Padang, Padangkita.com – Belum lama ini Presiden Jokowi menyatakan sangat menginginkan Ainun Najib—praktisi teknologi informasi yang berkerja di Singapura—agar kembali ke Indonesia dan bekerja untuk Indonesia.
Ini bukan pertama kali pemerintah Indonesia melakukan hal demikian: mengundang anak bangsa yang hebat di luar negeri, pulang dan mengabdi untuk negara.
Sekitar 10 tahun lalu atau persisnya tahun 2012, ada anak bangsa yang berasal dari Padang, Sumatra Barat (Sumbar) memilih pulang ke Indonesia setelah diundang pemerintah untuk membangun mobil listrik.
Namanya Ricky Elson, yang merupakan ahli mesin kendaraan listrik di Jepang.
Kisahnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan meninggalkan karir 13 tahun yang dibangun di perusahaan besar di Jepang, diceritakan dalam podcast Dahlan Iskan.
“Saya kembali ke Indonesia tahun 2012. (Bermula) 11 Maret, minggu ke-17 Pak Dahlan jadi Menteri (ketika itu Dahlan baru jadi Menteri BUMN), mengeluarkan tulisan berjudul ‘Saatnya Putra Petir Harus Melawan’,” kata Ricky Elson mengenang.
“Itu adalah surat panggilan, undangan dan tantangan bagi anak-anak Indonesia. Secara terbuka, ayo gabung, BUMN siap mendukung nih. Seribu anak Indonesia, berapapun silakan datang, ayo,” ulas Ricky.
Diketahui, saat menjadi Menteri BUMN, Dahlan Iskan yang memang wartawan senior masih menjadi pemilik jaringan media Jawa Pos Group. Dahlan rutin menulis tiap pekan di rubrik ‘Manufacturing Hope’ yang dimuat di semua koran milik Jawa Pos Group.
“Yang mau ngembangin motor listrik, yang mau ngembangin mobil listrik. Pokoknya kendaraan listrik lah waktu itu (diundang pulang),” kata Ricky lagi.
Ricky membaca tulisan Dahlan setelah dikirim temannya dari Indonesia. Jiwa nasionalismenya pun berontak.
Padahal saat itu, ia tengah bekerja di Jepang sebagai seorang peneliti dan pengembang teknologi mesin-mesin listrik, baik untuk pembangkit maupun kendaraan listrik. Nama perusahaannya Shimizu SIM-Drive Platform.
“Dan kebetulan, perusahaan kami juga memasok komponen-komponen untuk kendaraan listrik. Saya juga dilibatkan dalam riset mobil listrik, lalu saya dikirimkan tulisan Pak Dahlan itu oleh teman saya,” ungkap Ricky.
Menurut Ricky, ketika itu adalah tahun ke-19 ia bekerja di Jepang. Ia memulai karir di Jepang sejak tahun 1999.
“Mas Ricky ini ada Menteri yang mau mengembangkan mobil listrik. Pulang dong, ini tantangan besar nih,” kata Ricky tentang ajakan salah seorang temannya waktu itu.
Luluh Oleh Tekad Dahlan Iskan
Singkat cerita, Ricky pun memutuskan untuk menutup karirnya di Jepang dan kembali ke Indonesia. Target pertamanya adalah bertemu dengan Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN yang mengundang anak-anak Indoensia di luar negeri untuk pulang ke Indonesia.
“Akhirnya kita ketemu 30 April 2012 (di kantor Dahlan Iskan). Pukul 15.30. Waktu itu, Pak Dahlan datang terlambat. Lalu bilang ‘maafkan saya terlambat’, saya kaget, masih ada menteri yang mau minta maaf,” ujar Ricky sambil tertawa.
Sikap Dahlan itu, kata Ricky, sangat berkesan bagi dirinya.
Lalu, dalam pembicaraan berikutnya, Dahlan Iskan menyebut angka Rp500 juta sudah bisa menjadi sebuah mobil lsitrik.
“Saya tertawa terpingkal-pingkal (mendengarnya),” kata Ricky.
Sementara, kata Ricky, di project mobil listrik yang ikuti bersama perusahaannya di Jepang, yakni Shimizu SIM-Drive Platform, untuk meuwujudkan 1 mobil, harus konsorsium dengan 39 perusahaan.
Kemudian, tiap-tiap perusahaan wajib membayar Rp2 miliar, 3 orang engineer per perusahaan, dan dalam satu tahun jadinya baru satu prototype.
Shimizu SIM-Drive Platform sendiri adalah peruahaan yang pertama kali mengembangkan Eliica (Electric Lithium-Ion Car), mobil listrik pertama yang mengalahkan kecepatan Porche waktu itu.“Saya sudah merasakan, bagaimana naik mobil listrik (Eliica), yang kecepatannya 100 km per detik dalam 3 detik. Lalu Pak Dahlan bercerita kepada saya, aku kasih kemarin Rp500 juta mobilnya jadi. Waktu itu saya syok dengan Indonesia, belajar untuk menerima. Wow, Rp500 juta jadi mobil listrik ya. Dan saya tertawa-tawa, dan belajar menerima. Oh harus ada yang berubah di dalam pemikiran saya,” ungkap Ricky Elson.
