Berita Padang hari ini dan berita Sumbar hari ini: Keluarga korban kekerasan seksual di Padang terancam dikriminalisasi dengan adanya pengaduan penipuan dan penggelapan.
Padang, Padangkita.com - Keluarga korban kekerasan seksual di Padang terancam dikriminalisasi dengan adanya pengaduan penipuan dan penggelapan. Kasus bermula ketika Bunga, 16 tahun-bukan nama sebenarnya-mengalami kekerasan seksual oleh pacarnya R, 22 tahun pada bulan Februari lalu.
Keluarga Bunga melaporkan R ke Polsek Koto Tangah, dan R ditangkap serta dikenai Pasal 332 KUHP karena telah melarikan perempuan di bawah umur.
“Dia menjadi korban kekerasan seksual. Dia dan pelaku memiliki hubungan berpacaran. Orangtua korban tidak terima dan melapor ke pihak kepolisian. Kemudian R ditangkap dan ditahan oleh kepolisian,” kata Direktur WCC Nurani Perempuan Rahmi Meri Yenti saat mendampingi keluarga korban dalam konferensi pers, Senin (22/03/21) di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang.
Setelah R ditahan, keluarga R mendatangi keluarga Bunga, memberikan uang sejumlah Rp20 juta untuk biaya pengobatan. Pemberian uang tersebut juga disertai dengan perjanjian “damai” antara keluarga korban dan keluarga pelaku.
Berbekal contoh surat perjanjian di internet, Ibu Bunga menulis perjanjian akan mencabut laporan setelah menerima uang restitusi atau uang pengobatan tersebut.
“Ada tawaran dari keluarga pelaku untuk upaya damai. Keluarga pelaku kemudian memberi uang sebesar Rp20 juta. Dalam bukti kuitansinya dikatakan bahwa uang itu untuk biaya dispensasi pengobatan. Atas alasan pengobatan, keluarga korban menerima, karena mereka memang tidak mampu secara ekonomi,” terang Rahmi Meri Yenti.
Setelah keluarga Bunga menerima uang tersebut, kedua belah pihak ini kemudian mendatangi Polsek Koto Tangah dengan tujuan mencabut laporan. Namun, laporan tersebut tidak dapat dicabut karena merupakan delik biasa bukan delik aduan.
Dalam delik biasa, perkara tersebut dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Jadi, meskipun korban atau pelapor telah mencabut laporannya, akan tetapi pihak kepolisian berkewajiban untuk memproses perkara tersebut.
“Perjanjian itu tidak serta bisa menghapus atau mencabut laporan kasus karena kasus ini ialah delik biasa atau delik murni,” terang Rahmi Meri Yenti.
Karena laporan tidak bisa dicabut, keluarga pelaku kemudian meminta orangtua korban mengembalikan uang Rp20 juta tersebut. Namun, sebanyak Rp8 juta telah digunakan untuk pengobatan.
Orangtua Bunga hanya menyanggupi pengembalian senilai Rp12 juta. Namun keluarga pelaku meminta uang tersebut dikembalikan utuh. Kemudian keluarga pelaku melaporkan orangtua Bunga Polsek Koto Tangah dengan tuduhan melakukan penipuan dan penggelapan uang. Laporan itu diterima Polsek Koto Tangah, dan kini dalam proses penyelidikan.
LBH Padang menilai surat perjanjian antara keluarga pelaku dan keluarga korban yang menjadi dasar pengaduan tersebut tidak sah.
“Surat perdamaian tidak memenuhi surat perjanjian, tidak memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata. Jadi kausanya tidak halal dan melawan peraturan perundangan-undangan,” kata Kuasa Hukum Korban, Dechtree Ranti Putri dari LBH Padang.
LBH mengatakan jika uang restitusi merupakan hak untuk pemulihan korban. Serta pemberian uang pengobatan dapat meringankan proses hukum yang akan dilalui oleh pelaku. Saat ini proses hukum pelaku masih dalam tahap penyidikan.
“Uang pengobatan merupakan hak korban yang mesti dibayarkan pelaku. Dapat meringankan pelaku. Namun tidak membuat serta merta menghilangkan hukuman untuk pelaku,” katanya.
LBH Padang meminta Polsek Koto Tangah menghentikan kasus penggelapan dan penipuan tersebut. Serta, mengalihkan penangananb kasus tersebut ke Unit PPA Polda Sumbar.
“LBH selaku pendamping keluarga korban menuntut Kepala Polsek Koto Tangah untuk menghentikan dugaan perkara penipuan dan penggelapan serta meminta Kapolda Sumbar untuk mengambil alih kasus ini ke Unit PPA,” terangnya.
Kondisi Korban dan Keluarga Korban
Pasca-kejadian tersebut, Bunga mengalami depresi. Menurut cerita orangtuanya, Bunga tidak mau makan, menangis, sedih berlarut-larut dan hampir melakukan tindakan bunuh diri.
“Ia kadang menangis terus ketawa. Ia tidak mau mandi, ia tidak juga makan. Ada keinginan untuk bunuh diri,” ucap Ibu Bunga.
Bunga kemudian mendapat pemulihan dan pendampingan oleh Nurani Perempuan. Saat ini Bunga telah kembali ke sekolah. Namun, saat ia mulai membaik ibunya terancam dipenjara.
“Ia sudah bisa kembali ke sekolah. Namun, karena mengetahui saya terancam dipenjara ia mengatakan ingin lari,” lanjut Ibu Bunga sembari menyeka air matanya.
