Baru dua bulan setelah mereka pindah, si Kuning kembali muncul di rumah Hamka di Jalan Raden Fatah. Hal tersebut membuat Hamka dan keluarga bahagia.
Namun, keadaan si Kuning saat kembali sangat memprihatinkan. Badannya kurus dan banyak bekas luka karena mungkin sering berkelahi dengan kucing lain. Telapak kaki si Kuning juga mengelupas dan ada bekas darah kering.
Oleh Hamka, luka-luka di tubuh si Kuning diobati. Dia juga dikasih susu sapi murni. Si Kuning lalu menjilatinya dengan rakus.
Keluarga Hamka sangat heran bagaimana caranya si Kuning pulang ke bekas rumah mereka di Gang Toa Hong II dan muncul kembali di rumah baru mereka di Kebayoran Baru. Padahal, jarak keduanya sekitar 50 kilometer. Namun, mereka senang kucing itu bisa kembali.
Setelah itu, si Kuning kembali menjadi peliharaan kesayangan Hamka. Dia tidur di tempat tidur Hamka. Dia tidur di unjuran kaki Hamka. Bila Hamka sedang menulis karangan, si Kuning bakal duduk di atas kaki Hamka yang duduk bersila. Hamka pun tidak merasa terganggu dengan perilaku kucingnya itu.
Si Kuning juga punya kebiasaan lain. Kucing ini selalu mengikuti Hamka bila pergi salat ke Masjid Agung, baik subuh, magrib, atau Isya. Dia mengikuti Hamka pergi dan pulang. Selama salat, si Kuning menunggu dengan setia di dekat pintu masjid. Banyak jemaah yang terheran kesetiaan kucing itu kepada Hamka.
Waktu Hamka jadi tahanan pemerintahan Soekarno, si Kuning kembali mencari keberadaan tuannya di seluruh ruangan rumah. Dia juga jadi jarang pulang. Setelah pemerintahan Soekarno jatuh, si Kuning kembali bertemu dengan Hamka.
Alkisah, istri pertama Hamka, Hajah Siti Raham Rasul meninggal dunia. Hamka menikah lagi dengan seorang perempuan dari Cirebon bernama Hajah Siti Chadijah. Irfan dan saudara-saudara merestui pernikahan ayah mereka itu dan memanggilnya dengan sebutan Ibu, karena ingin ada yang menemani Hamka di hari-hari tuanya, sedangkan anak-anaknya sudah berumah tangga.
Suatu hari, Hamka pun dihadiahi seekor kucing anggora warna putih jantan oleh tamu yang datang ke rumah mereka. Sejak kehadiran kucing baru itu, si Kuning tidak pernah lagi masuk ke dalam rumah.
Menurut Irfan, tampaknya Ibu tidak membolehkan si Kuning datang karena mungkin takut berkelahi dengan kucing anggora, penghuni baru rumah mereka.
Sehari-hari, si Kuning mendapat makanan dari Zaki dan Hilmi, anak Hamka yang lain, yang masih tinggal di rumah tersebut.
Singkat cerita, kesehatan Hamka menurun, dan dirawat di Rumah Sakit Pertamina Pusat. Dia wafat lalu dimakamkan di pemakaman Tanah Kusir.
Suatu hari, setelah Hamka meninggal dunia, si Kuning tidak pernah muncul lagi di rumah mereka. Ia pergi entah ke mana.
Dan, pada suatu Jumat, Irfan Hamka salat Jumat di Masjid Agung Al-Azhar. Dia duduk di dalam. Di sebelahnya satu saf duduk seorang jemaah subuh, murid ayahnya.
"Tadi sebelum ke sini, saya ziarah ke makam Buya. Di situ saya melihat kucing kuning kesayangan Buya sedang tidur di atas pusara Buya. Saya kenal betul dengan kucing itu yang selalu menunggu Buya di depan pintu masjid," bisik jemaah itu seperti ditirukan Irfan Hamka, sebelum khatib menaiki mimbar.
Karena penasaran, Irfan Hamka selesai Jumat langsung ke Tanah Kusir. Dia mencari keberadaan si Kuning di pusara ayahnya dan di arena pemakaman. Namun, binatang kesayangan Hamka sewaktu hidup itu tidak berhasil ditemukan.
Si Kuning telah menghilang, tidak tahu lagi keberadaannya. Seakan ikut merasakan kesedihan atas kepergian tuannya untuk selamanya.
Baca Juga: Ternyata Buya Hamka Adalah Ulama yang Pertama Kali Gunakan Akronim Nama, Ini Sejarahnya
Si Kuning yang sudah tua, usianya mungkin sudah 25 tahun sejak dipungut Hamka, menurut Irfan, telah menjadi bagian dari sejarah hidup mereka dan Hamka itu sendiri. [fru]