Berita Padang Pariaman hari ini dan berita Sumbar hari ini: Bulan Sambagheh dan Kudapan Sambagheh di Padang Pariaman
Parit Malintang, Padangkita.com - Ada yang unik dalam sistem penanggalan masyarakat Padang Pariaman, selain juga menyebut nama-nama bulan dalam bahasa Indonesia mereka juga memiliki sistem penanggalan tradisional. Adapun sistem penanggalan tersebut merujuk kepada sistem penanggalan Hijriah serta budaya bangsa Arab.
M Yunis dalam penelitiannya yang berjudul “Sistem Kalender di Padang Pariaman” menuliskan nama-nama bulan yang terdapat di Pariaman, diantaranya bulan sura (Muharam), bulan sapa (safar), bulan muluk (Rabiul Awal), bulan adiak muluk (Rabiul Akhir), bulan adiak muluk kaduo (Jumadil Awal), bulan caghai (Jumadil Akhir), bulan sambagheh (Rajab), bulan lamang (Syaban), bulan puaso (Ramadan), bulan gayo (Syawal), bulan adiak gayo (Dzulqaidah), dan bulan haji (Dzulhijjah).
Penyebutan nama-nama bulan menyesuaikan dengan ritual-ritual keagamaan yang digelar masyarakat pada bulan tersebut. Misalnya nama bulan Rabiul Awal di Padang Pariaman disebut dengan bulan Muluik, dinamakan muluik sebab pada bulan itu diperingati hari maulud atau milad nabi Muhammad Saw.
Selain itu, penyebutan nama bulan juga diambil dari nama-nama makanan seperti lamang, sambagheh, dan caghai.
Berdasarkan penanggalan Hijriah saat ini merupakan bulan Rajab atau Sambagheh dalam sistem penanggalan tradisional Padang Pariaman. Penamaan nama bulan Sambagheh berasal dari Sambagheh atau sarang bareh.
Sambagheh merupakan jenis makanan yang menyerupai serabi. Bedanya jika serabi terbuat dari tepung terigu, sambagheh terbuat dari tepung beras. Sambagheh disantap dengan kuah yang terbuat dari gula aren dan santan.
Sambagheh dimasak di bulan Rajab ditujukan untuk merayakan bulan tersebut. Sama halnya dengan bangsa Arab yang memuliakan bulan Rajab dengan cara berkurban anak unta dan menjamu masyarakat.
Berdasarkan hal itu bulan Sambagheh dianggap suci oleh masyarakat Padang Pariaman untuk merayakannya dilakukan tradisi mandoa (berdoa). Dalam mandoa sebuah keluarga akan mengundang ulama ke rumah untuk memimpin doa. Setelah selesai mandoa ulama tadi akan dijamu dengan makanan dengan lauk pauk serta dilengkapi dengan sambagheh.
Selain itu, seorang menantu perempuan di Padang Pariaman akan maanta atau membawa sambagheh sebagai hantaran ke rumah mertua.
Maanta (mengantar) sambagheh bertujuan menjalin kedekatan antara menantu perempuan dengan mertua.
Hubungan menantu dan mertua yang dekat akan menjauhkan mertua dari perasaan kehilangan anak laki-lakinya setelah menikah. Tradisi maanta dan membuat sambagheh masih berlanjut hingga sekarang. [abe]