Kairo, Padangkita.com – Konferensi Fatwa Internasional ke-6 yang digelar Dar Al Ifta (lembaga fatwa) Mesir di Kairo, awal pekan ini, dihadiri para mufti dunia. Salah satunya Ketua Umum MUI KH Miftahul Ahyar atau Kiai Miftah. Mereka membahas berbagai persoalan yang berkembang di tengah masyarakat dunia.
Dari catatan panitia, konferensi kali ini dihadiri oleh mufti dan delegasi lembaga fatwa dari 85 negara. Acara ini sekaligus bisa menjadi konferensi ulama terbesar yang digelar selama pandemi Covid-19.
Dalam kesempatan tersebut, KH Miftachul Akhyar mendapatkan kesempatan menjadi salah satu pembicara. Kiai yang dikenal sebagai sosok rendah hati ini diminta mengawali sesi panel yang dipandu oleh Menteri Agama Pakistan Noor-ul-Haq Qadri, Selasa (3/8/2021) pagi waktu Kairo.
Selain Kiai Miftah, sesi panel tersebut diisi oleh Sekretaris Jenderal Darul Fatwa Australia Syeikh Salim Ulwan Al-Husayni, Sekretaris Jenderal Urusan Islam Republik Ghana Syeikh Ali Jamal Banghûro, Menteri Wakaf Yaman Syeikh Mohamed Ahmed Shabiba, Mufti Republik Kosovo Syeikh Nuaim Trenova, Mufti Rwanda Syeikh Salim Hatimana, Mufti Macedonia Syeikh Syakir Fatahu, dan Mufti Estonia Syeikh Ildar Hazrat Muhammedshin.
Dalam paparannya, Kiai Miftah mengingatkan para mufti dunia terhadap tanggung jawab mereka sebagai ulama.
"Semua manusia dalam keadaan mabuk, kecuali para ulama. Dan para ulama pun dalam keadaan bingung, kecuali mereka yang mengamalkan ilmunya," ujar Kiai Miftah mengawali paparannya dengan di hadapan para mufti.
Kiai Miftah menyampaikan tiga tanggung jawab yang layaknya dimiliki seorang ulama. Pertama adalah tanggung jawab kepada diri sendiri. Kedua, tanggung jawab kepada umat dan bangsa. Dan terakhir, tanggung jawab kepada Allah SWT.
"Kita perlu menghidupkan kembali mas’uliyah (rasa tanggung jawab) para ulama yang semakin menipis terhadap ketiga hal tersebut," tandas Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini.
Mengutip sahabat Ibnu Mas'ud, Kiai Miftah mengingatkan, seandainya para ahli ilmu menjaga ilmu mereka dan meletakkannya kepada ahlinya, maka mereka akan dapat memimpin dan memandu penduduk zaman itu. Namun mereka menyerahkan ilmu itu kepada para pemilik dunia agar mereka dapat bagian dunia itu dari mereka, maka mereka telah menghinakan ahli ilmu.
Dalam makalahnya, Kiai Miftah juga menjelaskan peran MUI dalam proses pemberian fatwa kepada umat Islam Indonesia. Mulai dari fatwa atas kehalalan suatu produk, problem aktual, hingga fatwa seputar pandemi Covid-19. Juga tantangan lembaga fatwa di era digital.
Pada sesi yang sama, mayoritas pembicara menyoroti ancaman terorisme dan ekstremisme yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Terutama tersebarnya berbagai pendapat keagamaan yang bersifat ekstrem di jagat internet.
Sekretaris Jenderal Darul Fatwa Australia Syeikh Salim Ulwan Al-Husayni, misalnya, mendorong para ulama dan mufti di seluruh dunia untuk memanfaatkan internet dan berbagai platform media sosial untuk menyebarkan pemahaman Islam moderat.
Baca juga: Ketua MUI Kota Padang Imbau Penceramah Agama Sebarkan Informasi yang Benar dan Mendinginkan Umat
Menurut Syeikh Salim, jika para ulama tidak memanfaatkan internet untuk penyampaian fatwa dan ajaran Islam yang moderat kepada umat, pasti akan kalah cepat dibandingkan gerakan ekstremisme dan terorisme yang berkembang di tengah-tengah masyakarat. (*/TI/pkt)