Padangkita.com - Upaya mengurangi dan menghapus prostitusi ternyata sudah dilakukan sejak dulu. Ada yang berhasil ada yang tidak.
Begitupun di Ranah Minang. Upaya untuk memberantas pelacuran pernah tercatat dalam sebuah laporan pada tahun 1933.
Baca juga: Pelacuran di Padang (1)
Dalam catatan peneliti dan dosen dari Universitas Leiden, Suryadi Sunuri menyatakan bahwa pemerintah, kaum penghulu, dan masyarakat Ampek Angkek di Biaro pada 13 November 1933 mengadakan rapat yang membahas usaha-usaha pemberantasan pelacuran yang berkembang di daerah tersebut.
"Hal tersebut berdasarkan laporan Harian Sinar Sumatra edisi Djoemahat 17 November 1933 (ditulis oleh wartawannya yang punya nama pena ‘Himalaja’)," tulis Suryadi dalam blog pribadinya.
Dalam laporan tersebut dituliskan bahwa sekitar 100 orang yang terdiri dari kerapatan nagari, penghulu, dan alim ulama mengadakan rapat di gedung Tamhidoesibijau Biaro.
Rapat tersebut dipimpin oleh Districthoofd dan membahas mengenai upaya pemberantasan pelacuran yang semakin meresahkan masyarakat. khususnya di daerah Biaro dan sekitarnya pada saat itu.
“Kerapatan negri dan pelatjoeran. Pada tanggal 13 November jang laloe atas andjoerannja Districthoofd Biaro telah dilansoengkan Kerapatan Pengholoe pengholoe, alim oelama seloeroeh Ampat Angkat, bertempat di gedoeng Tamhidoesibijau Biaro. Semoea jang hadir koerang lebih 100 orang. Kerapatan dipimpin sendiri oleh Districthoofd," begitu tulis laporan tersebut.
Para tokoh membicarakan langkah dan cara-cara yang jitu agar pelacuran tidak berkembang luas dan menjadi wabah buruk di masyarakat. Apalagi masyarakat Minang memiliki adat yang teguh.
Menurut mereka, pelacuran yang sudah berkembang luas di masyarakat harus menjadi perhatian dari para niniak mamak dan kaum cerdik pandai dalam suku atau negeri.
"Disini soedah diperbintjangken bagimana pelatjoeran semangkin loeas dan bagimana daja-oepaja membasminja. Oleh pemimpin diterangken bahaja bahaja jang didapet dari pelatjoeran, apa poela di Minangkabau jang poenjaken adat tegoeh, itoe wabah pelatjoeran pantas sekali dapet perhatiannja ninik mamak, jang tjerdik pandei dalam negri,"lanjut laporan tersebut.
Salah satu langkah untuk mengurangi pelacuran tersebut adalah dengan segera menikahkan anak perempuan yang berusia 16 tahun meskipun mereka tidak menyukainya.
"Satoe spreker voorstelken kaloe di dapet anak parempoean oesia 16 taon moesti lekas dikawinken, kendati marika tida menjoekai. Laen voorstel mengataken, kaloe satoe gadis maoe dinikahken, hendaklah lebih doeloe ditanja padanja siapa pemoeda jang diseokainja," Lanjut laporan itu lagi.
Baca juga: Pelacuran Menjadi Saingan Utama Wisata Halal di Kota Padang
Hasil rapat tersebut, menurut laporan dari Himalaya merupakan satu tindakan yang bagus untuk mengurangi dan memberantas pelacuran kala itu.
Hasil dari ini, Kerapatan beloem lagi dapet kepoetoesan dan dioendoerken di laen hari. Ini poen satoe tindakan jang bagoes djoega! (Himalaja)," tutup laporan tersebut.