatinya merupakan sebuah lembaga legislatif negara yang berfungsi untuk menampung dan mewakili aspirasi seluruh Rakyat Indonesia.
Dilansir dari Suara.com, jaringan Padangkita.com, sejarah Indonesia mencatat terdapat dua presiden di negara ini yang secara tegas membubarkan DPR karena produktivitas yang dirasa buruk.
Adapun dua Presiden RI yang dengan berani membubarkan DPR adalah Soekarno dan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Soekarno
Soekarno merupakan saksi dilangsungkannya Pemilu atau Pemilihan Umum pertama pada 1955 silam. Kala itu, Pemilu dilangsungkan di tengah kondisi negara yang tidak kondusif lantaran ada sejumlah pemberontakan di berbagai daerah seperti DI/TII kelompok Kartosuwiryo.
Baca juga: Besok, Aliansi BEM Seluruh Indonesia Turun ke Jalan Gelar Aksi Nasional Tolak UU Cipta Kerja
Kendati terjadi banyak ancaman, para prajurit TNI dan polisi yang kala itu juga menjadi pemilih berhasil menjaga gelaran pesta demokrasi tersebut hingga selesai.
Dalam Pemilu 1955, terpilih 260 orang yang menduduki jabatan sebagai DPR. Sedang di kursi Konstituante terpilih 520 orang ditambah 14 orang mewakili golongan minoritas.
Empat tahun berselang, tepatnya pada 1959, Soekarno membubarkan Konstituante dengan menerbitkan Dekret Presiden 1959. Pembubaran Konstituante ini kemudian disusul dengan pembubaran DPR.
Presiden Pertama RI ini membubarkan DPR lantaran dianggap tidak sejalan dengan pandangan pemerintah. Terlebih setelah adanya insiden seorang anggota DPR yang ngotot menolak RAPBN ajuan pemerintah.
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
Sama halnya dengan Soekarno, Gus Dur pun mengeluarkan dekret sejenis. Ia mengeluarkan dekret tersebut pada Senin 23 Juli 2001 sekira waktu dini hari.
Gus Dur pun akhirnya menjadi Presiden RI kedua yang menterbitkan dekret terkait dengan pembubaran lembaga legislatif tersebut.
Dalam dekret yang dibuat oleh Gus Dur, terdapat tiga poin utama yakni pembekuan DPR-MPR, pengembalian kedaulatan ke tangan rakyat dengan menyusun badan penyelenggara Pemilu dalam kurun waktu setahun, serta menyelamatkan gerakan reformasi secara total dari unsur Orde Baru (Orba) dengan langkah membekukan Partai Golkar.
Dekret yang dibuat oleh cucu K.H. Hasyim Asyari atau Tokoh Pendiri NU ini ditentang oleh sejumlah pihak. Dua diantaranya adalah Wakil Presiden RI kala itu Megawati Soekarnoputri dan juga Amien Rais selaku Ketua MPR RI.
Tidak sekadar mengecamnya saja, Amien Rais juga mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk memboikot isi dekret tersebut.
Buntut dari dekret ini adalah digelarnya sidang istimewa yang menggulingkan sosok Gus Dur dari jabatannya sebagai Presiden RI, digantikan oleh wakilnya yakni Megawati Soekarnoputri. [*/try]