Memahami Hakikat Manusia

Memahami Hakikat Manusia

(Foto : Istimewa)

Hanya sedikit dari sekian banyak manusia mau menggunakan akal untuk mencari hakikat dari kehidupannya.

Buya Hamka pernah berkata “jika hidup hanya sekedar hidup, kera di hutan juga bisa hidup, jika hidup hanya untuk sekedar makan, ayam juga bisa makan”.

COGITO ergo sum (aku berpikir, karena aku hidup). Sebuah dogma yang tidak asing lagi kalangan orang-orang yang mempelajari atau pernah berhubungan dengan ilmu yang namanya Filsafat.  Dalam ilmu filsafat lebih mengedepankan kebebasan berpikir. Kebebasan berpikir menggunakan logika dengan batasan-batasan yang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang dianutnya.

Kecenderungan untuk tidak mau terlalu menggunakan pikiran dalam kehidupan membuat banyak orang tidak mengetahui makna dari hidup itu sendiri.

Berpikir menggunakan logika untuk menemukan suatu kebenaran bukan hanya untuk orang yang mendalami ilmu filsafat saja. Akan tetapi setiap manusia yang memiliki akal dan pikiran haruslah menggunakan pemikirannya dengan sebaik mungkin. Tidak semua orang mau mempertanyakan gejala-gejala yang ada di kehidupannya. Banyak orang-orang hanya berpuas saja dengan apa yang telah dikatakan orang sebelumnya tanpa mau mengoreksinya.

Kecenderungan untuk tidak mau terlalu menggunakan pikiran dalam kehidupan membuat banyak orang tidak mengetahui makna dari hidup itu sendiri. Sebagai seorang manusia yang memiliki akal. Tentunya kita perlu untuk memikirkan mengapa kita hidup, untuk apa kita hidup,bagaimana kehidupan setelah ini. Akan sangat menjadi hal penting bagi setiap manusia jika dia mengetahui hakikat dari kehidupannya.  Akan sangat sia-sia hidup seseorang jika hanya hidup untuk sekedar hidup.

Buya Hamka pernah berkata “jika hidup hanya sekedar hidup, kera di hutan juga bisa hidup, jika hidup hanya untuk sekedar makan, ayam juga bisa makan”. Dari pernyataan Buya Hamka di atas dapat kita ambil suatu kesimpulan bahwa akan sama dengan dengan binatang kalau seandainya manusia tidak mengetahui hakikat dari kehidupannya. Kecenderungan manusia pada zaman sekarang ini adalah demikian meskipun mereka sekolah tinggi sampai mendapatkan gelar profesor ataupun gaji sangat berlimpah. Inti dari kehidupan mereka lebih mengorientasikan untuk mengisi perut dan memuaskan nafsu serakah.

Hanya sedikit dari sekian banyak manusia mau menggunakan akal untuk mencari hakikat dari kehidupannya. Memang harus diakui bahwa mencari hakikat kehidupan ini bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk ditemukan. Sulit bagi manusia yang benar-benar ingin menemukan arti dari kehidupannya di dunia ini. Akan tetapi ada satu cara untuk manusia dapat menemukan dengan tidak begitu sulit apa mengenai hakikat dari kehidupannya. Salah satunya adalah memahami agama dengan sepenuhnya.

Memahami agama dalam konteks ini bukan hanya sekedar mempelajari dan mempraktekkan semata. Akan tetapi menggali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Agama islam sebagai agama rahmatan lill a’alamin atau rahmat bagi seluruh umat, telah memberikan rincian tujuan dari penciptaan manusia itu sendiri. Hal inilah yang membuat islam bukan hanya rahmat bagi orang beragama islam saja, tetapi juga bagi orang-orang yang belum beragama islam sekalipun. Al-Quran sebagai kitab suci umat islam menyebutkan bahwa tujuan manusia diutus ke bumi ini adalah untuk menjadi khalifah atau wakil tuhan untuk mengurusi bumi.

Perintah itu disebutkan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 30-33. Pada intinya Allah akan menjadikan manusia sebagai wakilnya untuk mengurusi bumi. Namun tentu tidak cukup sampai di situ saja. Karena tanpa pendalaman maksud, tentu kita tidak akan menemukan arti yang sesungguhnya atau bisa disebut original intent dari firman Allah tersebut. Di sinilah peranan akal kita untuk mencari maksud dan tujuan Allah menjadikan manusia sebagai Khalifah. Memang sudah banyak para ahli tafsir menafsirkan masalah Al-quran dengan perspektif yang tidak sama. Apakah kita hanya akan terpaku dari kajian para ahli tafsir tersebut? Kalau jawaban iya, maka hidup tidak akan ada artinya, akan tetapi jika kita mencoba menemukannya sendiri. Itulah arti hidup yang sebenarnya.

Bukan hanya untuk lahir bekerja dan mati saja, namun haruslah kita menjalankan tuntunan hidup sesuai dengan apa yang telah diberikan oleh sang pemberi tugas untuk di dunia ini.

Penulis akan mencoba menggali maksud dari ayat di atas yang menyatakan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Dalam perspektif penulis khalifah yang dimaksud di sini adalah orang yang menjaga, merawat, memperbaiki ataupun mengubah ke arah yang lebih lagi dari sebelumnya. Hal itu masih sebuah gambaran umum dari tugas kita sebagai khalifah, harus lebih dikhususkan lagi jika kita benar-benar ingin untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Sebagai seorang manusia yang pada fitrahnya memiliki keterbatasan di berbagai bidang. Maka tugas kita sebagai khalifah haruslah lebih dikhususkan dari apa yang dijabarkan sebelumnya.

