"Hal tersebut patut diduga bahwa keganjilan ini bagian dari bentuk tidak adanya akuntabilitas JPU memberikan kesempatan bagi keluarga korban untuk mengawal proses sidang," paparnya.
Oknum Polisi Pembunuh Deki Dinilai "Dilindungi"
Selain itu, KontraS menilai, tuntutan JPU juga berbeda dengan hasil sidang sebelumnya. Bahwa, dalam sidang sebelumnya, KS telah terbukti menembak Deki pada bagian vital (kepala) dengan satu kali tembakan.
Sementara itu, dalam sidang yang digelar kemarin, Senin (27/9/2021), JPU hanya menuntut KS tiga tahun penjara.
"Kami menilai, pasal yang tepat untuk dikenakan kepada KS adalah Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan. Penerapan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian (berakibat matinya korban) kepada pelaku tidak tepat dan merupakan kekeliruan fatal," sambungnya.
KontraS menduga, bahwa ada upaya melindungi pelaku sebagai anggota kepolisian agar tidak mendapatkan sanksi PTDH dari kesatuan, karena ancaman tuntutan yang ringan.
Lalu, KontraS mendesak agar Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia melakukan pemeriksaan secara disiplin dan etik terhadap para JPU dari Kejaksaan Negeri Solok Selatan terkait adanya kejanggalan dalam memberikan tuntutan ringan terhadap KS, oknum polisi pembunuh Deki.
Kemudian, KontraS juga meminta agar Ketua Komisi Yudisial melakukan pengawalan perkara tersebut agar putusan hakim terhadap KS dengan mempertimbangkan secara baik dan menggali rasa keadilan yang ada.
Baca juga:Â Kasus Penembakan Deki Susanto Segera Disidangkan di PN Koto Baru Solok
Selanjutnya, KontraS juga mendesak agar Polda Sumbar memberikan sanksi PTDH KS, dengan proses sidang etik/disiplin yang dilakukan secara transparan dan akuntabel. [*/zfk]