Awal Mula “Takluknya” Raja Pagaruyung Kepada Belanda

Pertaruhan Thomas Dias Menerabas Gelapnya Hutan Sumatra

Thomas Dias mungkin pengelana yang mesti dihormati Belanda. Betapa tidak, untuk menjalin hubungan dengan penguasa Pagaruyung, dia menaiki bukit, menuruni lembah, menerabas rimba belantara.

Dari Patapan, Dias memulai perjalanannya menuju arah selatan, melewati Ajertiris (Air Tiris).

Di sana Ia singah sejenak dan bermalam, esoknya melanjutkan perjalanan melewati Belimbij (Si belimbing), Cata Ridan dan tiba di Cata Padan (Kota Padang di Kerajaan Kampar Kiri masa itu).

Setiba di Kota Padang, malang bagi Dias dan Rombongan, Ia ditolak penduduk lokal untuk bermalam dan akhirnya bermalam di hutan dan esok paginya melanjutkan perjalanan ke Kota Pacu (Kota Paku di Kerajaan Kampar Kiri masa itu).

Dari Kota Paku, Dias kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Pagaruyung melewati Hutan belantara.

Tujuh hari perjalanan menempuh ganasnya hutan Sumatra, Ia tiba di sebuah desa yang hanya terdapat tiga sampai empat rumah yang letaknya berjauhan. Ia pun memutuskan untuk bermalam. Esok paginya melanjutkan perjalanan menerabas hutan, melewati Gunung Pima (begitu orang lokal menyebutnya) hingga tiba 10 hari kemudian di Kota Nugam (kemungkinan besar Ngungun) yang terletak sekitar 4 Mil (sekitar 6,5 KM) dari Istana Pagaruyung.

Nugam kemudian menjadi jangkar bagi Dias dan rombongan mengatur strategi untuk bertemu Raja Pagaruyung. Dari sana Ia kemudian mengutus sembilan orang untuk menemui Raja Pagaruyung, memberitahukan kedatangannya.

Dias beberapa kali meminta kepada utusan Raja Pagaruyung untuk menunda pertemuannya dengan sang Raja.

Ini tidak lebih dari intrik untuk mengetahui strategi yang dimainkan orang-orang istana terhadap rombongannya. Hingga tiba lah masa Raja Pagaruyung mengutus seorang pembesar kerajaan beserta 500 orang dengan membawa panji-panji kerajaan berwarna kuning untuk menyambut Thomas Dias. Dan Dias pun pergi bersama rombongannya ke Istana bertemu dengan raja.

Kesepakatan Dias dan Raja Pagaruyung

Mulanya, tidak mudah bagi Dias waktu itu menjelaskan Identitasnya sebagai orang Eropa kepada Raja Pagaruyung, apalagi posisinya sebagai penganut Nasrani.

Raja Pagaruyung mengatakan Ia adalah orang Eropa dan penganut Nasrani pertama yang bertemu dengannya. Bahkan hampir saja karena hal itu Ia menjadi korban hasutan seorang Kelasi Muslim dari India kepada Raja. Yang mengatakan bahwa orang Nasrani tidak patut diterima di Pagaruyung.

“Tanpa mohon izin, kelasi itu diam-diam menghampiri Raja dengan berperilaku seolaholah seorang suci, sambil mengatakan bahwa dia baru saja datang dari kota Mekkah,...mengatakan betapa dia menduga bahwa di kerajaan Yang Mulia terdapat orang-orang Nasrani serta orang-orang bertopi, dan menambahkan bahwa Yang Mulia adalah Baginda Raja yang maha besar serta maha suci dan sebab itu tidak pantas menyilahkan orang-orang terkutuk demikian berada dalam kerajaan...”. Tulis Thomas Dias dalam catatan perjalanannya.

Untunglah ketika itu, salah seorang dalam rombongan Dias mengenal Kelasi tersebut. Ternyata Ia adalah seorang kelasi India Muslim yang suka mabuk, dan karena hutang-hutangnya Ia melarikan diri dari Malaka ke Riau.

Dias pun memberitahu kabar itu kepada Raja. Malang bagi Kelasi tersebut, Raja pun memerintahkan Dubalang untuk membunuhnya.

“Oleh karena orang itu sudah minum anggur dan menjadi mabuk, maka dia bukan lagi seorang haji melainkan seorang penipu, yang diutus ke mari atas tipu daya. Pergi dan kejar dia dan bunuh dia.” Ujar raja setelah menerima laporan dari Dias. 300 hingga 400 orang kemudian mengejar Kelasi itu.

Dias dan Rombongan tinggal beberapa hari di Pagaruyung. Oleh raja Ia diberi tempat persinggahan.