“Jika seorang Menteri saja yakin dengan seperti ini, bagaimana dengan 270 juta penduduk Indonesia akan meminta jauh lebih tidak masuk akal lagi Mereka akan berpikir, membutuhkan riset yang pendek, biaya murah,” ulas Ricky.
Namun Ricky merasakan tekad Dahlan Iskan waktu itu. Akhirnya ia pun luluh. Namun, kata Ricky, sebenarnya dia luluh, ketika Dahlan Iskan yang mengendarai mobil listrik kena macet di Semanggi.
“Lalu mobilnya ditinggalkan di tengah jalan. Dan, saya membaca begitu banyak yang menertawakan, mencemooh. Rasain itu gara-gara mobil Rp500 juta tadi. Lalu, di pertemuan berikutnya, Pak Dahlan bilang yang memang harus sekarang, saya tahu itu. Semua biaya untuk mengembangkan mobil listrik itu besar sekali. Tapi kalau kita gak mulainya sekarang, kapan?”
“Waktu itu saya menerima, saya akan ikut. Tapi dengan satu janji waktu itu. Bahwa pengembangan mobil listrik ini bukan setahun dua tahun. Bahwa ini akan butuh nafas panjang, banyak pengorbanan, banyak yang harus diperjuangkan,” ujar Ricky.
Hingga akhirnya, didapatlah lima “Putra Petir” untuk membangun mobil listrik di Indonesia, yang salah satunya adalah Ricky Elson.
“Tanggal 25 Mei 2012, Pak Dahlan mengajak saya ke sebuah pertemuan besar di Yogyakarta. Di sana ada Bapak Presiden SBY, 11 menteri dengan Pak Dahlan, 39 rektor dari berbagai universitas dan ratusan peneliti. Itulah awal dicetuskannya program Molina, mobil lsitrik nasional di Gedung Agung Yogyakarta,” ujar Ricky.
Namun sayang waktu itu, kata Ricky, semua elemen belum terkoordinasi dengan baik, sehingga terkesan ada kubu BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), ada kubu Kemenristek, dan ada kubu Dahlan Iskan (Putra Petir).
Waktu itu, Riky menyatakan agar tidak disuruh buat mobil listrik.
“Namun, izinkan saya bikin mesinnya. Motor listriknya. Electric motor, kalau kita waktu kecil menyebutnya dinamo, padahal namannya bukan dinamo,” ujar Riky.
Di dalam rapat bersama tim program Molina, lanjut Ricky, direncanakan membuat mesin listrik itu dua tahun setelahnya.
“Waktu itu saya sampaikan ke Pak Dahlan, izinkan saya menyelesaikannya tiga bulan. Lalu kita wujudkanlah di PT Pindad. Mesin mobil listrik pertama kita,” kata Ricky.
Tampil di KTT APEC
Pada Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) tahun 2013 di Nusa Dua, Bali pada tanggal 5-7 Oktober, mobil listrik karya ‘Putra Petir’ pun ikut dipamerkan.
“Di KTT APEC kita membawa lima mobil waktu itu. Bagi saya waktu itu adalah challenge yang begitu berat. Bagaimana Pak Dahlan, di bulan Februari memberikan tantangan untuk membawa mobil 5 unit ke KTT APEC di bulan Oktober,” kata Ricky.
“Sementara saya tahu (di Jepang), mobil yang akan diluncurkan secara komersil, lima tahun sebelumnya sudah diujicoba. Di Indonesia kita harus bikin mobil listrik, 5 unit dalam waktu lima bulan,” jelasnya.
Namun tantangan itu berhasil dituntaskan oleh Ricky dkk.
Waktu berlalu, zaman berganti, dan pemerintah berubah.
“Mobil listrik lelap, dan Pak Dahlan pun sibuk dengan masalah-masalah yang tidak bermanfaat itu,” ulas Ricky.
Dalam podcast tersebut, Ricky dan Dahlan Iskan sepakat tidak mau mengungkap masalah yang mereka sebut ‘tidak bermanfaat’. Namun, sekadar diketahui, Dahlan Iskan sempat terseret masalah hukum soal pengadaan mobil listrik ini.Baca juga: Hadir di Unand, Ridwan Kamil Ungkap Jadi Gubernur Pertama yang Gunakan Mobil Listrik
Lalu ke mana Ricky setelah tidak lagi bergabung dengan pemerintah yang baru untuk mengembangkan mobil listrik? Kenapa Ricky tidak kembali lagi ke Jepang? Bagaimana nasib Ricky setelah program Molina (Mobil Listrik Nasional) seperti hilang ditelan bumi? Ikuti tulisan berikutnya.
[*/pkt]