Jejak Sang Proklamator di Tanah Kelahiran

Jejak Sang Proklamator di Tanah Kelahiran

Foto Bung Hatta bersama sejumlah menteri, pejabat dan staf kepresidenan saat berada di Istana Bung Hatta, terpajang di Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta. (Foto: Aidil Sikumbang).

Padangkita.com - Sejarah Indonesia tak bisa dilepaskan dari andil Muhammad Hatta, Bapak Proklamator dan Wakil Presiden pertama Indonesia. Pria sederhana yang identik dengan kacamata ini, adalah satu dari banyak tokoh Indonesia asal Minangkabau, yang hingga kini menjadi panutan. Pemikiran dan kesederhanaannya menjadi referensi banyak tokoh.

Meski sebagian besar umurnya dihabiskan di perantauan, namun bicara Hatta tak bisa dilepaskan dari Bukittinggi, kota kelahirannya. Di kota ini, tersimpan berkas sejarah yang penting diketahui generasi kini, terutama sejarah masa kecil dan kiprahnya di awal kemerdekaan.

Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta

Sebuah rumah kayu berlantai dua berdiri di jalan Soekarno Hatta Bukittinggi, tak jauh dari Pasa Aua Tajungkang. Bangunannya bergaya klasik, ada taman kecil dengan berbagai bunga dan sebuah tiang bendera. Pagar putih membatasi dengan trotoar dan jalan yang ramai oleh kendaraan yang lalu lalang. Inilah bekas rumah keluarga Muhammad Hatta yang sejak 1995 dijadikan sebagai Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta. Dari rumah inilah jejak Bung Hatta di Bukittinggi bermula.

Lampiran Gambar

Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta di Jalan Soekarno Hatta Bukittinggi. (Foto:Aidil Sikumbang)

Memasuki rumah, terpajang sejumlah foto dan koleksi yang terkait dengan keluarga maupun perjalanan hidup Hatta. Ada kamar kecil di bagian depan, yang merupakan kamar membaca Bung Hatta.

Baca juga : Kisah Asmara dan Mahar Nikah Bung Hatta

Memasuki ruang tengah, terpajang kursi tamu bergaya klasik, serta lampu–lampu gantung yang menandakan pemilik rumah, adalah keluarga yang terpandang. Selain itu juga ada sejumlah kamar yang digunakan dua paman Hatta.

Kamar orang tua Hatta yang juga kamar tempat ia dilahirkan berada di lantai dua. Di dalam kamar saat ini terdapat satu ranjang tua, kaca rias dan sejumlah foto.

Lampiran Gambar

Kamar orang tua Bung Hatta yang berada di lantai dua. disinilah pada 12 Agustus 1902, Wakil Presiden pertama Indonesia dilahirkan. ( Foto:Aidil Sikumbang)

Selanjutnya...

Lampiran Gambar

Mestika Zed, Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Padang. (Foto: Aidil Sikumbang)

Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 dengan nama Muhammad Athar. Ia terlahir dari perpaduan keluarga saudagar dan ulama. Ibunya, Saleha putri keluarga saudagar di Bukittinggi, sementara sang Ayah, Muhammad Jamil adalah putra dari Syekh Abdurrahman, ulama besar Minangkabau dari Batu Hampar, Kabupaten Limapuluh Kota.

Menurut Sejarawan Mestika Zed, perpaduan dua keluarga ini ikut membentuk karakter Hatta yang dekat dengan rakyat.

Baca juga : Bung Hatta dan Dua Mimpinya yang Tak Pernah Terbeli

“Dengan pengajaran dan didikan sang kakek, ayah gaeknya di Batu Hampar dan seorang pedagang (pihak ibu) dengan suasana demokrasi Minangkabau, Hatta sesungguhnya tidak membuat dinding sekat dengan rakyat dan peduli dengan rakyat dan memikirkan rakyat” ujar Mestika Zed saat ditemui dikediamannya, 2 Agustus 2017.

Lampiran Gambar

Foto dari keluarga Ibu Bung Hatta (Foto: Aidil Sikumbang)

Surau Syekh Djamil Djambek

Hanya berjarak 100 meter dari Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta, berdiri bangunan beton berlantai tiga.  Itulah Surau Inyiak Djambek, tempat dimana Hatta belajar semasa kecil.

