Mengenal Salawat Dulang, Tradisi Salam dan Doa untuk Nabi Serta Penyambut Perantau yang Pulang Kampung

Berita Padang hari ini dan berita Sumbar hari ini: Salawat Dulang di Ranah Minang, salam dan doa untuk Nabi serta penyambut para perantau.

Ilustrasi - Salawat Dulang. [Foto: Ist]

Berita Padang hari ini dan berita Sumbar hari ini: Salawat Dulang di Ranah Minang, salam dan doa untuk Nabi serta penyambut perantau yang pulang kampung.

Padang, Padangkita.com - Salah satu bentuk amalan di Bulan Ramadan yaitu memperbanyak salawat kepada Nabi Muhammad SAW. Di Sumatra Barat (Sumbar), aktivitas bersalawat ini tidak hanya dilakukan sendiri-sendiri, tetapi juga secara berkelompok dengan sebuah pertunjukkan yang dikenal dengan Sawalat Dulang.

Pertunjukan ini dilakukan oleh masyarakat saat ritual keagamaan, seperti mendoa atau upacara adat, seperti pernikahan. Khusus di Bulan Ramadan, hal ini biasanya digelar di masjid usai ibadah tarawih atau pun peringatan Nuzulul Quran.

Selain itu, Salawat Dulang juga diadakan untuk melepas nazar atau selamatan saat menyambut anak dari rantau. Biasanya, sebuah keluarga akan memanggil tukang salawat untuk memimpin acara tersebut.

“Salawat dulang biasanya diadakan di Bulan Ramadan, misalnya, ada keluarga yang mendoa untuk keluarga yang telah meninggal. Biasanya permintaan salawat lebih banyak setelah lebaran untuk menyambut keluarga yang datang dari rantau,” ujar Syafi’u, 48 tahun yang merupakan warga Muaro Sijunjung kepada Padangkita.com via telepon, Rabu (5/5/2021).

Menurut Syafi'u, ia sering mendapat panggilan salawat ke Solok dan Tanah Datar. Sekali menerima undangan, ia dan rekannya bisa mendapat uang transportasi senilai Rp1,5 juta. Namun, sejak tahun lalu tidak ada panggilan untuk bersalawat setelah Hari Raya Idul Fitri, lantaran tidak ada diperbolehkannya mudik.

"Sekarang juga belum ada panggilan salawat untuk hari raya, sama seperti tahun lalu,” ucapnya.

Sementara itu, dikutip dari situs Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, istilah Salawat Dulang atau Salawat Talam berasal dari dua kata, yaitu salawat dan dulang.

Salawat berarti salam atau doa untuk Nabi Muhammad SAW, sedangkan dulang atau talam adalah piring besar yang terbuat dari loyang atau logam. Dulang biasanya digunakan oleh masyarakat Minangkabau sebagai wadah untuk makan bajamba atau makan bersama.

Dirunut dari sejarahnya, tradisi ini berasal dari Ulakan Pariaman, yang diperkenalkan pertama kali oleh Syeh Burhanuddin, pengembang agama Islam pertama di Minangkabau.

Kemudian, tradisi itu juga berkembang di daerah darek (dataran tinggi), seperti di daerah Malalo, Kabupaten Tanah Datar.

Baca juga: Cerita Nagari Atar, Pencetak Para Pengusaha Fotokopi yang Telah Menyebar di Seluruh Indonesia

Awalnya, pertunjukan Salawat Dulang merupakan media dakwah keislaman tentang bacaan salawat, kajian tarekat, kisah Nabi dan Rasul, dan juga masalah syariat. Sekarang, Salawat Dulang ditampilkan oleh dua orang atau lebih dengan melantunkan salawat sambil menabuh dulang sebagai ketukan pengiring. [zfk]


Baca berita Padang hari ini dan berita Sumbar hari ini hanya di Padangkita.com.

Baca Juga

Pesona Tambua Tansa 2025 di Matur, Gubernur Mahyeldi Apresiasi Anak Muda Penyelenggara
Pesona Tambua Tansa 2025 di Matur, Gubernur Mahyeldi Apresiasi Anak Muda Penyelenggara
Atlet Silat Sumbar Mendunia, Cita-cita Vasko Ruseimy yang Mulai Terwujud
Atlet Silat Sumbar Mendunia, Cita-cita Vasko Ruseimy yang Mulai Terwujud
Pameran Etnofotografi “Islam di Minangkabau”: Selami Hulu Budaya - Spiritualitas Ranah Minang
Pameran Etnofotografi “Islam di Minangkabau”: Selami Hulu Budaya - Spiritualitas Ranah Minang
Film “Nia, Gadis Minang Penjual Gorengan” Diharapkan Menginspirasi Generasi Muda
Film “Nia, Gadis Minang Penjual Gorengan” Diharapkan Menginspirasi Generasi Muda
Melihat Rest Area Tol Padang-Sicincin yang  Adopsi Arsitektur Rumah Adat Minangkabau
Melihat Rest Area Tol Padang-Sicincin yang Adopsi Arsitektur Rumah Adat Minangkabau
Gubernur Mahyeldi Tegaskan Silat Tak Hanya Soal Bela Diri, Pendidikan Karakter di Minangkabau
Gubernur Mahyeldi Tegaskan Silat Tak Hanya Soal Bela Diri, Pendidikan Karakter di Minangkabau