Cerita Mahasiswi Minang di Belanda Perkenalkan Budaya Minang ke Eropa

Cerita Mahasiswi Minang di Belanda Perkenalkan Budaya Minang ke Eropa

Lidia Pratama Irane, mahasiswi Minang di Belanda. [Foto: dok.pribadi]

Padang, Padangkita.com - Lidia Pratama Irane, mahasiswi Minang asal Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar) yang kini berkuliah di Belanda, mendedikasikan dirinya memperkenalkan budaya Minang di Eropa.

Hal itu bermula dari keprihatinannya terhadap krisis budaya di kalangan generasi muda saat ini.

"Prihatin melihat kurangnya minat terhadap pelestarian budaya Indonesia oleh generasi muda, khususnya di Sumbar," ujar Lidia saat berbincang dengan Padangkita.com via telepon, Sabtu (2/10/2021).

Lidia mengatakan, banyak generasi muda memilih budaya asing untuk mereka banggakan. Ia menyebut contoh, maraknya tempat wisata di Sumbar yang meniru ikon wisata luar, seperti Kampung Eropa, Kampung Jepang, dan Kampung Korea.

"Memang bagus sih tujuan mereka untuk membawa wisatawan, tapi kenapa kita harus bawa budaya luar di daerah, sementara budaya kita tidak dilestarikan?" ujarnya mempertanyakan.

Padahal, kata Lidia, daya tarik sebuah daerah dikunjungi adalah keunikan budayanya.

Ia menuturkan, Minangkabau memiliki kekayaan yang bisa dikemas dengan konsep modern untuk menarik kunjungan wisatawan.

"Di Sumbar, rumah gadang banyak yang tidak terurus. Seandainya itu dirawat. Dibuat penyewaan baju adat, diadakan sesi membuat rendang, dan hal menarik lainnya tentang Minang," ujarnya.

Menurut Lidia, generasi muda saat ini tidak perlu minder dengan budaya sendiri.

Lampiran Gambar

"Pergi ke daerah lain di Indonesia seperti ke pergi ke negara lain di Eropa, karena kita akan bertemu dengan budaya yang lain. Tidak seperti negara di Eropa. Contoh nih, mau pergi ke daerah mana pun di Belanda, bahasanya tetap Belanda," jelas Lidia.

Saat ini, Lidia bersama beberapa diaspora asal Sumbar lainnya aktif memperkenalkan budaya Minang di beberapa kota Eropa.

Mereka tergabung dalam organisasi Perantau Minang Belanda yang diketuai oleh Yef Darwis. Organisasi ini banyak melakukan kegiatan seni dan menjadi daya tarik sendiri bagi warga Eropa.

"Beberapa kali kami melakukan kegiatan yang sifatnya mempublikasikan budaya Minang, seperti sesi pemotretan di Paris besama perantau Minang di sana, Wulan Panyalai Chaniago dan Wiwit Sasmita," kata Lidia.

Lidia mengungkapkan, setiap kali ada sesi pemotretan dengan menggunakan pakaian Minang, warga di sana menunjukkan antusiasme mereka.

"Luar bisa respons warga Eropa, mereka bahkan ingin sekali ikut memakai pakaian khas Minang, beberapa ada yang mau belajar budaya kita," sambungnya.

Ke Eropa karena Cemooh

Lidia mulai menginjakkan kakinya di Belanda pada Januari 2020 untuk menyambung kuliah S-2 di sebuah perguruan tinggi di sana.

Ia berkisah, budaya cemooh masyarakat Minang mendorongnya untuk merantau.

Awalnya, ia bekerja di bank milik pemerintah Jakarta. Setiap waktu libur, ia kerap melakukan traveling ke berbagai negara di Asia. Pada 2017, ia pindah ke Dubai dan bekerja sebagai asisten real estate.

Saat bekerja di Dubai, ia bercita-cita untuk menyambung pendidikan di Eropa.  Selama sebelas bulan dari Januari hingga November 2019, ia mencoba melamar ke sejumlah universitas. Banyak yang menolak lamarannya.

"Lebih dari 500 universitas yang menolak. Hampir ingin menyerah, tapi ternyata rezeki, saya diterima pada bulan November," kata Lidia.

Setelah pindah ke Belanda, ia sempat terkendala mencari komunitas orang Minang. Butuh waktu setahun sebelum akhirnya ia bertemu Yef Darwis, pimpinan Perantau Minang Belanda.

"Ternyata, Perantau Minang Belanda sudah berdiri lama. Namun, minim ekspos di media sosial," ujarnya.

Perantau Minang Belanda diinisiasi oleh almarhum Ramon Mohandas pada 2009 yang saat itu menjabat sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan pada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag, Belanda.

Saat bergabung di organisasi tersebut, ia melihat banyak perantau yang aktif memperkenalkan budaya Minang.

Lidia berharap, kegiatan memperkenalkan budaya Minang di Eropa didukung oleh semua pihak, khususnya pemerintah daerah.

Baca juga: Alek Minang Pertama di Paris Prancis, Ada Sosok Diaspora di Balik Pelaminan

"Kami berharap Pemerintah Provinsi Sumbar melakukan hal yang sama, memperkenalkan budaya Minang ke mancanegara," pungkasnya. [den/pkt]

Baca Juga

Puan Bangga, Lagu Tak Tong Tong dan Baju Adat Minang Bawa TRCC Juara Internasional
Puan Bangga, Lagu Tak Tong Tong dan Baju Adat Minang Bawa TRCC Juara Internasional
Mengenal Istano Basa Pagaruyung, Pusat Kejayaan Minangkabau di Masa Lalu (1)
Mengenal Istano Basa Pagaruyung, Pusat Kejayaan Minangkabau di Masa Lalu (1)
Bertemu Mahyeldi, Wamenkumham Ungkap akan Akomodasi Hukum Adat Minang dalam RKUHP
Bertemu Mahyeldi, Wamenkumham Ungkap akan Akomodasi Hukum Adat Minang dalam RKUHP
Sejalan dengan Progul, Gubernur Mahyeldi: KAN Penjaga Eksistensi Nagari dan ABS-SBK
Sejalan dengan Progul, Gubernur Mahyeldi: KAN Penjaga Eksistensi Nagari dan ABS-SBK
Kisah Perempuan Minang Asal Lintau Jadi Sopir Bus AKAP, Satu-satunya di Jalur Sumatra-Jawa
Kisah Perempuan Minang Asal Lintau Jadi Sopir Bus AKAP, Satu-satunya di Jalur Sumatra-Jawa
Masjid Raya Sumbar Resmi Jadi Pusat Pembelajaran ABS-SBK Didukung Sejumlah Fasilitas
Masjid Raya Sumbar Resmi Jadi Pusat Pembelajaran ABS-SBK Didukung Sejumlah Fasilitas