Jakarta, Padangkita.com – Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus membangun flyover, underpass dan jembatan penyeberangan orang (JPO), termasuk perbaikan jalan lingkungan di perlintasan sebidang rel kereta.
Hingga saat ini, perlintasan sebidang jalur kereta yang berada di jalan nasional sudah tertangani sebanyak 49 titik dari total 199 titik.
“Total perlintasan sebidang jalur kereta dengan jalan nasional yang belum tertangani sebanyak 150 titik. Apabila kita estimasikan biaya satu underpass atau flyover di jalan nasional sebesar Rp150 miliar, kita perkirakan kebutuhan biayanya Rp22,5 triliun,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian PUPR, Hedy Rahadian saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi V DPR RI bersama Kementerian Perhubungan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (14/9/2022).
Hedy mengatakan tantangan utama dalam penanganan perlintasan sebidang rel kereta dengan jalan melalui pembangunan flyover/underpass adalah biaya yang besar, termasuk pembebasan lahan. Apabila dihitung biaya pembangunan infrastruktur flyover/underpasssecara nasional pada perlintasan sebidang kereta yang resmi tetapi tidak dijaga sebesar Rp300 triliun.
Mengacu data PT Kereta Api Indonesia (KAI) tahun 2022, angka kecelakaan di perlintasan sebidang jalur kereta api sebesar 89% terjadi di perlintasan tidak dijaga. Sementara berdasarkan data PT KAI pada semester 1 tahun 2022, jumlah perlintasan sebidang yang resmi tidak dijaga sebanyak 3.132 titik atau sebesar 60% dari total 5.051 perlintasan sebidang yang berada di Jawa dan Sumatra. Baik di jalan nasional maupun non-nasional.
“Ini memang membutuhkan biaya yang sangat besar apabila memenuhi prinsip bahwa yang paling bagus tidak sebidang sesuai dengan amanat undang-undang. Misalkan kita kalikan 3.132 titik dengan biaya rata-rata pembuatan underpass/flyover bisa membutuhkan biaya sebesar Rp300 triliun,” kata Hedy.
Selain biaya besar, pembangunan flyover/underpass juga membutuhkan waktu cukup lama, sehingga juga berdampak pada munculnya titik kemacetan baru pada saat pembangunan.
Untuk itu, Hedy mengusulkan beberapa solusi dalam penanganan perlintasan sebidang kereta api, di antaranya kebijakan dalam pembangunan jalan baru yang melewati perlintasan kereta harus tidak sebidang seperti yang sudah dilakukan Kementerian PUPR pada jalan nasional bypass atau jalan lingkar.
“Kedua, kita harus mengubah jalan yang sebidang menjadi tidak sebidang, tetapi karena terdapat kendala biaya tadi, bisa dilakukan secara bertahap,” kata Hedy.
Selanjutnya bagaimana dapat memastikan lintasan – lintasan kereta api harus dijaga, termasuk dengan menerapkan teknologi early warning system (sistem peringatan dini) yang tidak membutuhkan petugas jaga. Kemudian juga pemasangan rambu-rambu pada perlintasan kereta tetapi harus diikuti dengan displin pengguna jalan (edukasi).
“Mungkin juga perlu dilakukan percepat penutupan perlintasan yang ilegal dengan mengacu realita budget, karena memang banyak juga angkanya sekitar 606 titik. Terakhir cepatnya land use development yang tidak diikuti dengan kondisi perlintasan, dan ini banyak terjadi terutama di jalan-jalan non-nasional maupun nasional. Jadi ada perumahan, ada kebutuhan melintasi jalan kereta api, sehingga perlu koodinasi antar sektoral,” kata Hedy.
Baca juga: Baru 1 Seksi Selesai, Begini Progres Jalan Tol Bangkinang – Pangkalan dan Padang – Sicincin
Lebih lanjut, Hedy mengatakan pembangunan flyover/underpass akan terus dilanjutkan pada Tahun Anggaran (TA) 2023. Di antaranya Flyover Gelumbang di Provinsi Sumatra Selatan sepanjang 700 meter, Flyover Aloha di Jawa Timur sepanjang 858 meter, Underpass Joglo di Jawa Tengah sepanjang 450 meter, dan Flyover Nurtanio sepanjang 937 meter di Jawa Barat untuk mendukung Kereta Cepat Jakarta - Bandung. [*/pkt]
*) BACA informasi pilihan lainnya dari Padangkita di Google News