Lampiran Gambar

Surau Inyiak Djambek di Tangah Sawah Kota Bukittinggi. Dulu, bangunannya tidak moderen seperti saaat sekarang ini. Disinlah semasa kecil, Bung Hatta belajar kepada Syekh Djamil Djambek. (Foto:Aidil Sikumbang)

Di Surau ini Hatta kecil belajar kepada Syech Muhammad Djamil Djambek (Inyiak Djambek), seorang ulama pembaharu di Minangkabau. Inyiak Djambek juga teman dekat Inyiak Rasul, ayah Buya Hamka, serta ayah dari tokoh PRRI Kolonel Dahlan Djambek.

Menurut Mestika Zed, di Surau Inyiak Djambek atau yang juga dikenal dengan Surau Tangah Sawah itulah, Hatta belajar mengaji bersama kakak perempuannya, Rafiah. Kini jalan sawah yang dulu selalu diinjak Hatta, telah menjadi jalan besar yang ramai dilalui kendaraan dan warga yang berbelanja di Pasar Aua Tajungkang.

“Jadi pagi-pagi dengan suluh di tangan, di pematang sawah, pergi berjalan kesana. Jadi Hatta kecil sebetulnya tumbuh dan besar dilingkungan perkotaan, pada saat yang sama dia juga menghirup suasana keagamaan” ujar Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Padang itu.

Lampiran Gambar

Foto Syekh Muhammad Djamil Djambek (Inyiak Djambek) terpajang di Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta. Inyiak Djambek merupakan ulama pembaharu di Minangkabau yang merupakan guru Bung Hatta semasa kecil. (Foto: Aidil Sikumbang)

Dessiwarti (59) Penjaga Rumah Kelahiran Bung Hatta menuturkan, seperti layaknya anak–anak Minang saat itu, Hatta juga belajar dan tidur di Surau Inyiak Djambek. Itulah sebabnya, kamar tidur Hatta berada di bagian belakang rumah, atau terpisah dari bangunan utama.

“Kalau Bapak Bung Hatta itu dulu, umur lima tahun sudah tidur ke surau, suraunya itu bernama Surau Syekh Djamil Djambek, dekat pasar. Disitulah beliau dulu belajar mengaji, belajar apa aja, adat istiadat Minangkabau, belajar apa yang beliau butuhkan dari Syekh Djamil Djambek, guru agamanya,” ujar Dessi yang telah menjaga Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta selama 21 tahun, kepada Padangkita.com (4/8/2017).

Selain belajar di Surau, Hatta kecil juga belajar di Sekolah Rakyat (SR). Menurut Mestika Zet, Hatta awalnya sekolah di sekolah rakyat kelas dua, atau sekolah untuk pribumi bersama kakaknya, yang berada di sekitar Stasiun Kereta Api Bukittinggi, kemudian karena sering terputus ia pun pindah ke ELS atau Europeesche Lagere School.

Setamat itu, Hatta kemudian bersekolah di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), yang bangunannya kini ditempati SMP Negeri 1 Padang. Setelah itu, selama dua puluh tahun, Hatta tak lagi pulang kampung, karena melanjutkan sekolah di Jakarta dan Belanda.

Selanjutnya...

Istana Bung Hatta

Setelah puluhan tahun tak menginjak tanah Bukittinggi, Hatta akhirnya kembali pada Juni 1947 atau menjelang agresi militer Belanda pertama (Juli 1947). Kini, anak Aua Tajungkang itu sudah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia.

Lampiran Gambar

Istana Bung Hatta di Bukittinggi. Disinilah selama delapan bulan, sejak Juni 1947, Wakil Presiden Bung Hatta berkantor. (Foto: Aidil Sikumbang)

Kedatangan Hatta di Bukittinggi menurut Mestika Zed merupakan upaya pemerintah Indonesia yang saat itu masih sangat muda, untuk menggalang kekuatan dan berkonsolidasi dengan tokoh–tokoh Sumatera, khususnya Sumatera Barat. Hatta di Bukittinggi dan Bung Karno di Jogjakarta untuk konsolidasi dengan tokoh di Pulau Jawa. Apalagi menurutnya saat itu kekuatan republik masih sangat lemah.