Pertama yang penulis soroti, terlahir menjadi manusia haruslah menentukan apa yang akan kita lakukan ke depannya dalam rangka menjalankan amanah yang diberikan oleh Allah SWT. Tujuan yang dijalankan haruslah jelas, jika memilih jadi pegawai ataupun sebagai pengusaha. Tentu ada hal yang harus dipertanyakan, apakah pekerjaan ini sudah merepresentasikan tugas sebagai manusia atau belum. Lebih jauh menjadi pertanyaan jika kita menjadi pemimpin di suatu kaum, dan membuat perubahan ataupun melakukan hal yang diperintahkan agama. Apakah itu sudah menjadi khalifahkah. Sulit untuk dijawab, namun penulis hanya memandang tugas sebagai khalifah itu sebenarnya tidak berat seperti yang diutarakan di atas. Hanya saja bagaimana kita melaksanakannya, apakah sudah baik atau belum.

Seorang manusia dalam tingkatan profesi termasuk itu pengangguran sekalipun dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi jika menjalankan hal-hal sebagai berikut. Pertama, memiliki tujuan hidup yang pasti. Tujuan yang pasti di sini tidak terbatas hanya untuk menjadi sukses semata. Di sini tujuan pasti yang dimaksud adalah sudah jelas apa hak dan kewajiban kita sebagai manusia. Manusia yang menjadi makhluk sosial haruslah menjalankan hubungan dengan sesama manusia. Sebelum ajal menjemput kita harus berusaha untuk melakukan perintah dan menjauhkan larangan Allah.

Boleh saja kita berangan-angan memiliki cita-cita tinggi, namun itu bukanlah tujuan akhir akan tetapi jalan sebagai representasi sebagai khalifah. Dengan tercapainya cita-cita yang tinggi tersebut, sudah seharusnya manusia menentukan dengan apa yang dicapai ini harus ada sesuatu yang menjadi pembeda kita dengan manusia lain dalam hal menjalankan tugas sebagai khalifah entah itu dengan mengabdi kemasyarakat atau pun mengabdi kepada Allah. Kedua, mengetahui arah tujuan akhir kehidupan ini. Mengetahui yang dimaksud di sini adalah jangan hanya kita menafsirkan kehidupan ini sampai saat roh berpisah dari badan saja.

Seandainya hanya sampai di sana pemikiran kita, maka terlalu singkat perjalanan hidup. Banyak orang yang menyatakan hidup di dunia ini hanya sementara, akan tetapi tidak banyak orang yang mengetahui bagaimana kesementaraan itu. Mempersiapkan arah kehidupan setelah mati akan sangat penting dilakukan oleh setiap manusia. Tidak akan ada gunanya kita hidup di dunia ini hanya tanpa memikirkan hidup sesudahnya. Bagaimana mempersiapkan itu merupakan salah satu caranya. Akan tetapi mempersiapkan yang bagaimana inilah menjadi pertanyaan baru. Jika perjalanan hidup kita di dunia ini sudah jelas apa yang akan dilakukan sebagai seorang khalifah. Maka ia juga akan merancang bagaimana masa depannya setelah nanti tidak lagi menjadi khalifah. Jika di ibaratkan pekerja kantoran, tentunya dia akan memikirkan bagaimana cara menyambung hidup di kemudian hari setelah ia pensiun nantinya. Begitu pun manusia setelah pensiun nantinya akan mempersiapkan apa yang akan di bawahnya.

Itulah sebenarnya hakikat kita sebagai manusia. Bukan hanya untuk lahir bekerja dan mati saja, namun haruslah kita menjalankan tuntunan hidup sesuai dengan apa yang telah diberikan oleh sang pemberi tugas untuk di dunia ini. Menjalani kehidupan berdasarkan tuntunan Al-Quran dan Al-Hadist dengan tujuan utama mendapatkan ridho Allah SWT. Jika Allah sudah ridho dengan apa yang kita lakukan, maka apapun yang akan kita kerjakan di dunia ini akan diberkahi oleh Allah SWT. Hidup akan teras hidup, tidak banyak orang yang merasakan hidup yang sesungguhnya. Ada jiwa yang sudah mati walaupun badan masih bernyawa.

Tag:

Baca Juga

Bupati Tanah Datar Berikan Kabar Gembira untuk ASN Jelang Lebaran
Bupati Tanah Datar Berikan Kabar Gembira untuk ASN Jelang Lebaran
Pulang Basamo 10 Ribu Perantau Minang, Andre Rosiade: Bukti Komitmen Prabowo untuk Sumbar
Pulang Basamo 10 Ribu Perantau Minang, Andre Rosiade: Bukti Komitmen Prabowo untuk Sumbar
Penertiban Kembali Dilakukan di Pasar Raya Padang, Petugas Hadapi Perlawanan Pedagang
Penertiban Kembali Dilakukan di Pasar Raya Padang, Petugas Hadapi Perlawanan Pedagang
Yatim Fest 2024: Kebahagiaan dan Motivasi bagi Anak Yatim di Padang
Yatim Fest 2024: Kebahagiaan dan Motivasi bagi Anak Yatim di Padang
Komisi XI: Pelaporan Dugaan Korupsi LPEI ke Kejagung agar Patgulipat Tak Terulang
Komisi XI: Pelaporan Dugaan Korupsi LPEI ke Kejagung agar Patgulipat Tak Terulang
RDP Komisi VII DPR dengan PT PHE Hasilkan 6 Butir Kesimpulan
RDP Komisi VII DPR dengan PT PHE Hasilkan 6 Butir Kesimpulan