Dinilai Kerdilkan Budaya Mentawai, Pemerintah Didesak Revisi UU Provinsi Sumbar

Dinilai Kerdilkan Budaya Mentawai, Pemerintah Didesak Revisi UU Provinsi Sumbar

Ketua Aliansi Mentawai Bersatu, Yosafat Saumanuk saat menyampaikan pernyataan sikap soal UU Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar di Kantor Yayasan Citra Mandiri Mentawai, Padang, Senin, (1/8/2022). [Ist]

Tuapejat, Padangkita.com - Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) dinilai mengkerdilkan budaya Mentawai.

Hal tersebut karena UU tersebut tidak memuat secara tegas budaya Mentawai sebagai salah satu keberagaman di Provinsi Sumbar.

Ketua Aliansi Mentawai Bersatu, Yosafat Saumanuk mengatakan, pihaknya menyorot keberadaan Pasal 5 Huruf c dalam UU yang telah ditandatangani oleh Presiden RI Joko Widodo itu.

Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa Provinsi Sumbar memiliki karakteristik yaitu, "adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara', syara' basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatra Barat."

Yosafat menyebutkan, keberadaan pasal ini berdampak pada pengkerdilan dan pengucilan terhadap budaya Mentawai yang ada dan eksis di Sumbar.

"Kami dari perwakilan masyarakat Mentawai mempertanyakan niatan dari DPR RI Perwakilan Sumbar dan pemerintah RI yang seolah-olah menganggap kami tidak ada di Provinsi Sumbar," ujarnya saat konferensi pers pernyataan sikap terkait UU tersebut di Yayasan Citra Mandiri Mentawai, Kota Padang, Senin (1/8/2022).

Dia menegaskan, masyarakat Mentawai merasa didiskriminasi secara budaya dengan dengan tidak memasukkan suku Mentawai sebagai karakteristik dari UU Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar.

Padahal, keberagaman budaya dan kearifan lokal juga dilindungi oleh hukum tertinggi yakni Pasal 180 Ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi, "Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masing-masing hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam UU."

Artinya, kata dia, negara harus mengakui dan menghormati semua masyarakat hukum adat yang ada di suatu wilayah administratif dan memperlakukannya secara setara.

"Namun, dalam pembentukan dan pengesahan UU Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar, belum mengakomodir dan mengakui budaya Mentawai sebagai salah satu karakteristik Provinsi Sumbar," ungkapnya.

Dia menyampaikan, Provinsi Sumbar terdiri atas 19 kabupaten/kota yang memiliki budaya dan karateristik masing-masing.

Di Sumbar daratan, berkembang kebudayaan Minangkabau dengan falsafah adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah. Namun, Kabupaten Kepulauan Mentawai yang memiliki kebudayaan dengan ciri khasnya tersendiri.

Kearifan lokal yang berkembang di Mentawai dikenal dengan Arat Sabulungan, lalu rumah adat disebut Uma, Sikerei sebagai tabib, kebudayaan Patiti yaitu menato/merajah tubuh, dan kearifan lokal lainnya serta memiliki sosiokultural yang berbeda.

"Bahkan salah satu kebudayaan Mentawai yaitu tato mentawai ditetapkan UNESCO menjadi Warisan Budaya Tak Benda dari Indonesia pada tahun 2014," jelasnya.

Dari dunia internasional sangat menghargai adanya kebudayaan Mentawai, begitu pula hendaknya yang dilakukan pemerintah Indonesia.

"Suku Mentawai mendiami kepulauan besar di bagian barat Pulau Sumatra yang eksis hingga saat ini dan memiliki kebudayaan yang berbeda dari kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumbar," imbuhnya.

Oleh karena itu, pihaknya pun menyatakan sikap, yaitu menolak keras pengkerdilan budaya Mentawai dalam UU tersebut. Pihaknya juga mendesak DPR RI untuk meminta maaf karena lalai menghargai, menghormati, dan melindungi keberadaan budaya Mentawai sebagai salah satu keberagaman dari Provinsi Sumbar.

"Mendesak revisi UU Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar dengan menambahkan dan mengakomodir keberadaan kebudayaan Mentawai sebagai salah satu karakteristik Provinsi Sumbar," kata Yosafat.

Sebagai tindak lanjut, pihaknya bakal melakukan audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumbar, dan DPR RI.

Sebagai informasi, 11 organisasi yang bergabung dalam Aliansi Mentawai Bersatu yaitu Forum Mahasiswa Mentawai Sumatra Barat, Mahasiswa Mentawai Jakarta, dan Himpunan Pelajar Mahasiswa Mentawai Yogyakarta.

Lalu, Ikatan Mahasiswa Mentawai Semarang, Ikatan Mahasiswa Pelajar Simalegi, Ikatan Mahasiswa Pelajar Saibi Samukop, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Matotonan, serta Ikatan Pelajar Mahasiswa Saliguma.

Baca Juga: Jokowi Teken UU Provinsi Sumbar yang Muat ABS-SBK

Kemudian, Persatuan Mahasiswa Maileppet, Mahasiswa Katurei, dan Sitasimattaoi. [fru]

Baca Juga

Gubernur Sumbar akan ke Australia Bahas Kerja Sama Wisata Mentawai dan Ekspor Rendang
Gubernur Sumbar akan ke Australia Bahas Kerja Sama Wisata Mentawai dan Ekspor Rendang
ARMI Deklarasi Pemajuan Kebudayaan Minangkabau, Gubernur Tekankan Falsafah ABS-SBK
ARMI Deklarasi Pemajuan Kebudayaan Minangkabau, Gubernur Tekankan Falsafah ABS-SBK
Profil 4 Peluang Investasi Skala Besar bidang Wisata di Sumbar
Profil 4 Peluang Investasi Skala Besar bidang Wisata di Sumbar
Kisah 3 Mahasiswa UNP Riset Mitigasi Tsunami Memanfaatkan Kearifan Lokal Mentawai
Kisah 3 Mahasiswa UNP Riset Mitigasi Tsunami Memanfaatkan Kearifan Lokal Mentawai
Gubernur Mahyeldi Serahkan Hibah Rp1,7 Miliar untuk Panti Asuhan di Mentawai
Gubernur Mahyeldi Serahkan Hibah Rp1,7 Miliar untuk Panti Asuhan di Mentawai
Gubernur Mahyeldi Jadi Khatib Jumat di Masjid Miftahul Jannah Sipora Utara
Gubernur Mahyeldi Jadi Khatib Jumat di Masjid Miftahul Jannah Sipora Utara