Jakarta, Padangkita.com - Antisipasi kebocoran uang negara dari kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), pemerintah mengisyaratkan akan membatasi orang mampu dalam membeli BBM bersubsidi, yakni jenis Pertalite dan solar.
Kabar tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto. Dia mengatakan pemerintah akan membuat regulasi yang mengatur dua hal, yakni kenaikan harga minyak dunia dan peralihan konsumen dari BBM non subsidi ke BBM bersubsidi akibat disparitas harga.
Hal ini akan diatur dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.
"Di dalam perpres tersebut tidak hanya BBM jenis Pertalite yang akan disempurnakan, satu lagi yang lebih krusial BBM jenis solar karena solar masih disubsidi meskipun subsidi per liter, tetapi harganya masih sangat murah kalau dibandingkan dengan solar nonsubsidi," ungkap Djoko, dilansir Padangkita.com, Selasa (31/5/2022).
Saat ini, kata Djoko, harga solar bersubsidi hanya sebesar Rp5.100 per liter, sedangkan harga solar nonsubsidi mencapai Rp13 ribu per liter. Djoko mengatakan perang Rusia-Ukraina telah membuat harga minyak mentah dunia melambung, khususnya gasoline. Alhasil, harga BBM jenis Pertamax di dalam negeri naik menjadi Rp12.500 per liter.
Namun, pemerintah tak menaikkan harga BBM jenis Pertalite. Dengan demikian, harga BBM tersebut masih Rp7.650 per liter. Hal itu membuat rentang harga Pertalite dan Pertamax cukup jauh. Alhasil, sebagian konsumen yang sebelumnya membeli Pertamax beralih ke Pertalite.
Situasi itu membuat beban keuangan PT Pertamina (Persero) semakin berat. Pasalnya, perusahaan harus mengimpor sekitar 50 persen untuk bensin dengan harga yang tinggi, tetapi harga jual produknya masih di bawah harga keekonomian.
"Dua hal ini yang akan diatur lebih lanjut oleh perpres baru tersebut," imbuh Djoko.
Baca Juga: Polres Pasaman Ungkap Penyalahgunaan BBM Solar Bersubsidi, Begini Modusnya
Dia juga mengatakan, solar adalah prioritas pertama yang akan diatur pemerintah. Sebab, BBM ini tak hanya digunakan kendaraan bermotor, tetapi juga industri pertambangan, perkebunan, dan kapal besar. Sementara, masalah Pertalite lebih sederhana karena hanya menyangkut peralihan konsumen yang membuat volume penyalurannya bertambah. [*/isr]