Keluarga Bunga kini merasa diteror dan diancam oleh keluarga pelaku.
“Keluarga pelaku datang ke rumah 3 kali. Sehabis pemeriksaan juga datang lagi menanyakan perihal uang. Kami tidak nyaman di rumah, anak-anak juga ketakutan,” sambung Ayah Bunga yang merupakan seorang buruh lepas.
Polisi Tidak Tahu Ada Perdamaian
Sementara itu, Kepala Unit (Kanit) Reserse Kriminal (Reskrim) Kepolisian Sektor (Polsek) Koto Tangah, Ipda Mardianto Padang mengatakan, idak mengetahui kesepakatan perdamaian antara keluarga Bunga dengan keluarga R.
“Katanya begitu, orang itu yang lebih tahu. Kami tahunya setelah keluarga tersangka membuat laporan, itu yang kami tahu. Laporan ini masuk pada bulan Februari. Jadi, setelah pelaku cowok ditahan, ada perkataan berdamai, nanti bisa keluar anaknya. Itu cerita mereka di luar sana, karena mereka membuat perdamaian itu di luar. Namun setelah uang dikasih dan anak itu tak kunjung keluar, datanglah keluarga si laki-laki menceritakan kejadian itu,” kata Mardianto saat dihubungi Padangkita.com via telepon, Senin (22/3/2021).
Mardianto mengaku pihaknya memang menerima laporan dugaan penipuan yang dialamatkan kepada pihak keluarga Bunga.
“Kata keluarga tersangka, mereka memberikan uang Rp20 juta agar si pelaku bisa keluar (dari penjara). Mereka membuat laporan, kami terima. Kami baru sebatas melakukan penyelidikan, apakah memang (uang) itu tujuannya mengeluarkan anaknya,” ujarnya.
Mardianto mengatakan, pihaknya sudah memanggil sejumlah saksi mengenai kronologi kejadian itu. Sebanyak tiga saksi, lanjut dia, sudah dipanggil dan dimintai keterangan, namun dia tidak menyebutkan secara detail saksi dari pihak mana.
“Saksi itu dari pihak luar, bukan dari pihak keluarga si korban. Namun kami juga telah minta keterangan pihak si perempuan, katanya biaya itu pengobatan, sedangkan kata keluarga laki-laki uang itu selain pengobatan juga untuk membebaskan anaknya,” katanya.
Saat ini, kata Mardianto, pihaknya tengah fokus pada kasus dugaan penipuan tersebut. Pasalnya, kata dia, kasus dugaan pencabulan sudah berjalan dan sudah ditangani.
“Belum ada tersangka dalam laporan polisi terkait kasus penipuan, belum ada tersangka, kami melakukan penyelidikan. Sekarang pihak keluarga laki-laki sudah buat laporan, merasa ditipu katanya, tentu kami terima,” ujar Mardianto.
“Kami menerima laporan tidak serta-merta langsung menerima (laporan) bulat-bulat seperti itu saja, tentu kami menyelidiki dahulu, laporan polisi memang sudah kami terima, tentu kami panggil saksi-saksi, apa sebabnya (kesepakatan) perdamaian itu terjadi bagaimana,” ulasnya.
Meksipun kedua belah pihak berdamai, kata Mardianto, polisi tidak akan bisa menghentikan kasus dugaan pencabulan yang sedang berjalan tersebut. Pasalnya, polisi melakukan sejumlah tahapan penanganan kasus seperti menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), sudah melakukan perpanjangan penahanan dan berkas yang sudah dilimpahkan ke Kejaksaan.
“Kalau berdamai tidak ada masalah, tapi tidak menyelesaikan masalah yang ada. Silakan berdamai, tidak masalah, itu hak mereka, kasus ini sudah lanjut, sudah panjang. Sampai sekarang penahanan orang ini tidak ada masalah, namun, di luar sana mereka membuat perdamaian, itu tidak ada masalah,” kata Mardianto lagi.
“Justru mungkin karena pihak tersangka merasa mereka dibohongi lantaran anaknya tidak juga keluar, padahal uang sudah dikasih, makanya mereka melapor, apakah disana ada peristiwa pidananya, tentu kami menyelidiki. Itu lah yang kami selidiki,” katanya.
Meskipun demikian, pihaknya belum berencana akan mengonfrontir pernyataan kedua belah pihak. Mardianto menyebut, pihaknya masih menunggu petunjuk dari Kapolsek Koto Tangah, Kompol Indra Junaidi.
“Jadi seandainya pun mereka benar-benar berdamai, yah udah, serahkanlah bukti perdamaian itu kalau memang tidak ada dalam tanda kutip sesuatu di dalam itu, yah berikan ke polisi untuk dimasukkan ke berkas itu. Ternyata itu tidak ada, orang itu sudah memberi uangnya sebanyak Rp20 juta,” tandasnya.
“Dengan adanya laporan ini, uang Rp20 juta ini kami tidak tahu ceritanya bagaimana. Hasil keterangan keluarga korban ke kami, uang itu untuk biaya pengobatan anaknya, itu katanya, kalau iya begitu berarti memang benar dikasih untuk berobat,” imbuhnya.
Baca juga: Sebulan Larikan Anak Bawah Umur, Pria di Padang Pariaman Ditangkap
Sekadar diketahui, kasus kekerasan seksual atau pencabulan ini diungkap polisi pada Februari 2021 lalu. Setelah pelaku ditangkap, hingga kini masih ditahan di Mapolsek Koto Tangah. [son/adl/pkt]