Dalam suatu waktu pada masa itu dilakukanlah pertemuan antara Dias dan Raja Pagaruyung. Disinilah awal mula terjadi kesepakatan antara Dias mewakili VOC dan Raja Pagaruyung.

Pembicaraan hangat itu bermula ketika Raja mengetahui Dias ternyata adalah Nahkoda yang memberikan tumpangan kepada keponakannya Raja Itam, ketika berlayar menuju Malaka. Hal itu tertulis dari surat Raja Itam kepadanya.

Menunjukkan rasa simpati dan rasa terimakasihnya, Raja pun memberikan gelar kehormatan kepada Dias yaitu Orang Kaya Saudagar.

Sebagai tanda diterima baik oleh Raja, Ia diberikan sebuah panji berwarna kuning dan sebuah senjata yang menyerupai tombak yang berlapiskan perak dan diletakkan di atas sebuah pinggan perak dan sebuah cincin dari tembaga suasa (keris).

Paling utama dari pertemuan itu adalah surat resmi dengan cap kerajaan, yang berisi keterangan mengizinkan Kompeni diperbolehkan berdagang di tiga pelabuhan wilayah kekuasaan Pagaruyung, yaitu Siak, Patapan dan Indragiri.

“Barangsiapa yang sudah diterima sebagai orang di dalam istanaku, seperti anda yang sudah saya terima sebagai pedagang saya maka oleh karena itu anda diizinkan untuk pergi dan masuk dan berperilaku seperti orang-orang lain dalam istanaku.” Ujar Raja Pagaryung.

Sebagai imbalan, dalam pertemuan itu Raja Pagaruyung meminta kepada Kompeni agar membatu Pagaruyung untuk membalas dendam terhadap penghianatan yang dilakukan Indragiri, dan menjanjikan kepada Kompeni atas bantuan itu mendirikan benteng dan lojinya di Indragiri.

Selain itu, dalam pertemuan itu Raja Pagaruyung melalui Dias, Kompeni juga diberikan kuasa penuh untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu di ketiga pelabuhan (Siak, Patapan dan Indragiri). Bahkan juga untuk menerapkan hukuman mati dan memiliki budak-budak.

Kembali Pulang

Puas dengan hasil kesepakatan yang dicapai dengan Raja Pagaruyung, Dias pun kembali Ke Malaka melalui pelabuhan di Patapan. Ia mengitari Pantai Barat Sumatera menuju Patapan.

Perjalanan dari Pagaruyung pun dimulai, pagi itu Ia didampingi serang pembesar dari Pagaruyung dan 3000 orang hingga Kota Luca (Siluka). Dari Siluka Thomas Dias berjalan melewati Maranty (Menganti, Barat Laut dari Siloeka), Sunipo (Sumpur), dan tiba Ungam (Ungan, utara Sumpur).

Dari Ungan Ia melewati pegunungan dan menerabas hutan kemudian tiba di Madiangem (Mandiangin), lalu berjalan melewati Air Tanam (Aia Tanang), Pancalan Serre (Pangkalan Sarai) hingga tiba di Turusan.

Dari Turusan, yang masa itu sudah dikuasai VOC, Dias berjalan melewati Catobaro (Kotobaru), Dari tempat itu melanjutkan perjalanan hingga kota Merorum (Mariring) melewati kota Merobiaan, kemudian tiba di Tanjong Bale (Tanjung Balik), melanjutkan pejalanan melewati Pasar Lama, kota Oedjom Boket (Ujung Bukit) Kota Damo (Domo).

Dari Damo melanjutkan perjalanan ke kota Sava (Padang Sawah), dari Sava hingga kota Cuncto (Kuntu), dari kota Cuncto ke kota Lagumo dari Lagumo ke kota Liepa Cain (Lipat Kain), dari sana ke kota Pacu (Kota Paku) lalu ke kota Calubee, dan tiba di Catapadan (Wilayah Kampar Kiri) dan dari Catapadan tiba di Belenbun kemudian sampai di Air Tiris, setelah itu tiba di Patapan, memulai pelayaran menuju Malaka dan melewati Pelabuhan Siak. (AP)

Pages:

Baca Juga

Tembus Pasar Internasional, Perusahaan Lokal Pariaman Ekspor 140 Ton Pinang ke India
Tembus Pasar Internasional, Perusahaan Lokal Pariaman Ekspor 140 Ton Pinang ke India
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Survei Pilkada Limapuluh Kota
Survei Pilkada Limapuluh Kota
Vasko Ruseimy Kunjungi Rumah Gadang Mande Rubiah di Lunang Pesisir Selatan
Vasko Ruseimy Kunjungi Rumah Gadang Mande Rubiah di Lunang Pesisir Selatan
Media Sosial dan "Fluid Identity"
Media Sosial dan "Fluid Identity"