Jakarta, Padangkita.com - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyoroti semakin besarnya jumlah masyarakat yang terlilit pinjaman online atau pinjol dengan bunga tinggi yang mendekati rentenir.
Fenomena itu menurut LaNyalla bisa jadi menunjukkan ada fakta kesulitan ekonomi akut di masyarakat.
Dalam laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, ada 21 pinjaman online atau fintech peer-to-peer lending yang memiliki tingkat kredit macet di atas 5 persen. Artinya peminjamnya gagal bayar utang dalam periode 90 hari.
OJK juga melaporkan tunggakan pinjaman online menembus angka Rp51,46 triliun atau naik sekitar 28,1 persen secara tahunan per Mei 2023.
"Banyaknya masyarakat terjerat pinjaman online ini sebuah fenomena yang memprihatinkan. Apakah benar-benar ada kesulitan ekonomi di masyarakat bawah atau fenomena apa? Tentu ini harus dimitigasi oleh pemerintah," kata LaNyalla, Senin (6/11/2023).
Menurut LaNyalla, selain kondisi ekonomi masyarakat yang sulit, apakah juga disebabkan perilaku masyarakat yang konsumtif? Selain lemahnya regulasi, baik dari sistem pengawasan hingga penegakan hukum.
Karena itu, Senator asal Jawa Timur itu meminta pemerintah melakukan tindakan tegas terkait pinjol yang sudah menyusahkan pengguna dengan dalih memberikan kemudahan. Karena menurutnya, dalam waktu singkat dapat merusak sistim ekonomi bangsa.
"Perlahan tetapi pasti, maraknya pinjaman online yang gagal bayar, akan semakin menjerat dengan bunga berbunga, dan ujungnya masyarakat terkena black list bank, ini pada jangka panjang meruntuhkan kekuatan ekonomi di masyarakat," papar dia.
"Efeknya tidak sepele, tetapi sangat luas. Padahal masyarakat perlu akses pembiayaan ke perbankan untuk modal usaha dan lain-lain. Seandainya kena blacklist, masyarakat akan sulit mendapatkan modal," tukas dia.
LaNyalla juga mempertanyakan sejauh mana pengawasan OJK terhadap fintech atau penyedia pinjol sampai memiliki jumlah tunggakan pinjaman sangat besar.
"Angka kredit macet sangat besar dan tentu dampaknya besar. Kita merasa aneh, soalnya pinjol yang sebagian diawasi OJK tetapi kenyataan kondisinya demikian," tuturnya. [*/pkt]