Data yang tersedia, gempa tahun 1926 dengan pusat Padangpanjang menewaskan sekitar 354 orang.
Sementara harian Dagblad Radio dan Soeara Koto Gedang mempublikasikan angka korban yang meninggal lebih banyak, dengan perkiraan ribuan orang. Perbedaan data ini bisa dipahami terjadi karena tidak semua korban yang meninggal atau pun cidera dilaporkan ke otoritas atau pemerintah saat itu.
Sebagian ada yang mengevakuasi sendiri keluarga dan melakukan proses pemakaman juga sendiri atau bantuan keluarga terdekat.
Korban terbanyak terjadi di Padangpanjang dengan jumlah ratusan orang meninggal dunia. Sedangkan rumah roboh mencapai 2.383 unit. Di Kabupaten Agam, sekitar Palupuh, yakni antara Bukittinggi hingga Bonjol, Pasaman, sebanyak 472 rumah roboh di 25 lokasi, 57 orang meninggal, 16 orang luka berat.
Korban gempa juga berjatuhan di beberapa daerah di Kabupaten Tanahdatar, Solok, dan Padang. Gempa juga menyebabkan terjadinya rekahan tanah di Padangpanjang, Kubu Karambia dan Simabur.
Kisah kedahsyatan gempa 28 juni 1926 terekam saat Harun murid Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers di Fort de Kock (Bukittinggi) dan Achmad, murid Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaren di Bukittinggi, mengunjungi Padangpanjang pada 30 juni 2916.
Pada 30 juni 1926 tersebut, Ahmad bersama Harun bertolak ke Padangpanjang, untuk melihat keadaan Padangpanjang pascagempa yang hancur seperti di Kampung Cina, dimana rumah-rumah rubuh yang menyebabkan puluhan orang keturunan China mati.
Antara lain Ang Hong Liong yang meninggal akibat himpitan puing-puing rumahnya yang baru dikerjakan Lim Hong Tjiong.