Jakarta, Padangkita.com - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto menyoroti kasus Alex Denni, terpidana kasus korupsi yang baru-baru ini ditangkap Kejaksaan setelah 11 tahun bebas, bahkan bisa menduduki beberapa jabatan mentereng di pemerintahan.
Didik menilai, kasus Alex Denni ini sebagai alarm bagi Pemerintah, karena saat menjadi terpidana Alex malah sempat menjadi deputi di salah satu kementerian selama masa pelariannya.
Hal itu, kata Didik, tentu saja dapat mencederai rasa keadilan publik dan merusak moralitas Pemerintah. Selain itu juga berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan.
"Dalam perspektif keadilan, tentu ada rasa keadilan publik yang sulit diterima oleh nalar dan logika publik, mengingat terpidana korupsi baru dilakukan eksekusi pemidanaan setelah 11 tahun inkrah (berkekuatan hukup tetap)," kata Didik dalam keterangannya, di Jakarta, dikutip Minggu (3/8/2024).
Sebagaimana diketahui, Alex Denni sempat menjabat sebagai Deputi Bidang SDM Aparatur pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Ia kemudian ditangkap Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, setelah mendarat di Indonesia usai melakukan penerbangan dari Italia pada Kamis (18/7/2024) malam lalu.
Alex Denni ditangkap setelah 11 tahun melanglang buana dengan status terpidana atas kasus korupsi proyek pengadaan jasa konsultan analisa jabatan atau distinct job manual (DJM) PT Telkom tahun anggaran 2003. Meski melakukan perlawanan hingga ke tingkat kasasi pada 2013, upaya yang dia lakukan tetap saja berakhir dengan sia-sia.
Setelah putusan kasasi pada 2013, Kejari Kota Bandung sudah melayangkan pemanggilan sebanyak 3 kali, tetapi Alex Denni selalu mangkir. Anehnya tak pernah ada upaya eksekusi paksa dari penegak hukum karena sejak putusan pengadilan inkrah, Alex Denni tak pernah ditahan.
Didik pun mempertanyakan hal ini serta meminta Mahkamah Agung (MA) sebagai pemutus kasasi dan Kejaksaan sebagai pihak penuntut sekaligus eksekutor untuk melakukan evaluasi.
“Penting bagi penegak hukum, khususnya Mahkamah Agung dan Kejaksaan, melakukan evaluasi dan pembenahan tata kelola yang lebih terukur terkait dengan eksekusi terpidana khususnya terpidana korupsi ini karena mencederai rasa keadilan publik,” ungkap Legislator dapil Jawa Timur IX .
Kasus Alex Denni, ingat Didik, harus dijadikan warning bagi Pemerintah untuk betul-betul mengecek rekam jejak calon pejabat bagi instansi negara.
“Ini bukan hanya menjadi pembelajaran penting, tapi juga menjadi alarm keras dalam hal integritas, moralitas governance dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan termasuk pengeloaan BUMN,” jelas Politisi Fraksi Partai Demokrat.
Dalam 11 tahun menjadi terpidana koruptor tanpa menjalani masa hukuman, Alex Denni diketahui berhasil memiliki pekerjaan yang cukup hebat di pemerintahan. Adapun jabatan terakhir yang dipegang Alex Denni yakni sebagai Deputi Bidang SDM Aparatur di Kemen PAN-RB pada 2023. Sebelum itu, ia juga pernah ditunjuk menjadi Deputi Bidang SDM Kementerian BUMN pada 2020.
Alex Denni diketahui juga pernah menjabat di beberapa posisi penting di sejumlah lembaga. Rekam jejak Alex Denni disebut baru terdeteksi saat ia hendak mendaftar seleksi terbuka untuk salah satu jabatan di Kemendikbudristek. Dalam tahap fit and proper test, status Alex Denni terbongkar sebagai terpidana yang belum menjalani masa tahanan.
Didik menilai sebenarnya ‘aksi pengelabuan’ Alex Denni terhadap statusnya tidak masuk akal. Ia juga menilai ada potensi pelanggaran peraturan perundang-undangan mengingat Alex Denni pernah menduduki beberapa jabatan di pemerintahan dan BUMN.
“Dalam perspektif governance dan akuntabilitas pengelolaan pemerintahan, bukan hanya sulit diterima akal sehat karena terpidana koruptor bisa menjabat posisi penting di BUMN, tetapi ini juga melanggar prinsip-prinsip dan juga tatanan aturan perundang-undangan," urainya
Lebih lanjut, Didik berpesan untuk semua instansi maupun lembaga pemerintahan untuk melakukan double check terhadap latar belakang sumber daya manusia (SDM) yang akan menjabat suatu posisi. Apalagi posisi yang diduduki dapat mengambil kebijakan penting pada tata kelola negara atau menyangkut dengan kemaslahatan rakyat.
Baca juga: DPR Ingatkan Kebijakan Cukai Makanan Siap Saji jangan Rugikan Usaha Mikro dan Kecil
"Karena apapun alasannya, kondisi ini sangat memprihatinkan bagi kita semua, khususnya dalam potret penegakan hukum dan keadilan kita, serta governance dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi," pungkas Didik.
[*/rjl]