Padang, Padangkita.com - Aktivitas manufaktur hijau dan berkelanjutan di Indonesia belum disokong oleh pemerintah. Padahal, aktivitas tersebut dapat menambah nilai ekonomi pada produk atau komponen yang sudah usang, bekas, atau sudah berakhir umur pakainya untuk dipulihkan.
Hal itu diungkapkan Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Andalas (Unand) Agus Sutanto pada orasi ilmiah pengukuhan dirinya sebagai guru besar tetap dalam Ilmu Teknik Mesin pada Fakultas Teknik Unand, Kamis (24/6/2021). Judul orasi ilmiahnya adalah "Manufaktur Maya, Awan dan Hijau".
Agus mengatakan saat ini hanya sektor informal yang terlibat dalam aktivitas manufaktur hijau dan berkelanjutan.
"Di Padang, mereka yang terlibat dalam aktivitas ini yakni pengguna produk akhir, pengepul rumah tangga, pengepul yang memproses limbah dan mentransportasinya ke unit daur ulang, dan bengkel reparasi atau servis," ujar Agus.
Manufaktur hijau dan berkelanjutan lahir sebagai antitesis manufaktur tradisional yang memproses bahan baku untuk menghasilkan produk lalu diakhiri dengan pembuangan produk yang sudah tidak dipakai.
"Implementasi manufaktur hijau dan berkelanjutan yakni mengeliminasi atau mengurangi pemborosan sumber daya dengan terus-menerus memanfaatkan produk," terang Agus
Secara umum, barang bekas terutama produk elektronik yang dibuang akan sangat sedikit sampai ke tempat pembuangan akhir. Hal ini disebabkan aliran sampah produk elektronik masih digunakan kembali oleh aktor sektor informal.
Baca juga: Kukuhkan 4 Guru Besar, Rektor Yuliandri Ungkap Jumlah Guru Besar di Unand Masih Sedikit
"Kita dapat melihat contoh pemulihan kembali produk oleh bengkel reparasi, seperti penggunaan kembali komponen atau reuse dan melakukan manufaktur ulang produk bekas menjadi produk seperti baru dengan fungsi kerja yang setara," tutur Agus. [den/pkt]