Gagahnya Bus ANS Tempoe Doeloe

Gagahnya Bus ANS Tempoe Doeloe

Bus ANS (Foto: IST)

Lampiran Gambar

Bus ANS Saat melintasi sungai tahun 2970 an (Foto: Ist)

Padangkita.com - Bus pernah menjadi moda transportasi paling digemari oleh masyarakat, setidaknya mulai tahun 1970 hingga awal tahun 2000 an.

Hal tersebut bisa saja terjadi karena harga tiket pesawat terbang terasa sangat mahal untuk ukuran kantong masyarakat Indonesia pada waktu itu.

Di Sumatera Barat, pada periode masa kejayaan bus, banyak perusahaan perseorangan (PO) yang lahir, tumbuh, dan berkembang. Misalnya saja, NPM, ANS, Palapa, Gumarang, dan sejumlah merek bus lainnya.

Kali ini, kita mengulik sebuah tampilan foto bus ANS lawas yang pernah viral di media sosial beberapa waktu lalu.

Menurut banyak pihak yang tahu dan paham soal kendaraan roda empat, bus ANS yang menjadi foto utama dalam tulisan ini adalah Chevrolet Division 74.

Ada juga yang menyebut atau mengenal bus tersebut dengan model 1970 ke atas atau 'C Goreh' karena tipenya adalah C/150.

Bisa jadi kendaraan ini adalah bus generasi pertama yang menjajal berbagai jalan yang ada di Sumatera Barat zaman itu. Kendaraan ini pun dianggap barang mewah dan langka karena tidak semua orang mampu menaikinya.

Pada masa itu, klakson bus yang ada di Minangkabau berbunyi mendayu-dayu, yang dikenal dengan istilah ‘kalason oto’.

Lampiran Gambar

Bus ANS (Foto: IST)

Marc Perlman dalam makalahnya ‘Music technology and cultural memory’ (International Conference on Performance and Mediatization, Leiden University, 1-5 December 1998) membahas aspek budaya merantau dalam ‘kalason oto’ yang sangat populer di Minangkabau tahun 1970-an dan 80-an itu. Dan tentu saja kita jadi ingat pula lagu “Sinar Riau” yang dipopulerkan oleh Cik Uniang Elly Kasim, begitu catatan yang ditulis oleh Suryadi Sunuri, dosen dan peneliti dari universitas Leiden di Belanda.

Naik bus ini pada zaman itu bisa dikatakan sebuah prestise tersendiri. Seperti yang ditulis sebelumnya, tidak semua orang bisa menaiki bus Chevrolet besar tersebut.

Menurut Suryadi, transportasi publik di Minangkabau termasuk paling maju di bagian Barat Indonesia. Hal itu sudah tampak sejak akhir zaman kolonial.

Parada Harahap dalam bukunya 'Dari Pantai ke Pantai' mengatakan mobil atau atau bus oto travel ternyata sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Di Sumatera Barat merek yang paling banyak dipakai adalah Chevrolet.

"Dan “tahoekah pembatja, auto apa jang banjak dipakai djadi auto sewa’an di Sumatra Barat?“. “Chevrolet, itoelah merk auto jang dikenal orang betoel disana, disamping auto Ford jang memang dimana-mana dan boeat siapa poen lakoe poela.” tulis Parada dalam bukunya tersebut.

Menurut Parada, ongkos oto-oto sewaan alias mobil-mobil travel itu cukup murah. Mereka biasanya menunggu para penumpang di depan-depan stasiun kereta api seperti di Padang, Fort de Kock, dan Payakumbuh.

“Antara Padang dengan Padang Pandjang jang jaoehnja 55 K. M. lebih, auto Chevrolet jang baroe dan bagoes. soedah dapat dinaiki dengan bajar f 10 satoe auto“, kata Parada lagi.

Dia berkata, orang juga bisa naik bersama-sama dengan saling berkongsi ongkos.

Baca Juga

Sumarak Ramadan di Masjid Raya Dimulai Hari Ini, Dibuka Menteri Parekraf Besok  
Sumarak Ramadan di Masjid Raya Dimulai Hari Ini, Dibuka Menteri Parekraf Besok  
Gubernur tak Melaporkan Bupati Solok, Cuma Meneruskan Surat Ketua DPRD ke Kemendagri
Gubernur tak Melaporkan Bupati Solok, Cuma Meneruskan Surat Ketua DPRD ke Kemendagri
Daftar Tarif Baru Tol Palindra dan Tol Permai yang Mulai Berlaku 18 Maret 2024
Daftar Tarif Baru Tol Palindra dan Tol Permai yang Mulai Berlaku 18 Maret 2024
Pembangunan Jembatan Lolong Penghubung Jalan Pantai Teluk Bayur - BIM Terkendala Lahan 
Pembangunan Jembatan Lolong Penghubung Jalan Pantai Teluk Bayur - BIM Terkendala Lahan 
Penambahan Reaktivasi Kereta Api dan Layanan Penerbangan Sangat Penting bagi Pariwisata Sumbar
Penambahan Reaktivasi Kereta Api dan Layanan Penerbangan Sangat Penting bagi Pariwisata Sumbar
Flyover Sitinjau Lauik Masuk Proses Pengadaan Lahan, Panjang 12,78 km dan Butuh 18,7 Hektare
Flyover Sitinjau Lauik Masuk Proses Pengadaan Lahan, Panjang 12,78 km dan Butuh 18,7 Hektare