Padang, Padangkita.com – Aktivis Robertus Robet disebut akan dipulangkan usai pemeriksaan di Mabes Polri, karena ancaman hukuman pasal yang disangkakan kepadanya di bawah 2 tahun. Robet yang berprofesi sebagai dosen UNJ sebelumnya ditangkap polisi Rabu (6/3) malam. Dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian. Penangkapan Robet dipicu oleh orasinya saat ikut aksi “Kamisan” di depan Istana. Ketika itu dia mempelesetkan mars ABRI yang videoanya viral di media sosial.
Dalam waktu cepat, aktivis dan kalangan pro-demokrasi sontak bersuara mengecam tindakan represif aparat hukum. Tindakan penangkapan Robet dinilai berlebihan dan keliru. Lebih dari itu, penangkapan disebut sebagai upaya pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi.
Direktur Pusat Studi Konstitusi atau Pusako Unand, Feri Amsari menyebutkan, semestinya tidak boleh ada yang antipati terhadap apa yang disampaikan Robet. Sebab, kata Feri, itu upaya Robet memastikan agar TNI tetap pada khitah konstitusionalnya, yaitu sebagai alat pertahanan negara semesta. Itu sebabnya kritik Robert harus dilihat sebagai bentuk menyayangi TNI, bukan dimaknai sebaliknya.
Terlepas dari semua itu, Robet kata Feri, harus dilepaskan dan dilindungi hak-hak konstitusionalnya sebagai warga negara yang melindungi kinerja TNI sebagaimana mestinya.
“Saya minta Jokowi sebagai komando tertinggi TNI dan Polri untuk mengambil alih komando untuk membebaskan Robertus dan melindungi hak-hak konstitusionalnya sebagai warga negara yang merdeka menyampaikan pendapatnya,” tegas Feri yang juga dosen Tata Negara Fakultas Hukum Unand.
Lebih jauh, menurut Feri, Presiden punya kewenangan dalam bidang pertahanan keamanan. Oleh sebab itu, Jokowi bisa intervensi sepanjang masih di bawah komandonya kecuali jika sudah masuk wilayah peradilan. “Ini harus dilihat kasus per kasus. Dalam kasus ini Jokowi punya kewajiban melindungi hak konstitusional warga negara. Tidak ada satu pun konsep konstitusional yang tidak melindungi hak kebebasan menyatakan pendapat warganya,” ujarnya.
Di sisi lain, lanjut Feri, sikap presiden atas kasus Robet, juga agar TNI dilindungi dari dugaan bahwa TNI tidak siap dikritik. “Penahanan Robet bisa tidak sehat terhadap profesionalitas TNI yang saya yakin telah mereformasi dirinya dengan baik. Jadi, membebaskan Robet adalah bagian dari profesionalitas TNI.”
Robet ditetapkan sebagai tersangka berawal dari beredarnya video saat ia berorasi di depan Istana. Oleh polisi, Robet disangka telah melanggar Pasal 45 A ayat (2) jo 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP terkait tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dan/atau berita bohong (hoax), dan/atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia. Sebelum ditangkap polisi, rumah Robet sempat didatangi oleh sejumlah tentara. (pkt-01)