Padang, Padangkita.com – Bencana hidrometeorologi yang melanda Kota Padang beberapa waktu lalu tidak hanya menyisakan kerusakan fisik pada hunian warga, tetapi juga memberikan pukulan serius bagi sektor pertanian dan stabilitas pangan. Ancaman inflasi tinggi kini membayangi Kota Padang menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Koordinasi High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sumatera Barat Triwulan IV Tahun 2025 yang digelar di Auditorium Gubernur Sumbar, Kamis, 11 Desember 2025.
Wakil Wali Kota Padang, Maigus Nasir, yang hadir dalam rapat tersebut memaparkan data yang cukup mengkhawatirkan. Inflasi Kota Padang pada November 2025 tercatat melonjak ke angka 3,65 persen. Kenaikan ini dipicu oleh terganggunya rantai pasok dan distribusi pangan akibat banjir dan longsor.
"Permintaan beras di pasaran meningkat sehingga terjadi kekurangan stok. Selain itu, harga komoditas strategis seperti cabai dan telur ayam juga merangkak naik akibat kendala transportasi dari luar daerah yang terhambat banjir dan longsor. Inilah faktor utama pemicu inflasi kita saat ini," ujar Maigus Nasir di hadapan peserta rapat yang dipimpin Sekretaris Daerah Provinsi Sumbar, Arry Yuswandi.
Lebih jauh, Maigus menyoroti kerentanan pangan yang masih mengintai meski harga pasar mulai menunjukkan stabilitas semu. Masalah terbesar saat ini adalah kerusakan masif pada infrastruktur irigasi yang menjadi nadi pertanian Kota Padang.
Berdasarkan data lapangan, empat kecamatan lumbung padi yakni Koto Tangah, Nanggalo, Kuranji, dan Pauh terdampak parah. Sebanyak 176,25 hektare lahan pertanian produktif tertimbun material longsor dan lumpur sehingga tidak dapat ditanami (puso). Dampak ini dirasakan langsung oleh 206 kelompok tani.
"Total lahan pertanian yang kini bermasalah karena pasokan air terputus akibat irigasi rusak mencapai 3.146 hektare. Jika ini tidak segera ditangani, kita menghadapi potensi gagal panen yang meluas," jelas Maigus dengan nada serius.
Menyadari besarnya potensi krisis tersebut, Maigus Nasir meminta dukungan penuh dan intervensi cepat dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Perbaikan irigasi dinilai sebagai langkah darurat yang tidak bisa ditawar demi menyelamatkan siklus tanam dan produksi pangan lokal.
Ia menegaskan, jika masalah irigasi ini berlarut-larut, upaya pengendalian inflasi di angka yang wajar akan sulit tercapai. Selain itu, risiko sosial berupa bertambahnya jumlah warga rawan pangan juga menjadi pertaruhan.
"Dengan kondisi irigasi yang rusak, inflasi 3,65 persen yang kita alami akan sulit dikendalikan. Lebih dari itu, akibat lahan yang tidak bisa ditanami, kemungkinan besar akan terjadi penambahan jumlah warga yang membutuhkan suplai beras dan dukungan pangan pemerintah," pungkas Maigus.
Baca Juga: 3 Irigasi di Padang Rusak Parah, Ratusan Hektare Sawah Stop Produksi
Forum HLM TPID ini diharapkan menghasilkan solusi konkret dan sinergi lintas daerah untuk mengamankan pasokan pangan Sumatera Barat menghadapi momen krusial akhir tahun. [*/hdp]











