Ledia Hanifa soal Pendidikan Tinggi 'Tertiary Education': Pernyataan Sembrono, tidak Solutif

Ledia Hanifa soal Pendidikan Tinggi 'Tertiary Education': Pernyataan Sembrono, tidak Solutif

Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah. [Foto: Dep/vel/DPR RI]

Jakarta, Padangkita.com - Keluhan dan penolakan atas kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai kampus negeri sedang ramai terjadi. Sayangnya, tanggapan Pemerintah justru terkesan berlepas tangan.

Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandariesoal bahkan menyebut pendidikan tinggi adalah tertiary education, alias bukan wajib belajar yang merupakan prioritas bagi Pemerintah.

Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah menyayangkan pernyataan pejabat tersebut. Ledia bahkan menganggap ungkapan Tjitjik yang mewakili pemerintah itu, sebagai sembrono, tidak solutif, dan tidak nyambung.

“Masyarakat terutama orang tua dan mahasiswa sedang mengeluhkan biaya UKT yang naik berkali-kali lipat jadi mahal. Tidak terjangkau bagi banyak keluarga, sampai sudah ada korban drop out. Tapi pemerintah malah berkelit kalau kuliah itu tertiary education, pilihan pribadi untuk lanjut ke jenjang lebih tinggi, bukan prioritas pemerintah. Reaksi ini menurut saya sangat sembrono, tidak solutif dan ibarat Jaka Sembung naik ojek, gak nyambung, Jek,” ungkao Ledia dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu (19/5/2024).

Ledia melanjutkan dari reaksi pemerintah tersebut, memunculkan kekhawatiran bahwa karena pendidikan tinggi bukan wajib belajar dan bukan prioritas pemerintah, maka terserah saja mau naik berapa UKT-nya.

“Seolah-olah terserah saja mau semahal apa, terserah mahasiswa sanggup lanjut kuliah atau drop out, karena semua itu adalah pilihan,” kata Politisi Fraksi PKS ini.

Reaksi pemerintah menanggapi mahalnya kenaikan UKT dengan mengingatkan soal tertiary education itu, menurut Ledia, menjadi tidak nyambung karena status PTN itu jelas Perguruan Tinggi Negeri yang berada di bawah naungan negara. Sehingga, negara harus siap dan harus mau, mengawasi implementasi regulasi penentuan nilai harga satuan biaya operasional pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

“Sudah seharusnya penentuan nilai harga satuan biaya operasional pendidikan dikontrol oleh pemerintah. Kalau tidak dikontrol dan diawasi, maka akses pendidikan tinggi di Indonesia semakin sulit dijangkau, khususnya bagi masyarakat yang memiliki status ekonomi menengah ke bawah. Cita-cita mendulang Generasi Emas 2045 pun bisa hanya tinggal mimpi," tegas legislator asal dapil Jawa barat I ini pula.

Ledia kembali mengingatkan bahwa Perguruan Tinggi Negeri merupakan investasi negara terhadap tumbuh kembang masa depan generasi bangsa, bukan bisnis negara. Karenanya negara harus hadir dalam memberikan kemudahan akses pendidikan untuk mencerdaskan bangsa, bukan untuk sekadar memenuhi kebutuhan pasar.

“Untuk mendapat manfaat bonus demografi dan memanen SDM unggul Indonesia Emas 2045, maka prioritas kita tentulah bagaimana generasi muda mendapatkan pendidikan dengan kualitas terbaik, dengan pelayanan terbaik, dan dengan alokasi yang terbaik,” ujar Alumnus Master Psikologi Terapan Universitas Indonesia ini.

Baca juga: Heboh Lonjakan Kenaikan UKT di PTN, Dede: Jangan-jangan Tak Ada lagi Subsidi Pemerintah

Karenanya, menurutnya, terdapat dua hal harus terjadi secara simultan. Pertama, negara harus hadir lewat regulasi yang membantu PTN agar bisa mendiri sekaligus mendorong terbukanya akses pendidikan. Kedua, Perguruan Tinggi juga harus mampu memberdayakan badan usaha agar beban operasional pendidikan tinggi tidak sepenuhnya ditanggung oleh mahasiswa.

[*/rjl]

*) BACA informasi pilihan lainnya dari Padangkita di Google News

Baca Juga

DPR Siap Gelar IAPF, Puan Yakin Forum Parlemen Jadi Nilai Tambah Hubungan RI-Afrika
DPR Siap Gelar IAPF, Puan Yakin Forum Parlemen Jadi Nilai Tambah Hubungan RI-Afrika
Forum Parlemen Indonesia - Afrika, Songsong Pembangunan Berkelanjutan
Forum Parlemen Indonesia - Afrika, Songsong Pembangunan Berkelanjutan
Dinilai Terlalu Banyak Urus di Luar Kewenangan, DPR akan Evaluasi Posisi Mahkamah Konstitusi
Dinilai Terlalu Banyak Urus di Luar Kewenangan, DPR akan Evaluasi Posisi Mahkamah Konstitusi
Disorot DPR: Banyak RS Daerah Punya SDM Dokter Bagus, Sayang Alat-alat tak Lengkap
Disorot DPR: Banyak RS Daerah Punya SDM Dokter Bagus, Sayang Alat-alat tak Lengkap
Kemendikbudristek cuma Kelola Anggaran 15%, Perlu Reformulasi 'Mandatory Spending' 20%
Kemendikbudristek cuma Kelola Anggaran 15%, Perlu Reformulasi 'Mandatory Spending' 20%
Laporkan Kinerja Setahun Dewan, Puan: DPR Berhasil Selesaikan 63 Undang-Undang
Laporkan Kinerja Setahun Dewan, Puan: DPR Berhasil Selesaikan 63 Undang-Undang