Dengan berkantornya Hatta di Bukittinggi, maka kota berhawa sejuk itu menjadi ibukota kedua Republik Indonesia setelah Jogjakarta. Itupulalah untuk pertama kalinya seorang wakil presiden datang ke Sumatera.

“Tentu banyak alasan mengapa Hatta ditempatkan di Sumatera. Salah satu adalah kekuatan republik masih lemah, kekuatan bersenjata belum juga belum terkoordinasi dengan baik. Jadi ada konflik lokal, ada keinginan daerah untuk bertemu langsung pemimpin pusat, maka datanglah Hatta;” ungkap Mestika.

Lampiran Gambar

Seorang pengunjung menyaksikan pajangan koleksi foto tentang Muhammad Hatta di Istana Bung Hatta. (Foto:Aidil Sikumbang)

Di Bukittinggi, selama delapan bulan Hatta berkantor di bekas rumah Residen Belanda, tepat di depan Jam Gadang. Kini gedung itu dinamakan Istana Bung Hatta, atau sebelumnya Gedung Tri Arga (1958).

Selama itu pula Hatta sering turun ke bawah menyapa rakyat, mengadakan pertemuan dengan para pemimpin daerah, serta menggalang kekuatan republik yang saat itu masih dirongrong Belanda.

Lampiran Gambar

Foto Bung Hatta bersama sejumlah menteri, pejabat dan staf kepresidenan saat berada di Istana Bung Hatta, terpajang di Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta. (Foto: Aidil Sikumbang).

Kini Istana Bung Hatta menjadi salah satu ikon kota Bukittinggi yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Gedung dengan latar Gunung Singgalang jika dilihat dari Jam Gadang ini kerap menjadi tempat pertemuan. Bahkan pada Oktober 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah berkantor selama empat hari di tempat yang sama.

Selanjutnya...

Monumen Patung Bung Hatta

Bung Hatta adalah putra terbaik Bukittinggi. Untuk mengenang sosok Bapak Bangsa, Tokoh Proklamator, dan Wakil Presiden Pertama itu, dibangunlah Monumen Patung Bung Hatta persis di jantung Kota Bukittinggi pada 2003. Patung perunggu itu diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri.

Lampiran Gambar

Patung perunggu Bung Hatta berdiri di pusat Kota Bukittinggi. Patung ini diresmikan tahun 2003 oleh Presiden Megawati Soekarno Putri dan menjadi salah satu ikon kota kelahiran sang Proklamator. (Foto: Aidil Sikumbang)

Patung yang berada tepat di samping Istana Bung Hatta itu terbuat dari perunggu. Hatta dengan kaca mata dan memakai peci, melambaikan tangan kanannya, seolah menyapa setiap orang yang datang di kota kelahirannya.

Tag:

Baca Juga

‘Nobar’ Semifinal Piala Asia U-23 di Auditorium Gubernuran Sumbar dan 5 Videotron di Lokasi Ini
‘Nobar’ Semifinal Piala Asia U-23 di Auditorium Gubernuran Sumbar dan 5 Videotron di Lokasi Ini
Terima Ucapan Selamat, Prabowo ke Andre Rosiade: Kita Bangun Sumbar!
Terima Ucapan Selamat, Prabowo ke Andre Rosiade: Kita Bangun Sumbar!
Calon Wali Kota Padang
Calon Wali Kota Padang
Pemko Padang Lelang 64 Mobil, Cek di Sini Daftar Kendaraan, Syarat dan Ketentuannya
Pemko Padang Lelang 64 Mobil, Cek di Sini Daftar Kendaraan, Syarat dan Ketentuannya
Alokasikan Rp137 Miliar, Pemprov Target Perbaikan Jalan Rusak Tanah Datar selesai 2024
Alokasikan Rp137 Miliar, Pemprov Target Perbaikan Jalan Rusak Tanah Datar selesai 2024
Ada Perubahan, Ini Aturan Terbaru soal One Way Padang – Bukittinggi dan Pembatasan Angkutan
Ada Perubahan, Ini Aturan Terbaru soal One Way Padang – Bukittinggi dan Pembatasan Angkutan