Padangkita.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi VIII, John Kennedy Azis, mengatakan Indonesia merupakan negara yang rawan dilanda bencana alam. Merujuk data dari BNPB, setiap hari terjadi 5–6 kali bencana di Indonesia. Kondisi tidak terlepas dari kondisi geografis Indonesia yang berada di atas cincin api dengan 127 gunung api aktif. Indonesia juga terletak di persimpangan tiga lempeng tektonik besar.
Berbagai gempa besar, kata John, pernah terjadi di Indonesia. Selama 2017, setidaknya terjadi 1.716 kali atau 4-6 kali gempa bumi di atas 4 SR di Indonesia. Selain bencana geologi, bencana hidrometeorologi juga menjadi ancaman bencana yang mendominasi dalam kurun waktu 10 tahun belakangan.
“Risiko bencana tak dapat dihindari, tetapi dampaknya bisa ditekan. BNPB merilis, sejak 2015 terjadi peningkatan dengan rata-rata lebih dari dua ribu kejadian setiap tahunnya. Tingginya bencana membuat kerugian yang tidak sedikit. Peran pemerintah harus disiapkan sehingga kerugian dari dampak risiko bencana berkurang dan pembiayaan optimal,” ujar John dalam APEC Seminar on Disaster Risk Financing in The Asia Pacific Region, di Hotel Inna Muara Padang, Senin (4/12/2017). Seminar tersebut diadakan oleh Kemenkeu dan bekerja sama dengan Bank Dunia dan Maipark.
John melanjutkan bahwa dibutuhkan perencanaan matang dalam mengantisipasi dampak bencana. Menurutnya, upaya yang paling efektif untuk menekan risiko bencana adalah mengadakan program preventif dan mitigasi. Hal itu mesti diutamakan karena dampak kerugian dari risiko bencana sangat besar.
“Asuransi harus dilibatkan dalam penanggulangan bencana alam agar risikonya bisa ditekan. Selain itu, asuransi yang dipilih harus mumpuni dan profesional terhadap konteks ini,” ujarnya.
Kepala PKRB Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Irfa Ampri mengatakan bahwa sebelumnya Kemenkeu telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan tentang aset milik negara (AMN). Dengan demikian, kementerian/lembaga negara (K/L) bisa mengelola dananya untuk biaya asuransi untuk aset-aset vitalnya, seperti jembatan, jalan, bangunan, DAM, dan lain-lain yang dianggap penting oleh K/L terkait.
“Tujuannya agar kalau terjadi bencana, pemerintah tidak perlu mengeluarkan APBN lagi untuk membangun kembali. Mayoritas aset yang hilang/rusak sebagian besar sudah diganti oleh asuransi. Jadi ini semacam kewajiban yang lebih ringan bagi pemerintah di masa datang. Selanjutnya, akan kami atur lebih detil tentang syaratnya serta aset apa saja yang bisa diasuransikan,” ujar Irfa.
Direktur Utama PT. Reasuransi Maipark Indonesia Yasril Y. Rasyid mengatakan seminar ini diadakan untuk percepatan pembahasan skema asuransi bencana nasional. Diharapkan tahun depan dalam laporan pada pertemuan tahunan Bank Dunia di Bali, Indonesia sudah punya skema ini. Menurut Yasril, di kawasan ASEAN hanya Indonesia yang belum punya skema ini, padahal Indonesia termasuk negara yang sangat rawan bencana.
“Dengan adanya skema ini, bila terjadi bencana, negara tidak lagi mengandalkan APBN karena sebagian besarnya sudah ditanggung oleh asuransi,” ujarnya.