Padangkita.com - Setelah ditandatangani Presiden pada 10 Juli 2017, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Selanjutnya, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) secara resmi mencabut status badan hukum organisasi kemasyarakatan (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Pengumuman pencabutan status badan hukum HTI tersebut dibacakan di Kantor Ditjen Imigrasi, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/7/2017). Pencabutan status badan hukum salah satu Ormas tersebut merupakan tindak lanjut dari Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (Dismed FMB9) dengan tema “Tindak Lanjut Penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017” di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (21/7/2017), seperti disadur dari PresidenRI.go.id, Staf Ahli Menko Polhukam Sri Yunanto mengatakan diterbitkannya Perppu Ormas ini demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Perppu ini juga untuk menjaga dan ‘merawat’ NKRI dan juga sejalan dengan semangat reformasi serta membuat negara ini kuat,” tegas Sri Yunanto.
Menurut Staf Ahli Menko Polhukam, penerbitan Perppu yang diumumkan oleh Menko Polhukam dan diteken oleh Presiden Jokowi itu, sesungguhnya bermuatan tetap menjaga kebebasan terhadap Ormas sehingga tetap berjalan seperti biasa dengan dilandasi dengan NKRI.
Pemerintah, menurut Sri Yunanto, akan menjalankan Perppu sesuai koridor yang ada. Seperti diketahui, salah satu pertimbangan terbitnya Perppu karena UU Ormas dinilai tidak lagi memadai sebagai sarana mencegah ideologi ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. “bbaik aspek substantif atau prosedur,” ungkap Sri Yunanto.
Sinyal Kemendagri Usai Diterbitkannya Perppu Ormas
Sebagian pihak menunggu langkah lanjutan Pemerintah usai Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) terbit.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) setidaknya memberi dua sinyal terkait hal tersebut. Seperti disampaikan Direktur Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Ditjen Politik dan Pemerintah Umum Kemendagri La Ode Ahmad dalam Dismed FMB9 di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (21/7/2017).
Menurut La Ode Ahmad, pemerintah tidak akan terburu-buru mengeksekusi Ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Meskipun, saat ini pemerintah telah memiliki landasan hukum yang kuat.
“Persoalan ini lahir, lalu kita main eksekusi, nanti dulu. Kita tidak akan buru-buru mengeksekusi,” ungkap La Ode.
Perppu Ormas tersebut, lanjut La Ode tidak serta-merta bisa langsung diterapkan untuk membubarkan ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Sebab, pemerintah masih menunggu persetujuan dari DPR untuk menjadikan perppu tersebut sebagai undang-undang.
“Kita tentu menghormati prosedur, tentu melewati DPR. Konteksnya adalah pemerintah harus menyiapkan rambunya itu (Perppu Ormas). Lalu perppunya itu tidak berdiri sendiri, DPR juga akan mengesahkan itu,” ulas La Ode.
Keberatan, Silahkan Ambil Langkah Hukum
Di tempat yang sama, Dismed FMB9 di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (21/7/2017), Direktur Perdata Ditjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Daulat P. Silitonga menjelaskan dengan adanya pencabutan SK Badan Hukum HTI, maka Ormas tersebut dinyatakan bubar sesuai dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 80A.
“Jika ada pihak-pihak yang berkeberatan dengan keputusan ini, dipersilahkan untuk mengambil upaya hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegas Daulat.
Menurut Daulat, pencabutan SK Badan Hukum HTI ini merupakan tindak lanjut atas Perppu No.2 Tahun 2017, di mana tindakan tegas akan diberikan kepada Ormas yang melakukan upaya atau aktivitas yang tidak sesuai dengan kehidupan ideologi Pancasila dan hukum NKRI.
Pemerintah, lanjut Daulat, dalam proses pencabutan SK Badan Hukum HTI bukanlah keputusan sepihak. Melainkan hasil dari sinergi badan pemerintah. “Yang berada di ranah politik, hukum, dan keamanan,” ujarnya.
Di sisi lain, Daulat menjelaskan, pemerintah tetap menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan berpendapat. Salah satunya dengan mempermudah proses pengesahan Badan Hukum Ormas.
Hal itu, menurut Daulat, dengan catatan setelah Ormas disahkan melalui SK, maka Ormas tersebut wajib untuk mengikuti aturan hukum yang berlaku dan tetap berada di koridor hukum. “Khususnya tidak berseberangan dengan ideologi dan hukum negara di Indonesia,” ulas Daulat.
Disebutkan, Perppu Nomor 2 Tahun 2017 juga mengamanatkan bahwa pemerintah tidak hanya memiliki kewajiban untuk membina Ormas saja, tetapi juga memfasilitasi laporan dari masyarakat jika ada indikasi suatu Ormas yang melenceng dari ideologi dan hukum negara.
Adapun instansi pemerintah yang berada di ranah politik, hukum, dan keamanan yang akan melakukan tindakan tegas kepada Ormas yang disinyalir memiliki ideologi yang melenceng dari Pancasila. Tentunya, tindakan tegas diberikan setelah melakukan kajian atas laporan tersebut.
Khusus untuk HTI, Daulat menjelaskan, walaupun dalam AD/ART mencantumkan Pancasila sebagai ideologi untuk Badan Hukum Perkumpulannya, namun dalam fakta di lapangan, kegiatan dan aktivitas HTI banyak yang bertentangan dengan Pancasila dan jiwa NKRI.
“Mereka mengingkari AD/ART sendiri, serta dengan adanya masukan dari instansi terkait lainnya, maka hal-hal tersebut juga menjadi pertimbangan pencabutan SK Badan Hukum HTI,” jelasnya.
Sebelumnya, HTI tercatat di Kemenkumham sebagai Badan Hukum Perkumpulan dengan nomor registrasi AHU-00282.60.10.2014 pada 2 Juli 2014. Adapun, HTI pada saat mengajukan permohonan Badan Hukum Perkumpulan melakukan secara elektronik, yakni melalui website ahu.go.id.
Kondisi Mendesak Tertibkan Ormas
Sementara, Jamintel Kejaksaan Agung Adi Toegarisman mengatakan pembubaran Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dinilai menyimpang dari Pancasila sulit dilakukan melalui lembaga peradilan. Sedangkan menertibkan Ormas-ormas yang bermasalah sangat mendesak, sehingga pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
“Akan memakan waktu lama apabila pembubaran Ormas melalui mekanisme peradilan. Tahapan pertama yang harus dilalui adalah memberikan teguran kepada Ormas yang bersangkutan hingga tiga kali,” ungkap Adi di acara Dismed FMB9, Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (21/7/2017).
Menurut Jamintel Kejagung ini, apabila dalam teguran ketiga Ormas itu tetap tidak mematuhi, akan dilakukan pencabutan dana bantuan atau hibah. Setelah cara itu dilakukan, tapi Ormas masih berkegiatan yang dinilai bermasalah, maka ada mekanisme pencabutan badan hukum. Langkah setelah itu, barulah ormas dibawa ke pengadilan.
Adi menjelaskan, keluarnya Perppu Ormas bukan lantaran pemerintah takut kalah ketika bersidang di pengadilan, tapi ada sesuatu yang mendesak untuk menertibkan Ormas. Keluarnya peraturan tersebut melalui diskusi panjang. Bahkan, ia menyebut ada perdebatan di dalamnya. “Itu pendapat bersama, dirumuskan melalui proses pembahasan dan diskusi,” pungkasnya.